Yesus Gembala yang Baik.

Sabtu, 25 April 2009

In Memory of Mr Lim


Kamis, 23 April 2009, saya menelpon RS Husada mencari informasi tentang Pak Lim yang nama lengkapnya Lim Huang Lin. Di sambung ke UGD tidak ada yang tahu, dioper ke Tata Usaha rawat inap ICU juga tidak dikenal. Heran juga. Kemana ya Pak Lim? Malamnya sewaktu datang ke Rumah Duka Gatot Subroto barulah saya sadar letak kesalahannya. Rupanya namanya yang tercantum bukanlah Lim Huang Lin melainkan Lao Ngeng Lim (?). Pantas saja petugas RS Husada tidak ada yang tahu...

Memang pengetahuan manusia tentang manusia lainnya sangat terbatas. Seperti kenal, namun sesungguhnya banyak hal yang tidak kita tahu. Tiga tahun sudah Pak Lim bergabung di GKKK Mabes. Yang kutahu hanyalah Pak Lim awalnya ”ditinggalkan” keluarganya dan akhirnya ditemukan oleh mertua ko Wimpi. Karena tidak ada sanak saudara yang mau menerimanya, akhirnya ia diminta datang ke GKKK Mabes. Itulah awalnya ia datang ke GKKK Mabes dan saya tahunya juga waktu dengar di acara kesaksian Persekutuan Doa (PD).

Saya lebih banyak mengenal Pak Lim sendiri melalui kesaksian-kesaksian yang ia sampaikan. Bila tidak ada kejadian yang ia bagikan, maka dengan suara lantang ia pun melantunkan lagu penyembahan kepadaNya. Sungguh semangat yang patut dipuji. Sementara banyak jemaat lain yang masih malu-malu untuk bersaksi, ia hampir setiap kali dengan bersemangat maju untuk bersaksi atau mempersembahkan pujian. Rupanya awal perkenalan di PD ditutup juga dengan perpisahan di PD.

Rabu malam, 22 April 2009 sekitar pk 7 lebih sedikit, saya tiba di ruang kebaktian mengikuti PA. Sewaktu akan masuk ruang kebaktian, A Hui memberitahukan bahwa Pak Lim dibawa ke rumah sakit karena terjatuh dari bangku dan terluka di kepalanya. Napasnya sudah sulit. Oleh rekan-rekan seiman lainnya sudah dibawa ke RS Husada. Saya tidak memiliki prasangka apa pun juga. Jadi saya masuk ke ruang kebaktian. Freddy pun sempat memberitahukan tentang peristiwa Pak Lim ini. Rupanya malam ini adalah malam terakhir Pak Lim ikut PD. Yang luar biasa, ia juga sudah mempersiapkan lagu yang akan dinyanyikannya pada kesaksian malam ini. Lagunya diambil dari lagu yang dinyanyikan waktu Paskah kemarin yakni Karna Dia Hidup Ada Hari Esok... Karna Dia Hidup Kutak Gentar... Karna Kutahu Dia Pegang Hari Esok... Hidup Jadi Berarti Karna Dia Hidup... Lalu dia tambahkan sendiri kata-kata yang ia tulis di kertas ... kata yang mengingatkan akan kasih Yesus...

Di RS Husada, ia langsung dimasukkan ke UGD setelah itu sekitar pk 22 langsung dimasukkan ke ICU. Dokter yang ada di sana berusaha untuk menormalkan kembali nafasnya , namun umurnya sudah di tangan Tuhan. Esok pagi, Ko Wimpi menulis diemail bahwa Pak Lim sudah pergi meninggalkan dunia selamanya... Sesungguhnya kematiannya luar biasa. Proses ia meninggal yang singkat itu terjadi saat ia sedang mengikuti PD. Ia sudah menyiapkan lagu terakhir yang akan ia sampaikan. Ia dibawa dan diiringi langsung oleh para saudara seiman. Kematiannya hanya memakan waktu yang sangat singkat. Wah, kalau saya dapat kehormatan seperti itu... mati di rumah Tuhan....mati saat sedang bersekutu dengan Tuhan...

Saat mengingat kembali memory akan Pak Lim, saya jadi teringat ketika pertama kali diadakan komsel di rumah ortu di Kebun Jeruk sekitar akhir 2007. Saat itu Pak Lim memberikan kesaksiannya sewaktu ia percaya kepada Yesus... Saat itu mama saya belum percaya... Lalu saat mama saya meninggal pada bulan Pebruari 2008, Pak Lim lah yang membantu menjaga ruang duka di Rumah Duka Husada pada malam harinya.

Kesukaan Pak Lim menyanyi didukung oleh suaranya yang prima. Ia bisa menyanyi dengan suara yang keras dan mantap. Pelayanan bersama Pak Lim terakhir adalah saat perayaan Paskah 2009. Kami berdua bersama-sama rekan-rekan lainnya bergabung dalam paduan suara. Pak Lim ikut suara tiga sedangkan saya masuk suara empat. Sayangnya suaranya waktu ikut paduan suara sepertinya tidak seperti kalau ia menyanyi solo... Mungkin agak sulit menghapal persis nada yang dinyanyikan...

Pak Lim sendiri memang kesehatannya tidak prima. Sebelum ia diterima sebagai karyawan gereja, ia kerap kali minta bantuan komisi Diakonia untuk biaya pengobatan. Setelah itu, biaya pengobatan menjadi bagian dari fasilitas karyawan gereja. Yang uniknya, sewaktu ia pertama kali diserahi tugas untuk angkat telepon yang masuk ke GKKK Mabes, ia mengangkat telepon seperti cara menjawab telepon di rumah saja. Tidak ada kata sambutan ”Kalam Kudus Selamat Pagi” atau ”Kalau Kudus Selamat Siang...” Saya sempat mengajari Pak Lim untuk menggunakan salam seperti itu. Awalnya, ia mencoba untuk mengucapkan kata sambutan... tapi setelah itu lupa lagi. Saya coba lagi test... kembali lagi seperti itu... Akhirnya, nyerah deh.... Hanya kalau sempat saja, saya ingatkan..

Pak Lim ini orangnya terkadang senang bercanda.... Saya ingat waktu sedang retreat, ia godain papanya Santo : ”papanya Santo nempel terus sama mamanya Santo... di mana ada mamanya Santo.. pasti ada papanya Santo... Sekali-kali jangan nempel terus gitu ...” Papa Santo kalau diledek begini, mesem-mesem aja. Pak Lim juga senang kebersihan. Ia tidak tahan kalau ruangannya kotor dan jorok. Ia protes keras dengan room-matenya. Retreat tahun lalu memang menyisakan misteri. Bayangin deh, Ev Pangsuri tidak bisa masuk kamar yang dihuni saya, Pak Lim, Ev Suwandi dan Ev Pangsuri. Seingat saya Ev Suwandi sudah tidur waktu pintu masih terbuka. Jadi pilihannya tinggal dua dong.... Padahal Pak Lim ia tidak kunci pintu kamarnya... Jadi siapa dong yang kunci? Perasaan, saya juga tidak mengunci pintunya...

Sabtu 25 April 2009 pk 8 pagi, kereta jenasah diberangkatkan dari RD Gatot Subroto diiringi 4 mobil pengiring di belakangnya. Dua dari pihak keluarganya dan dua dari gereja. Saya hampir saja tidak bisa berangkat, beruntung akhirnya saya bisa tiba juga di RD sebelum berangkat. Diiringi dengan 2 voorijder, kami mengantar ke krematorium Nirvana. Sekitar pk 10, jenasah dimasukkan ke perapian.... Sejam lagi sudah tidak berbentuk ... hanya serpihan debu. Dari tanah kembali ke tanah...

Pak Lim, fisikmu sudah tiada... Namun warisan anak-cucumu semakin ada.... Pak Lim sudah berjuang dan menang …. Pak Lim sudah mencapai garis akhir dan tetap mempertahankan iman. Mahkota kehidupan menanti bagi dia yang percaya kepadaNya.... Selamat jalan Pak Lim...

Batavia, 25 April 2009
OPH

Jumat, 24 April 2009

Anak Yang Hilang


Seorang pemuda akan diwisuda. Sebentar lagi dia akan menjadi seorang sarjana sebagai ganjaran dari jerih payahnya selama beberapa tahun mengenyam bangku pendidikan. Beberapa bulan yang lalu dia melewati sebuah showroom, dan saat itu dia jatuh cinta kepada sebuah mobil sport. Selama beberapa bulan dia selalu membayangkan, nanti pada saat wisuda ayahnya pasti akan menghadiahkan mobil itu untuknya. Karena dia adalah anak semata wayang dan ayahnya sangat sayang padanya, dia sangat yakin akan mendapatkan mobil itu. Dia pun berangan-angan mengendarai mobil itu dan bersenang-senang dengan teman-temannya. Bahkan, semua mimpinya itu dia ceritakan ke teman-temannya.
Saat wisuda pun tiba. Siang itu, setelah wisuda, dia melangkah pasti ke arah ayahnya. Sang ayah tersenyum, dan dengan berlinang air mata karena terharu dia mengungkapkan betapa dia membanggakan anaknya, dan betapa dia mencintai anaknya itu. Lalu, dia pun mengeluarkan sebuah bingkisan.... , namun bukan sebuah kunci! Dengan hati yang hancur sang anak menerima bingkisan itu. Dengan sangat kecewa dia membuka kado itu. Dalam bungkusan rapi kertas kado itu ia menemukan sebuah Alkitab yang bersampulkan kulit asli, di kulit itu terukir indah namanya dengan tinta mas.
Pemuda itu menjadi sangat marah. Dengan suara yang meninggi dia berteriak, ”Yaahh... Ayah memang sangat mencintai saya, dengan semua uang ayah, ayah belikan Alkitab ini untukku?” Lalu ia membanting Alkitab itu dan lari meninggalkan ayahnya.
Ayahnya tidak bisa berkata apa-apa. Hatinya hancur. Dia berdiri mematung disaksikan beribu pasang mata yang hadir di acara wisuda itu.
Tahun demi tahun berganti. Sang anak telah menjadi seorang yang sukses. Dengan modal otaknya yang cemerlang dia berhasil menjadi seorang kaya dan terpandang. Dia mempunyai rumah yang besar dan mewah, dengan seorang istri yang cantik dan anak-anak yang cerdas.
Sementara itu, ayahnya semakin tua dan tinggal sendiri. Sejak hari wisuda itu, anaknya pergi meninggalkan dia dan tak pernah menghubungi dia. Dia berharap suatu saat dapat bertemu anaknya itu, hanya untuk meyakinkan dia betapa ia sangat mengasihi anaknya. Sang anak pun kadang rindu dan ingin bertemu dengan sang ayah, tapi mengingat apa yang terjadi pada hari wisudanya, dia menjadi sakit hati. Dia masih menyimpan dendam.
Sampai suatu hari datang sebuah telegram dari kantor kejaksaan yang memberitakan bahwa ayahnya telah meninggal. Sebelum meninggal, dia mewariskan semua hartanya kepada anak satu-satunya. Sang anak disuruh menghadap Jaksa Wilayah dan bersama-sama ke rumah ayahnya untuk mengurus semua harta peninggalannya.
Saat melangkah masuk ke rumah itu, mendadak hatinya menjadi sangat sedih, mengingat semua kenangan semasa dia tinggal di situ. Dia merasa sangat menyesal telah bersikap buruk terhadap ayahnya.
Dengan bayangan-bayangan masa lalu yang menari-nari di matanya, dia menelusuri semua barang di rumah itu. Ketika dia membuka brankas ayahnya, dia menemukan Alkitab itu, masih terbungkus dengan kertas yang sama beberapa puluh tahun yang lalu. Dengan airmata berlinang, dia lalu memungut Alkitab itu dan mulai membuka halamannya.
Di halaman pertama Alkitab itu, dia membaca tulisan tangan ayahnya, ”Dan kamu yang jahat tahu memberikan yang baik kepada anakmu, apalagi Bapamu yang di surga akan memberikan apa yang kamu minta kepadaNya?” Selesai dia membaca tulisan itu, sesuatu jatuh dari bagian belakang Alkitab itu. Dia memungutnya, ternyata... sebuah kunci mobil! Di gantungan kunci mobil itu tercetak nama dealer, sama dengan dealer mobil sport yang dulu dia idamkan! Dia membuka halaman terakhir Alkitab itu, dan menemukan di situ terselip STNK dan surat-surat lainnya, namanya tercetak di situ. Dan sebuah kuitansi pembelian mobil, tanggalnya tepat sehari sebelum hari wisuda itu.
Dia berlari menuju garasi, dan di sana dia menemukan sebuah mobil yang berlapiskan debu selama bertahun-tahun, meskipun mobil itu sudah sangat kotor karena tidak disentuh bertahun-tahun, dia masih mengenal jelas mobil itu, mobil sport yang dia dambakan bertahun-tahun lalu. Dengan buru-buru dia menghapus debu pada jendela mobil dan melongok ke dalam bagian dalam mobil itu masih baru, plastik membungkus jok mobil dan setirnya, di atas dashboardnya ada sebuah foto, foto ayahnya, sedang tersenyum bangga.
Mendadak dia menjadi lemas, lalu terduduk di samping mobil itu, air matanya tidak terhentikan, mengalir terus mengiringi rasa menyesalnya.
Inilah kekuatan cinta sang Ayah. Meski secara manusia menyakitkan memiliki anak ”durhaka”, namun sang Ayah tetap mencinta si anak. Cinta yang tidak bersyarat inilah yang dibutuhkan anak-anak. Cinta tak bersyarat tangguh dan kuat, tak lekang oleh waktu. Suatu saat cinta itu berbuah, si anak kembali menyesal dan bertobat. Cinta mengatasi pemberontakan. Cinta mengatasi pengkhianatan.

Dipungut OPH dari buku
Mencinta Hingga Terluka
Roswitha Ndraha & Julianto Simanjuntak

Kekuatan Cinta


Ada seorang Ibu yang dikhianati pasangannya. Suaminya, seorang pengusaha besar akirnya menikah dengan sekretarisnya. Cinta pengusaha itu kepada istrinya yang sah itu luntur lewat waktu karena tak tahan godaan sekretarisnya. Istrinya sangat kecewa, demikian juga ketiga anaknya yang masih kecil-kecil. Sang pengusaha ini pun meninggalkan istri pertama dan tinggal bersama istri kedua.
Waktu berjalan, istri kedua ini ternyata menikah hanya untuk menguras harta si pengusaha. Sampai beberapa tahun, seluruh kekayaan sudah berbalik nama. Konflik si pengusaha dengan istri kedua makin keras. Pertengkaran demi pertengkaran, rasa bersalah karena mengingat istri pertama dan ketiga anaknya, membuat pertahanannya jebol. Dia sakit keras dan masuk rumah sakit. Namun, istri kedua tidak mau lagi mengurus suaminya. Pertengkaran dan konflik mereka juga menimbulkan kebencian dalam hatinya. Setelah beberapa bulan dirawat, si pengusaha ini tak cukup punya uang untuk keluar dari rumah sakit yang terbilang mahal. Mantan sekretaris yang menjadi istri keduanya tidak mau menolong.
Saat seperti itulah dia ingat kembali pada istri pertamanya. Dia mencoba menelepon. Istrinya mengangkat telepon tapi sebentar kemudian ia menutup telepon setelah tahu itu dari mantan suaminya. Si suami menelepon lagi, dan mengemis pada istrinya untuk menerima telepon. ”Aku sakit... aku tidak bisa keluar dari rumah sakit karena tidak punya uang.” ”Ke mana uangmu yang banyak itu?” tanya istrinya keheranan.
”Semua dikuras oleh istriku sekarang. Dia benar-benar jahat, serigala berbulu domba. Tolonglah aku, Ma. Tolonglah. Aku menyesal,maafkan aku telah melukaimu dan mengkhianatimu.” Mantan istri dengan sedikit kesal bercampur kasihan berkata, ”Nanti aku pikirkan dulu dan bicarakan dengan anak-anak. Mereka cukup besar untuk saya mintai pendapat.”
Si Ibu lalu memberitahukan percakapan itu kepada ketiga anaknya. Semua anak langsung berpendapat, ”Mama jangan peduli pada Ayah yang tak beranggung jawab itu. Biar dia rasa, Ma. Kita juga semua susah karena ulah dia. Sekarang lagi susah, dia menelepon. Kami tidak setuju mama ke rumah sakit.” Mereka kompak sekali.
Tapi si Ibu dengan air mata berlinang bicara dengan hati-hati kepada anaknya,”Anak-anakku, kalian memang menderita karena perlakuan Ayah kalian. Tapi, ingat , mama lebih terluka. Kalau dengar hati mama, mama tidak akan pergi melihat papa kalian. Tapi mama ingat janji mama kepada Tuhan, bahwa Mama harus setia sampai kematian memisahkan kami. Nak, maafkan mama karena harus pergi melihat papa kalian.”
Si Ibu lalu pergi ke rumah sakit untuk menebus pengusaha yang pernah melukai dan mengkhianatinya.
Itulah kekuatan cinta. Dia tetap tangguh, tak peduli badai apa yang menimpa hidupnya. Cinta itu kuat.

Dipungut OPH dari buku
Mencinta Hingga Terluka
Roswitha Ndraha & Julianto Simanjuntak

Kisah Corrie Ten Boom


Corrie Ten Boom dan keluarganya mengalami kekejaman selama tahun-tahun terakhir perang dunia II. Ia dan keluarganya dikirim oleh Nazi ke kamp pembantaian di Ravensbruck, Jerman. Akhirnya, hanya Corrie yang selamat. Sesudah perang, ia menjadi penulis terkenal dan sering berbicara tentang kasih Allah. Namun, dalam hatinya, ia masih merasakan kepahitan terhadap Nazi atas apa yang sudah mereka perbuat terhadap dirinya dan keluarganya. Dua tahun sesuah perang, Corrie berbicara di Munich, Jerman, tentang topik pengampunan Allah. Sesudah kebaktian, ia melihat seorang pria yang ikut menyiksa dirinya bersama keluarganya berjalan ke arahnya. Beginilah kisahnya :
Pria yang sedang berjalan menghampirinya adalah seorang penjaga – salah seorang dari penjaga yang paling keji. Sekarang orang ini ada di hadapan Corrie dengan tangan terulur. Pria itu berkata, ”Pesan yang bagus, Ibu! Betapa senangnya mengatakan bahwa, seperti Anda katakan, semua dosa kita sudah dibuang ke dasar laut!” Dan saya, yang baru saja berbicara dengan fasih tentang pengampunan. Saya tak kuasa menerima salamnya. Saya hanya, meraba-raba buku saya, bukannya menyambut tangan yang terulur itu. Tentu saja orang ini tidak akan mengingat saya – bagaimana mungkin ia ingat seorang tahanan di antara ribuan wanita itu? Namun, saya ingat kepadanya dan cambuk kulit yang mengayun dari ikat pinggangnya. Darah saya serasa membeku.
”Anda menyebutkan Ravensbruck dalam ceramah Anda,” orang itu berkata. ”Saya dulu menjadi penjaga di sana.” Tidak, ia tidak ingat saya. ”Tapi, sejak saat itu,” ia melanjutkan,”saya menjadi orang Kristen. Saya tahu Allah sudah mengampuni saya untuk hal-hal keji yang saya lakukan di sana. Tetapi, saya ingin mendengar dari bibir Anda juga ibu,” sekali lagi tangan itu terulur ”maukah Anda mengampuni saya?”
Saya berdiri terdiam di sana, saya tidak sanggup mengampuni.Betsie saudaraku meninggal di tempat itu, dapatkah orang ini menghapus kepahitannya hanya dengan meminta maaf? Tidak lebih dari beberapa detik orang itu berdiri di sana dengan tangan terulur, tetapi bagi saya rasanya berjam-jam sementara saya bergumul dengan perkara paling sulit yang harus saya lakukan.
Karena saya harus melakukannya, saya tahu itu. Pesan bahwa Allah mengampuni didahului dengan kondisi : bahwa kita harus mengampuni mereka yang sudah menyakiti kita. ”Jika engkau tidak mengampuni kesalahan yang lain,” Yesus berkata,”maka Bapamu yang di surga tidak akan mengamuni dosamu juga.”
Saya tahu itu bukan hanya sebagai perintah Allah, tetapi juga sebagai pengalaman sehari-hari. sesederhana itukah? Dan saya masih berdiri di sana dengan hati yang membeku. Namun, pengampunan bukanlah emosi, saya juga tahu itu. Pengampunan adalah tindakan dari kehendak, dan kehendak dapat berfungsi lepas dari suhu hati saat itu. ”Yesus, tolong saya!” Saya berdoa dalam hati. ”Saya dapat mengangkat tangan saya. Saya dapat berbuat sejauh itu. Engkaulah yang memberikan perasaan itu.”
Dengan kaku dan seperti mesin, saya pun mengulurkan tangan untuk menyambut tangan yang terulur itu. Ketika saya melakukannya, terjadi suatu peristiwa yang luar biasa. Ada aliran yang timbul dimulai dari bahu saya, merambat turun ke lengan saya. Lalu menyebar ke tangan kami yang saling menggenggam. Kemudian, kehangatan yang menyembuhkan ini tampak membanjiri seluruh diri saya sehingga mata saya banjir air mata. ”Saya mengampunimu, Saudara,” saya berseru,”dengan segenap hati saya.”
Untuk waktu yang lama kami saling menggenggam tangan satu sama lain, mantan penjaga dan mantan tahanan. say tidak pernah mengetahui kasih Allah begitu kuat, seperti yang saya saya rasakan saat itu. Namun, meskipun begitu , saya sadar itu bukan kasih saya. Saya sudah berusaha dan tidak mempunyai kekuatan untuk itu. Itu adalah kuasa Roh Kudus seperti tercatat dalam Roma 5:5 ”...karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.”

Memaafkan selalu memberi orang kesempatan kedua. Mengampuni adalah jalan terbaik orang dapat melihat cinta kasih Kristus dalam diri kita yang sesungguhnya. Mengampuni adalah sisi mutiara kasih Kristus yang paling tampak sinarnya bagi kita yang melihatnya.

Dipungut OPH dari buku
Mencinta Hingga Terluka
Roswitha Ndraha & Julianto Simanjuntak

Terluka itu Indah


Suatu hari saya nyaris frustasi karena anak bungsu kami yang waktu itu sudah lebih dari lima tahun usianya, belum juga bisa naik sepeda. Hampir tiap hari saya menuntun sepedanya ke lapangan rumput di depan rumah.
”Naik, ya. Papa pegang di belakang. Kamu tidak akan jatuh. Papa juga,” kata saya. Selama beberapa hari dia taat. Saya memegang bagian belakang sepedanya sambil berlari-lari kecil, sementara dia belajar mengayuh. Mula-mula agak kaku, lama-lama terbiasa. Saya tetap memegang sepedanya. Tetapi, dia langsung berhenti dan turun kalau merasa ada tanda-tanda saya mau melepaskan pegangan saya. ”Jangan dilepasin, Pa,”pintanya sambil melihat ke belakang. Saya mengangguk, maka ia belajar lagi.
Lama-lama saya berpikir, sudah saatnya melepas Moze. Dia tampaknya mau bermain saja, sementara saya terengah-engah di belakang. Tetapi sejak dia tahu saya mencoba melepaskan pegangan saya, Moze sama sekali tidak mau main sepeda lagi. Saya hampir putus asa. Bagaimana caranya agar Moze mau berlatih naik sepeda?
Saya dapat ide. Bebeapa hari setelah itu saya mengajaknya ke lapangan lagi. Kami duduk-duduk di pinggir lapangan, dekat sepeda. Moze masih tidak mau mencoba naik. ”Nanti aku jatuh, luka berdarah,”kilahnya. Tiba-tiba saya memandang lutut saya. ”Lihat lutut Papa,” kata saya kepadanya. Dengan antusias anak saya memperhatikannya. ”Wah, ini bekas luka ya, Pa? Kapan Papa luka?” tanyanya. Saya pun bercerita. ”Waktu Papa seumur kamu, papa juga belajar naik sepeda. Tetapi, suatu kali waktu sedang belajar, Papa jatuh. Lutut Papa luka.”
”Banyak darahnya, Pa? Sakit?” ”Lumayanlah. Sakit juga. Papa meringis-ringis. Tapi, Papa tidak berhenti belajar. Setelah lukanya diobati, Papa kembali belajar. Akhirnya Papa bisa naik sepeda. Papa senang sekali bersepeda bersama teman-teman Papa.” ”O....”kata Moze sambil mengelus-elus bekas luka saya. ”Papa juga pernah luka, ya. Papa pernah kesakitan....”
Tiba-tiba anak saya naik ke atas sepedanya. ”Pegangin sebentar ya, Pa. Nanti kalau sudah sampai di tengah coba Papa lepaskan. Aku juga mau belajar. Jatuh ngak apa-apa, ya Pa.” Sejak saat itu, Moze bisa naik sepeda. Hari itu saya menjadi sadar bahwa ternyata luka saya waktu naik sepeda dulu sangat berguna bagi Moze sekarang. Bekas luka saya telah memberikan kepada anak saya keberanian untuk terluka. Dari pengalaman ini kami belajar satu kebenaran, kami belajar bahwa luka hidup kita, (karena dihina, dikhianati, dilecehkan, dan lain-lain) tak pernah sia-sia. Luka hati itu kelak berguna dan memberi keberanian terluka pada sesama kita.

Dipungut OPH dari buku
Mencinta Hingga Terluka
Roswitha Ndraha & Julianto Simanjuntak

Mencinta Hingga Terluka


Suatu hari, Bunda Teresa berekeliling dari gang ke gang di kampung-kampung Calcutta. ”Bunda Teresa!” teriak seorang pengemis sambil menggelesot mendekati Bunda Teresa. ”Ini untukmu. Aku ingin memberikannya padamu,” kata pengemis itu sambil memberikan semangkuk uang receh rupee hasil jerih payahnya mengemis hari itu. Mother Teresa menolak halus dan berkata,”Mengapa, Bu? Bukankah ini untuk makan Ibu hari ini? Tidak usah, Bu.” Pengemis itu memandang Bunda Teresa dengan mata berkaca-kaca. Dia memang belum makan dari pagi. Teresa memperhatikan baju yang lusuh dan kulit berbalut tulang yang berlutut di depannya. Bunda Teresa mendekat. ”Tapi, Bunda,” bujuk pengemis itu, ”ada yang jauh lebih menderita daripada aku. Terimalah, Bunda. Berikan uang itu kepadanya,” kata si Pengemis itu penuh harap.
Bunda Teresa tidak berani menolak. ”Baik, baik aku terima. Terima kasih,” ucap Bunda Teresa, menepuk haru bahu pengemis itu, tanda menghargai jerih payahnya. Mother Teresa mendapat sebuah pesan dari hadiah sang pengemis itu. Pengemis itu rela dan tulus memberikan hartanya dengan segala cinta demi membahagiakan orang lain, sedangkan dirinya sendiri butuh pertolongan.Inilah yang disebut dengan ”mencinta hingga terluka”. Pengemis itu tidak mengindahkan keringat, keletihan dan luka goresan di jalanan berdebu dan panas, yang dialaminya hari itu. Ia memberi dengan cintanya.
Mencinta hingga terluka adalah sebuah cinta yang membuat sejarah. Cinta yang berkorban yang akan terus dikenang oleh yang menerimanya. Cinta yang akan diwariskan dari satu generasi ke generasi. Sebuah cinta kasih Mother Teresa kepada orang-orang yang ia layani. Juga kisah pengorbanan Maria (Injil Matius). Tentang dia, Yesus berkata, ”Sesungguhnya di mana saja Injil ini diberitakan di seluruh dunia, apa yang dilakukannya ini akan disebut juga untuk mengingat dia.” Cinta yang diberikan kepada orang yang tepat, pada waktu yang tepat, dan motivasi yang benar, sungguh menyenangkan hati Tuhan dan setiap orang yang menerimanya.

Dipungut OPH dari buku
Mencinta Hingga Terluka
Roswitha Ndraha & Julianto Simanjuntak

Senin, 13 April 2009

TUKANG CUKUR YANG SERAKAH


Laki-laki yang berprofesi sebagai tukang cukur kerajaan suatu hari melewati hutan. Dari balik sebuah pohon ia mendengar suara, “Maukah kamu memiliki tujuh guci berisi emas?” Tanpa berpikir panjang, tukang cukur itu berteriak kegirangan, ”Ya, saya mau.” ”Pulanglah ke rumahmu dan engkau akan menemukan tujuh guci berisi emas di rumahmu,” kata suara itu. Begitu senangnya, tukang cukur itu segera berlari ke rumah dan benar ia menemukan tujuh guci berisi emas. Tapi, ketika ia memperhatikan , ternyata ada satu guci yang hanya berisi setengah, sedangkah yang lainnya berisi penuh dengan emas. Dalam hatinya segera timbul keinginan untuk mengisi penuh guci yang berisi setengah itu dengan emas. Ia pun mengumpulkan semua perhiasan milik keluarganya dan memasukkannya ke dalam guci itu, namun guci tersebut tetap berisi setengah. Ia berusaha menghemat agar bisa menambah emas di dalam guci tersebut, tetapi guci itu tetap berisi setengah. Karena pengiritan yang luar biasa, ia dan keluarganya seringkali kelaparan. Badan mereka semakin hari semakin kurus, namun guci itu tetap berisi setengah.
Suatu hari ia datang menghadap raja dan meminta agar gajinya dinaikkan. ”Baiklah, aku akan menaikkan gajimu,” kata raja. Laki-laki itu pun menambahkan emas ke dalam guci, tetapi guci itu menelan emas yang dimasukkan dan tetap guci itu berisi setengah.
Raja memperhatikan bahwa tukang cukurnya semakin hari semakin menderita. ”Masalah apa yang sedang engkau hadapi? Dulu ketika gajimu kecil, engkau nampak bahagia dan senang. Tapi setelah gajimu dinaikkan, engkau malah nampak semakin susah dan lelah. Apakah engkau menyimpan tujuh guci di rumahmu?” tanya raja. Tukang cukur itu sangat terkejut, ”Siapa yanag memberitahu raja tentang tujuh guci itu?”
Sang raja pun tertawa. Aku tahu gejala dari orang yang ditawari tujuh guci oleh setan itu. Dulu ia menawarkan guci itu kepadaku, tetapi aku tidak mau karena emas-emas yang ada di dalam guci itu tidak bisa digunakan, ia hanya menimbulkan dorongan untuk menyimpannya. Sekarang kembalikan guci-guci itu pada setan dan engkau akan bahagia.
Kisah di atas merupakan gambaran bagaimana dosa ketamakan bekerja. Orang yang dikuasai ketamakan akan selalu berusaha dengan berbagai cara untuk menumpuk dan menumpuk kekayaan. Dalam suratnya yang singkat dan praktis, Yakobus memperingatkan kita untuk tidak terobsesi menimbun kekayaan (Yak 1:11; 5:1-6). Baik orang kaya ataupun orang miskin, hasarat untuk menimbun kekayaan dapat secara halus mengambil alih seluruh kehidupan kita. Tanpa sadar, beberapa orang percaya telah jatuh ke dalam cengkeraman ketamakan dan mereka akan lenyap di tengah-tengah usaha mereka. Mereka kehilangan ketenangan dan kebahagiaan hidup, karena sibuk memburu dan menimbun kekayaan.

Dipungut OPH dari Manna Sorgawi Mei 2007

Minggu, 12 April 2009

KEAJAIBAN MELALUI UANG PALSU

Ada sebuah kisah yang pernah terjadi di kota Nan-chang, provinsi Ciang-sia. Tahun 1938 adalah masa peperangan di masa Presiden Ciang Kai Sek masih menjabat sebagai komandan laskar yang bertempat di Nan-chang. Saat itu di sepanjang jalan terlihat para wanita yang sudah tua dan lemah duduk berjualan. Mereka menjual bermacam-macam kebutuhan tentanra, seperti handuk dan kaus kaki. Biasanya para tentara pergi berbelanja pada jam-jam istirahat.
Suatu hari ketika para tentara sedang berbelanja, tampaklah seorang nenek tua menangis terisak-isak di pinggir jalan. Ketika orang-orang bertanya mengapa ia menangis ia menceritakan bahwa ada orang yang telah membeli banyak sekali barang dagangannya dengan uang yen palsu. Sang nenek baru menyadari bahwa itu adalah uang yen palsu, ketika pembelinya sudah pergi entah ke mana. Seorang tentara yang sedang berbelanja, iba melihat nenek tersebut. Kebetulan ia baru saja menerima gaji, sehingga ia mulai menghibur sang nenek sambil berkata, “Tenang saja Nek, saya baru gajian dan Nenek boleh menukarkan uang yen palsu itu kepada saya sebagai kenang-kenangan.” “Itu tidak mungkin, kau tidak bersalah dalam hal ini, tetapi mengapa engkau mau mengorbankan uangmu untuk saya?” kata sang nenek. “Tidak apa-apa Nek, ambillah uang ini dan Nenek bisa jadikan modal,” bujuk tentara tersebut. Berkali-kali si nenek menolak pemberian tentara itu, namun akhirnya ia tidak kuasa menolak pemberian yang tulus tersebut. Ia menerima uang pemberian si tentara dan menyerahkan uang yen palsu kepadanya.
Beberapa waktu kemudian, tentara itu kembali berdinas di kota Nan-chang. Ia berusaha mencari si nenek untuk menceritakan sebuah keajaiban yang dialaminya. Ternyata di sebuah pertempuran sengit ketika berada di barisan depan dalam medan pertempuran, sebuah peluru menghujam dadanya. Ia begitu takut hingga pingsan, karena mengira bahwa ia sudah menemui ajalnya. Tetapi ketika sadar, ia tidak merasakan sakit apa-apa. Tangannya meraba dadanya untuk mengetahui apakah ada peluru yang bersarang di tubuhnya. Tapi ia tidak melihat darah sedikit pun. Ia melihat kepingan uang logam yang tak lain adalah yen palsu di kantong kirinya. Yen palsu tersebut sudah cekung akibat hantaman peluru. Ternyata yen palsu itu telah menyelamatkan nyawanya, sehingga cerita itu menyebar ke seluruh kota.
Cerita ini membawa satu pesan bagi kita bahwa setiap kebaikan terlebih pengorbanan, akan selalu diperhitungkan oleh Tuhan. Kita tidak tahu dengan cara apa semua itu akan dibalaskan kepada kita, tetapi yang pasti bahwa kita tidak akan kehilangan keuntungan ketika kita memutuskan untuk memberi. Douglas M. Lawson mengatakan, “Kita ada untuk sementara melalui apa yang kita ambil, tetapi kita hidup selamanya melalui apa yang kita berikan.” Jangan takut untuk memberi atau berkorban bagi sesama.

Dipungut OPH dari Manna Sorgawi September 2008

Sabtu, 11 April 2009

PITA KUNING DI POHON EK


PITA KUNING DI POHON EK

Seorang pria asal White Oak, Georgia , Amerika, menyia-nyiakan kebaikan istrinya yang cantik. Dia sering pulang dini hari dalam keadaan mabuk, kemudian tanpa segan memukuli istri serta anak-anaknya. Suatu malam ia memutuskan untuk pergi ke New York, dengan berbekalkan uang yang dicurinya dari tabungan isterinya.
Di New York, pria itu mencoba berbisnis bersama beberapa orang temannya. Sambil berbisnis ia menikmati seks bebas, judi dan mabuk-mabukan. Bulan serta tahun berlalu, dan dia sama sekali tidak memberi kabar tentang keberadaannya kepada keluarga yang ditinggalkannya secara diam-diam. Seiring dengan berjalannya waktu ia bangkrut , bahkan terlibat hutang dan melakukan penipuan dengan menulis cek palsu. Ia tertangkap dan dijerat hukuman penjara selama tiga tahun. Menjelang akhir masa tahanan, ia mulai merindukan istri dan anak-anaknya. Ia mengumpulkan keberaniannya dan menulis sepucuk surat kepada istrinya. Di dalam surat itu ia menceritakan penyesalan dan kerinduannya untuk membina keluarga yang harmonis.
”Sayang, engkau tidak perlu menungguku. Namun jika engkau masih mau aku kembali, ikatkanlah sehelai pita kuning pada pohon ek yang ada di pusat kota. Apabila aku lewat dan tidak menemukan sehelai pita kuning, tidak apa-apa. Aku tidak akan turun dari bis dan terus ke Miami. Aku berjanji tidak akan mengganggu kehidupanmu dan anak-anak...” itulah sekelumit isi suratnya.
Setelah dibebaskan, pria itu menaiki bis dengan tujuan kembali ke kampung halamannya. Ia tidak tahu apakah istrinya sudah menerima suratnya dan mau mengampuninya. Di dalam bis ia bercerita dan meminta supir bis untuk menjalankan bisnya secara perlahan-lahan saat mereka memasuki pusat kota White Oak. “Tolong Pak, saat melewati pusat kota berjalanlah perlahan.... kita sama-sama melihat apa yang akan terjadi,” katanya memohon. Saat bis memasuki White Oak, detak jantung pria itu berdebar sangat kencang, tubuhnya basah oleh keringat. Di tengah-tengah keadaan yang menegangkan itu, tiba-tiba air matanya menetes tanpa henti saat melihat ratusan pita kuning bergantungan di sebuah pohon ek. “Wow... seluruh pohon dipenuhi pita kuning,” sorak penumpang yang ikut-ikutan tegang di dalam bis tersebut. Akhirnya semua penupang bis sepakat mengantar pria yang disambut oleh kehangatan cinta istri dan anak-anaknya. Saking terharunya, si supir bis menelpon surat kabar New York Post untuk menceritakan kisah indah tersebut. Yang tak kalah menariknya, saat itu seorang penulis lagu berada dalam bis tersebut. Kisah nyata itu kemudian menginspirasinya untuk menulis sebuah lagu. Februari 1973, lagu berjudul “Tie a Yellow Ribbon Around the Old Oak Tree” ini dirilis dan langsung menjadi hits.
Kesabaran, penerimaan dan pengampunan adalah bagian dari kasih. Kasih yang nyata membawa dampak yang luar biasa. Biarlah kita hidup saling menerima dan mengampuni.

Dipungut OPH dari Manna Sorgawi-Mei 2009


Jumat, 10 April 2009

DOA YANG MENGUBAH SEJARAH


Pada tahun 1933 Adolf Hitler menjadi penguasa Jerman yang benar-benar haus kuasa, karena kemudian ternyata bahwa ia tidak puas hanya menguasai Jerman saja, tetapi ia juga melakukan ekspansi ke negera-negara lain. Polandia dikuasainya dengan mudah. Lalu Hitler mengirimkan divisi tanknya melanda Perancis, yang juga dapat ditaklukkannya dengan tidak begitu banyak persoalan. Dapatlah dibayangkan betapa paniknya ratusan ribu tentang Inggris, Perancis dan Belgia yang telah gagal mempertahankan Perancis dan kini terdesak di suatu sudut dekat selat Channel yang memisahkan Inggris dan Perancis. Pasukan itu dalam keadaan terperangkap dan pastilah Hitler akan dapat menghancurkan pasukan itu hanya dalam waktu beberapa hari saja. Kalau mereka menyeberangi selat Channel, pasti kapal-kaoal selam dan pasukan udara Jerman akan menghabisi nyawa para serdadu yang tidak berdaya itu. Jadi, secara manusiawi sudah tidak ada jalan keluar lagi bagi pasukan sekutu itu.
Namun masih ada satu faktor yang patut diperhitungkan yaitu : Allah! Raja Inggris, George III, yang menyadari keadaan yang begitu rumit, segera menyerukan supaya seluruh rakyat menaikkan doa syafaat untuk para pasukan. Rakyat segera menaikkan doa syafaat untuk seluruh pasukan yang terjepit itu. Jutaan orang Kristen segera menyambut seruan itu dengan menaikkan doa-doa syafaat mereka dengan penuh kesungguhan. Dan.. jawaban Allah segera dinyatakan dengan cepat! Tentara Jerman tiba-tiba dihadang angin topan yang sangat dahsyat sehingga angkatan udara mereka tidak berani menerbangkan pesawat untuk menyerang tentara sekutu. Demikian juga hujan turun dengan lebatnya, sehingga tank-tank Jerman terperangkap dalam lumpur tebal. Boleh dikatakan tentara Jerman benar-benar lumpuh untuk sementara. Tetapi di daerah pasukan sekutu, cuaca tampak baik dan terang dan dari daratan Inggris segera dikirimkan ribuan perahu kecil untuk menyelamatkan pasukan sekutu yang terjebak itu. Tiba-tiba muncul suatu tabir kabut tebal yang menghalangi pandangan pasukan Jerman yang mencoba untuk menghalangi pengungsian besar-besaran itu. Maka hanya dalam waktu beberapa jam saja, 330.000 pasukan sekutu dapat dipindahkan dari tempat yang sangat berbahaya, ke tempat aman di daratan Inggris! Ketika sampai di pantai Inggris, banyak tentara segera membentuk suatu lingkaran di antara sesama mereka sendiri dan mereka berdoa mengucap syukur atas berkat dan pertolongan Tuhan yang demikian besar dalam hidup mereka.
Allah kita adalah Allah yang besar dan sanggup menolong kita di dalam setiap keadaan.
“Berserulah kepadaKu pada waktu kesesakan, Aku akan meluputkan engkau, dan engkau akan memuliakan Aku” (Mzm. 50:15)

Dipungut OPH dari buku
Embun Surgawi
Pdt. Ishak Sugianto

MENGENALI SUARANYA


Para murid sekolah di Inggris dilarang menyalakan nada dering telepon genggam di kelas. Namun, mereka tidak habis akal. Mereka memasang ringtone yang disebut ”suara nyamuk”, yaitu nada dengan frekuensi tinggi yang tidak bisa didengar oleh telinga orang dewasa. Para guru pun tak bisa mendengar suaranya. Namun, para murid dapat mendengarnya, sehingga bisa berkirim SMS dengan leluasa. Rupanya setelah berusia 25 tahun ke atas, ada bulu-bulu halus di dalam telinga manusia yang menua atau rusak. Itu sebabnya telinga orang dewasa tak lagi dapat mendengar suara dengan frekuensi tinggi (di atas 16 KHz) seperti telinga anak-anak.Yesus menggambarkan diriNya sebagai gembala yang baik dan para murid adalah domba milikNya. Ada ikatan batin antara gembala dan domba. Gembala di Israel biasanya memberi nama tiap dombanya dan memanggil nama mereka dengan nada khas. Jika malam tiba, setelah semua domba masuk kandang, sang gembala tidur di pintu masuk. Ia menjadi pintu – tameng untuk melindungi domba dari serangan musuh. Kedekatan ini membuahkan kepekaan. Domba-domba mampu mengenali dan membedakan suara gembalanya. Jika gembala asing memanggil, mereka tak bereaksi.Di sekitar kita ada banyak suara. Kadang sulit membedakan mana suara yang benar dan mana yang sesat; mana kehendak Tuhan, mana bukan kehendak Tuhan. Untuk melatih kepekaan, kita perlu membangun persekutuan dengan Tuhan melalui disiplin doa dan firman. Kalau kita ingin terus mengenali suaraNya, jangan mengabaikan disiplin rohani ini.


Dipungut OPH dari

Warta GKKK Mabes 29 Maret 2009

SETIA SAMPAI MATI




Perhatikanlah akhir hidup dari para rasul zaman Perjanjian Baru dan kita akan mengetahui apa arti sebenarnya dari kesetiaan yang sejati :
Matius mati ditusuk dengan pedang di sebuah kota, jauh di wilayah Etiopia.
Lukas digantung di atas sebuah pohon zaitun di negeri Yunani
Yohanes dimasukkan ke dalam sebuah kuali berisi minyak mendidih, tetapi dapat selamat berkat pemeliharaan Tuhan yang luar biasa, kemudian ia dibuang ke Pulau Patmos.
Petrus mati disalib dengan kepala di bawah di Roma
Yakobus saudara dari Yohanes dipancung kepalanya di Yerusalem
Filipus digantung di atas sebuah tiang di kota Hieropolis (daerah Phrygia).
Andreas diikat pada sebuah kayu salib, namun dengan penuh keberanian ia terus berkhotbah kepada orang-orang yang menganiayanya sampai ia mati.
Tomas mati dengan tombak tajam menghujam tubuhnya di Koromandel (India Timur).
Matias mula-mula dilempari dengan batu, sebelum kemudian kepalanya dipancung.
Barnabas dilontari baru sampai mati oleh orang-orang Yahudi si Salonika.
Paulus setelah mengalami banyak aniaya akhirnya kepalanya dipancung di kota Roma.
Yakobus, murid Kristus yang lain, dilemparkan dari puncak sebuah bangunan, kemudian dipukuli dengan tongkat sampai mati.
Markus bertahan di kota Alexandria, walau ia pernah diseret sepanjang jalan kota itu.Tuhan Yesus berfirman : “Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan.” (Why 2:10)

Dipungut OPH dari Buku
Embun Sorgawi
Pdt. Ishak Sugianto

MENGAMPUNI SELALU


Ini sebuah kisah tentang dua orang sahabat karib yang sedang berjalan melintasi gurun pasir. Di tengah perjalanan, mereka bertengkar dan salah seorang menampar temannya.Orang yang kena tampar, merasa sakit hati, tapi tanpa berkata-kata, dia menulis di atas pasir : ”HARI INI SAHABAT TERBAIKKU MENAMPAR PIPIKU.”

Mereka terus berjalan, sampai menemukan sebuah oasis, di mana mereka memutuskan untuk mandi. Orang yang pipinya kena tampar dan terluka hatinya, mencoba berenang. Karena tidak pandai berenang ia nyaris tenggelam, namun sahabatnya berhasil menyelamatkannya. Ketika dia mulai siuman dan rasa takutnya hilang, dia menulis di sebuah batu : ”HARI INI SAHABAT TERBAIKKU MENYELAMATKAN NYAWAKU.”

Orang yang menolong dan menampar sahabatnya, bertanya : ”Kenapa setelah saya melukai hatimu, kamu menulisnya di atas pasir dan sekarang kamu menulis di sebuah batu?”Temannya sambil tersenyum menjawab : ”Ketika seorang sahabat melukai kita, kita harus menulisnya di atas pasir agar angin maaf datang berhembus dan menghapus tulisan itu. Dan bila sesuatu yang luar biasa baik terjadi, kita harus memahatnya di atas batu hati kita, agar tidak bisa hilang tertiup angin.Dalam hidup ini sering timbul beda pendapat dan konflik karena sudut pandang yang berbeda. Oleh karenanya cobalah untuk saling memaafkan dan melupakan masa lalu.Since we all need forgivenss, we should always be forgiving.Efesus 4:32, Kolose 3:13


Di”pungut” dari warta GKKK Mabes

22 Pebruari 2009 - OPH

HADIAH LULUS UJIAN - Readers' Digest


Komedian, David Brenner, berasal dari keluarga miskin. Ketika ia berhasil dalam ujian akhir di Sekolah Menengah Umum, ia diberi hadiah yang tak terlupakan.”Beberapa teman saya menerima hadiah berupa pakaian baru, dan yang kaya mendapat mobil baru”, kenangnya. ”Setelah saya menerima ijazah, ayah saya mendekat dan mengucapkan selamat kepada saya, dan memasukkan tangannya ke dalam sakunya lalu mengeluarkan sesuatu. Saya mengulurkan tangan , membuka telapak, dan membiarkan ayahku menaruh hadiah itu ke dalam telapak tanganku – sebuah logam lima ratus rupiah!Kemudian ia mengatakan kepadaku, ”Belilah sebuah surat kabar dengan logam itu. Bacalah setiap kata yang ada di dalamnya. Kemudian bukalah halaman kolom iklan dan temukanlah pekerjaan untuk dirimu. Ceburkanlah dirimu ke dalam dunia. Sekarang, semuanya milikmu.””Saya selalu berpikir bahwa itulah sebuah lelucon yang paling lucu yang pernah dipertontonkan ayah kepada saya, hingga beberapa tahun lalu di Angkatan Bersenjata, saya duduk di sebuah ruangan kecil memikirkan keluarga dan kehidupan saya. Di situlah saya kemudian menyadari bahwa teman-teman saya telah menerima HANYA mobil baru, atau HANYA pakaian baru. Ayah saya telah memberi saya seluruh dunia. Adakah pemberian yang lebih besar daripada itu?”


Dipungut OPH dari buku

1.500 Ceritera BermaknaFrank Mihalic, SVD

SANG PEMENANG - John William Smith


Pertandingan Sepakbola Anak-Anak

Sepakbola telah menjadi permainan yang sangat popular. Tidak saja disukai oleh pria, namun sekarang banyak perempuan yang menyukainya. Juga anak kecil. Suatu kali diadakan pertandingan sepabola anak-anak usia 5-6 tahun. Pertandingan ini diatur seperti sebenarnya dengan melibatkan wasit, seragam dan orangtua. Terdapat dua tim yang bertanding yakni tim A dan tim B.


Scotty Frustasi

Setelah imbang tanpa gol di babak pertama, pelatih Tim A menarik semua pemain andalnya dan hanya menyisakan pemain terbaiknya yang menjadi penjaga gawang. Sedangkan pelatih Tim B tetap mempertahankan para pemain terbaiknya. Dengan demikian, permainan menjadi tidak berimbang. Dengan segera penjaga gawang tim (Scotty) menjadi bulan-bulanan serangan Tim B. Scotty bermain luar biasa, namun sulit mengatasi serangan tiga atau empat pemain lawan sekaligus. Walau ia sudah berusaha sekuat tenaga dan melemparkan tubuhnya mencegat bola, segera saja gawangnya kebobolan. Dua gol sudah disarangkan ke gawangnya!Gol-gol yang menghujam membuatnya marah. Ia tidak rela gawangnya kebobolan. Ia berteriak-teriak, berlari-lari, melompat ke sana ke mari. Namun apa daya, sepakbola adalah permainan kelompok. Satu orang lawan dihadang, bola segera dioper ke pemain lainnya yang kemudian mencetak gol yang ketiga!Rupanya pertandingan ini disaksikan oleh kedua orang tua Scotty. Sang ayah sangat bersemangat memberikan dukungan buat anaknya terkasih. Tanpa melepas dasinya selepas kerja di kantor , ia dan istrinya segera berteriak-teriak menyemangati sang anak. Sang anak yang menyadari tak mungkin upayanya sendiri mencegah gol, awalnya tidak pantang menyerah namun segera ia menjadi putus asa. Ia merasa sangat gagal. Jim, sang ayah, menjadi gelisah. Dari pinggir lapangan, ia berteriak-teriak, ”Tidak apa-apa, tidak apa-apa!” Jim merasakan kesedihan anaknya.Setelah gol keempat, Scotty memungut bola dari gawangnya , memberikannya kepada wasit ---- dan kemudian ia menangis tanpa suara! Hanya air mata besar-besar menetes dari mata turun ke pipinya. Scotty berlutut dan menutup matanya, menangis karena putus asa dan sedih.


Papa Bangga!

Jim walau dilarang istrinya karena takut membuat Scotty malu, tetap memasuki lapangan. Ia tahu seharusnya tidak boleh melakukan hal itu karena pertandingan masih berlangsung. Dengan segala asesoris baju kantornya, ia berlari masuk ke lapangan. Kemudian ia angkat sang anak hingga semua orang tahu Scotty adalah anaknya. Dipeluknya sang anak dan iapun menangis bersamanya. Digendongnya Scotty menuju luar lapangan sambil berkata,”Scotty, papa bangga padamu. Kamu hebat sekali tadi. Saya ingin semua orang tahu kalau kamu adalah anakku.” Sambil menangis tersedu, sang anak menjawab,”Papa, saya tidak bisa menghentikan mereka. Saya sudah mencobanya, pa. Saya terus berusaha, namun mereka terus mencetak gol.””Scotty, tidak masalah seberapa banyak mereka mencetak gol, kamu tetaplah anak papa dan papa bangga padamu. Papa ingin kamu kembali ke lapangan dan menyelesaikan pertandingan. Walau papa tahu kamu ingin berhenti bermain, kamu tidak boleh berhenti sekarang. Nak, kamu akan dikalahkan lagi, tetapi tidak penting. Ayo, masuklah sekarang.” Kata-kata sang ayah membawa perubahan. Walau lawan mencetak dua gol lagi, itu tidak penting.


Renungan

Saat”dikalahkan” setiap kali, kita terus berusaha keras. Kita mungkin menggerutu dan marah. Godaan dan dosa terus menarik kedagingan kita dan membuat Setan tertawa. Saat Iblis mencetak ”angka kemenangan” , air mata kita menetes dan kita jatuh berlutut – merasa berdosa, terhukum dan tak berdaya. Kemudian Bapaku – Bapaku bergegas masuk lapangan dan di hadapan cemoohan dan ejekan semua orang, Ia mengangkat dan memeluk kita dan berkata, ”Aku sangat bangga padamu. Kau hebat sekali tadi. Aku ingin semua orang tahu kalau kamu adalah anakKu..”


Disusun ulang oleh OPHDari Buku

It’s your time to Shine

PENGEMUDI BARU - Charles R. Swindoll


Rintangan dalam Pekerjaan

Aaron seorang pemuda Kristen. Suatu kali ia berdoa memohon kepada Allah agar diberi pekerjaan dalam bentuk dilibatkan dalam tugas penginjilan. Setelah menunggu berminggu-minggu akhirnya ia pun mengalihkan upayanya untuk mencari pekerjaan di iklan lowongan kerja. Karena memerlukan uang untuk membayar uang kuliahnya, ia pun akhirnya terpaksa menerima pekerjaan sebagai supir bus di daerah Chicago Selatan yang terkenal sebagai daerah yang berbahaya. Sebentar saja ia harus menerima kenyataan betapa berbahayanya tugas yang diembannya. Sekelompok pemuda brandal anggota geng yang menumpang di busnya dengan sengaja tidak membayar tiket bus dan mengejek Aaron. Akhirnya Aaron menganggapnya hal tersebut sudah cukup dan keesokan harinya saat para pemuda brandal tersebut memperlakukannya dengan cara yang sama, ia pun menghentikan busnya dan melaporkannya ke polisi. Polisi segera meminta para brandal itu membayar dan setelah itu sang polisi pun turun. Setelah beberapa tikungan, para brandal yang tidak senang kemudian membalas tindakan Aaron dengan menghajarnya sampai Aaron terluka. Darah membasahi kemejanya, dua giginya tanggal, kedua matanya bengkak, uangnya hilang dan busnya kosong! Aaron sangat benci kepada para brandal tersebut. Kebingungan, kemarahan, kekecewaan bagaikan bahan bakar yang mengobarkan api akibat rasa sakit di tubuhnya. Ia pun mulai mempertanyakan Allah, “Di mana Allah saat semua ini terjadi? Bukankah aku sungguh-sungguh ingin melayaniNya, tetapi inilah yang aku dapatkan?”Aaron kemudian memutuskan untuk mengajukan tuntutan. Dengan bantuan polisi yang bertemu dengan geng itu dan beberapa orang yang memberikan kesaksian melawan para berandal, akhirnya para berandal tersebut dijebloskan ke penjara. Beberapa hari kemudian sidang kasusnya diadakan di depan hakim.


Penanggung Hukuman

Saat Aaron dan pengacaranya memasuki ruang sidang, pandangan marah para anggota geng yang berada di seberang ruangan mengikutinya. Tiba-tiba ia diingatkan sesuatu. Pikirannya dipenuhi oleh belas kasihan. Hatinya terbuka bagi para pemuda yang telah menyerangnya. Di bawah kuasa Roh Kudus, ia tidak lagi membenci mereka – ia mengasihani mereka! Mereka membutuhkan pertolongan, bukan kebencian. Apa yang dapat dilakukan atau dikatakannya? Tiba-tiba Aaron dengan mengejutkan semua orang (termasuk pengacaranya sendiri) bangkit berdiri dan meminta izin untuk berbicara. “Yang Mulia, saya mohon Anda menjumlah semua hari hukuman yang harus dijalani masing-masing orang ini – dan saya mohon Anda mengizinkan saya untuk menjalani hukuman penjara itu menggantikan mereka.: Hakim terdiam, pengacara kedua pihak tercengang. Saat Aaron memandang para anggota geng itu (yang menatapnya dengan mata terbelalak dan mulut ternganga), ia tersenyum dan berkata pelan, “Ini karena saya mengampuni kalian.”Sang hakim pun terpaku. Setelah ketenangannya kembali, sang hakim berkata dengan tegas,”Anak muda, kau menyalahi peraturan. Hal seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya!” Anak muda itu menjawab dengan penuh hikmat. “Oh ya, ini sudah pernah terjadi, Yang Mulia... ya, sudah pernah. Hal ini terjadi lebih dari 19 abad yang lalu ketika seorang pria dan Galilea membayar hukuman yang layak diterima oleh seluruh umat manusia.”Selama tiga atau empat menit berikutnya, tanpa gangguan , ia menjelaskan bagaimana Yesus mati menggantikan kita, untuk membuktikan kasih dan pengampunan Allah. Permintaannya tidak dikabulkan, tetapi anak muda itu mengunjungi para anggota geng tadi di penjara, membawa sebagian besar dari mereka kepada Kristus, dan memulai penginjilkan yang besar kepada banyak orang di daerah Chicago Selatan.


Disusun ulang OPH dari Buku

It’s your time to Shine!

TINDAKAN RAHASIA - Donald E. - Vesta W Mansell


Pengantar
Sir Ernest Shackleton, seorang penjelajah Antartika yang terkenal dari Inggris, suatu kali ditanya tentang saat paling buruk yang dialaminya di benua yang beku tersebut. Orang mungkin mengira ia akan bercerita tentang badai salju kutub yang dahsyat, tetapi tidak. Sebaliknya, ia mengatakan bahwa saat paling buruk datang suatu malam ketika ia dan anak buahnya berkerumun di sebuah gubuk darurat dan bekal yang terakhir sudah dibagikan! Hal ini berarti bila badai tidak juga reda maka hari berikutnya mereka akan kelaparan dan selanjutnya tanpa adanya pertolongan dari luar berarti ajal pun menjelang.

Tindakan Rahasia
Setelah semua anak buahnya mendengkur, Shackleton tetap terjaga, matanya setengah terpejam. Tiba-tiba ia melihat gerakan sembunyi-sembunyi dari salah seorang anak buahnya. Sambil memicingkan mata ke arah pria tadi, ia melihatnya diam-diam menggapai ke salah satu pria yang lain dan melepaskan tas biskuit dari ranselnya.
Shackleton terkejut! Sampai detik itu ia telah mempercayakan nyawanya kepada pria itu. Sang bawahan telah dipercaya memegang seluruh perbekalan. Sekarang ia menjadi ragu-ragu. Tindakan anak buahnya sangat mencurigakannya dan mengarah kepada pencurian.
Namun kemudian, saat ia memperhatikan, ia melihat pria itu membuka tas biskuitnya sendiri. Lalu ia mengeluarkan potongan makanannya yang terakhir, diam-diam menaruhnya dalam tas pria tadi, dan mengembalikannya ke ranselnya!
Saat Shackleton menceritakan kisah tadi, ia berkata,”Saya tak berani menyebutkan nama pria itu kepada kalian. Saya rasa tindakannya adalah rahasia antara dirinya dan Allah.” Anak buahnya memang luar biasa. Memberi tanpa terlihat orang lain. Kalau Shackleton memberitahunya berarti ia membuat niat baik anak buahnya tidak tersampaikan!

Dipungut OPH dari buku
It's Your Time To Shine!
Alice Gray

TEKA-TEKI


Aku selalu menemanimu.
Aku penolongmu yang hebat,
atau bebanmu yang sangat berat.
Aku akan mendorongmu ke dalam kegagalan.
Aku sepenuhnya berada di bawah perintahmu.
Separuh dari yang kaukerjakan sebaiknya kauserahkan
kepadaku dan aku akan bertindak dengan cepat dan benar.
Aku mudah dikendalikan – kau hanya perlu tegas kepadaku.
Tunjukkan dengan jelas bagaimana kauingin sesuatu itu
dilakukan, dan setelah mempelajarinya beberapa kali aku akan
melakukannya secara otomatis.
Aku pelayan dari semua orang hebat, juga hamba kegagalan.
Orang-orang yang hebat, telah kubuat menjadi hebat.
Orang-orang yang gagal, telah kubuat gagal.
Aku bukan mesin, meskipun aku bekerja dengan ketelitian
mesin yang tinggi ditambah kecerdasan manusia.
Kau dapat memanfaatkan aku untuk memperoleh keuntungan
atau kegagalan- itu tak ada bedanya bagiku.
Ambillah aku, latihlah aku, bersikaplah tegas kepadaku,
maka aku akan menaklukkan dunia di bawah kakimu.
Bersikaplah lunak kepadaku, maka aku akan menghancurkanmu.
Apakah aku?

Aku adalah kebiasaan!

Dipungut OPH dari Buku
Mengejar Pelangi
Alice Gray

ORANG PENTING - Kendra Smiley


Sahabat
Jane dan Kendra telah menjadi teman karib sejak berusia 4 tahun. Mereka berdua tinggal bertetangga dan tumbuh bersama hingga dewasa.
Saat masih kecil, keduanya hampir selalu makan siang bersama. Ibu mereka bahkan mengijinkan keduanya menikmati sajian utama di rumah salah seorang dari mereka dan pencuci mulutnya di rumah yang lain. Keduanya selalu meneliti daftar menu di rumah masing-masing, lalu saling memberitahu hasil penelitan masing-masing.
Keduanya berjalan-jalan, bersepeda, dan akhirnya bermobil bersama-sama ke sekolah hampir setiap hari selama tiga belas tahun, dan mendapat guru yang sama sejak duduk di Taman Kanak-Kanak hingga kelas enam. Kendra lahir pada tanggal 22 Pebruari.

Ulang Tahun Orang Penting
Di awal Pebruari , ketika keduanya duduk di kelas satu, guru di kelas sedang membahas sepintas lalu mengenai kejadian-kejadian yang akan datang. Ada hari Valentine, begitu kata sang guru dan ulang tahun dua orang penting. “Tahukah kalian siapa mereka?” tanya sang guru. Seorang murid langsung menyebut nama Abraham Lincoln, namun semua murid tidak tahu siapa orang yang satunya lagi. Lalu sekonyong-konyong , Jane mengacungkan tangan. “Ya?” tanya guru kami. “Kendra lahir pada bulan Pebruari,” kata Jane dengan bangga.
Fakta bahwa Jane yakin telah menyebutkan nama seorang penting yang lahir pada bulan Pebruari dan menjawab pertanyaan sang guru, memberikan gambaran tentang arti sebuah persahabatan.
Seorang sahabat selalu mengingat persahabatannya. Ia mengingat hal-hal yang penting dalam kehidupan sahabatnya. Tidak semua orang punya sahabat. Sungguh beruntung kalau kita memiliki seorang sahabat. Namun demikian seorang sahabat pun bisa suatu kali meninggalkan kita. Hanya ada satu Sahabat Sejati. Ia tidak pernah meninggalkan kita. Ia lah Yesus Kristus! Maukah kita menerimanya sebagai Sahabat kita? Ia selalu mengetahui yang terbaik untuk kita.

Dipungut OPH dari Buku
The Right Choice
Kendra Smiley

Kamis, 09 April 2009

Persahabatan


Charlie dan istrinya Carol sudah menjadi tetangga sebelah rumahku sejak aku pindah ke sini beberapa tahun lalu. Kami bergaul dengan akrab, dan kedua anak laki-lakinya dahulu sering memotong rumput di halaman rumah kami. Kemudian suatu hari Charlie dan aku berselisih pendapat tentang satu hal yang aku sudah tidak ingat lagi. Lalu kami tidak saling berbicara lagi. Carol dan aku hanya melambaikan tangan saja kalau kami kebetulan berpapasan di jalan raya, tetapi Charlie bahkan membuang muka. Situasi ini sungguh tidak nyaman, tetapi aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Tuhan tahu.
Pasangan yang baru saja membeli tanah pertanian di seberang tempat kami, Bob dan Rosemary, sedang menantikan kelahiran bayi pertama mereka, dan semua tetangga sangat gembira sebab sudah lama sekali tidak ada bayi baru yang lahir di jalan tempat kami tinggal. Ketika Rosemary meneleponku dari rumah sakit untuk mengabarkan bahwa dia dan Bob telah mendapatkan seorang bayi laki-laki, aku senang sekali, sebelum dia memintaku untuk menelepon beberapa tetangga yang lain mengabarkan kabar gembira itu.
“Jangan lupa Charlie dan Carol,” katanya, karena dia tidak tahu bahwa kami tidak saling berbicara. “Mereka sudah sibuk menyiapkan rajutan dan menjahit macam-macam.” Aku menelepon semua tetangga yang tinggal di jalan itu, kecuali Charlie dan Carol. Akhirnya aku tidak mampu menundanya lebih lama lagi, aku telah berjanji kepada Rosemary.
Aku menelepon nomor telepon mereka sambil menahan napas. Charlie menjawab dengan suara yang riang dan ramah seperti yang kuingat dahulu. Segera kusampaikan kepadanya berita tentang bayi yang baru lahir itu sebelum dia memutuskan pembicaraan telepon itu. Ternyata tidak. “Wah, hebat sekali,” katanya. “Kamu baik sekali mau meneleponku.” “Sebenarnya Rosemary yang memintaku,” kataku, “tetapi aku senang bisa berbicara lagi denganmu.”
“Aku juga,” kaca Charlie, dan kami melanjutkan dengan obrolan tentang berbagai macam hal yang telah terjadi dalam kehidupan kami. Tahun-tahun yang kami lewatkan dalam ketegangan telah berlalu. Tuhan sudah menemukan jalan untuk memulihkan hubungan kami sebagai tetangga lagi.

Dipungut OPH dari
Daily Guideposts (Renungan Setiap Hari), Feb 2007

YANG BAIK DARI YANG "BURUK" - Kendra Smiley




Tidak Akur yang Melelahkan
Selama beberapa tahun , Kendra telah menjadi guru sekolah. Pada satu tahun ajaran, Kendra menghadapi sekelompok siswa kelas empat yang tidak begitu akur satu sama lain. Mereka hampir selalu berselisih paham dan bertikai. Mereka menghormati Kendra dan adalah pendengar yang baik, tetapi mereka selalu bertengkar satu sama lain.
Pada hari yang sangat melelahkan, perselisihan mereka itu akhirnya menghabiskan kesabaran. Kendra sudah muak dengan sikap buruk mereka. Kurang lebih tiga menit sebelum istirahat, ia meminta para siswa untuk mengeluarkan sehelai kertas dan pensil.

Mencari Kebaikan
”Tuliskan nama kalian di ujung atas kertas,” Kendra memulai. “Pada baris berikutnya Ibu ingin kalian menuliskan nama orang yang paling tidak kalian inginkan menjadi teman sebangku kalian. Lalu lipat kertas kalian.” “Apakah kami hanya menuliskan satu nama?” banyak yang bertanya demikian. “Bolehkah saya membuat sebuah daftar?” tanya seorang siswa yang kelihatannya tidak setuju. “Hanya satu nama saja!” jawab saya dan berhenti sejenak hingga tugas itu diselesaikan oleh semua siswa. “Sekarang beri nomor 1,2,3 pada kertas kalian dan tuliskan tiga kebaikan orang yang namanya kalian tuliskan di atas kertas. Tuliskan tiga hal yang patut dipuji dari orang tersebut.”
Tanggapan para siswa pun seperti sedang disuruh untuk mendaki Gunung Everest tanpa alas kaki! “Saya tidak bisa!” atau “Ini mustahil!” Kendra yang tidak terlalu mengetahui soal motivasi dan kurang mengenal siswa-siswa kelas empat menjawab, “Begitu selesai, kalian boleh keluar kelas untuk istirahat.”

Kejelekan?
Para siswa pun menyelesaikan dan mengumpulkan tugas itu. Ternyata “latihan” ini telah menimbulkan perubahan besar bagi para siswa. Keadaannya tidak sama lagi. Mereka saling menghormati dan menghargai satu sama lain sepanjang sisa tahun ajaran itu. Mereka memperlakukan satu dengan lain secara lebih ramah. Hal itu menimbulkan perbedaan yang positif (walaupun tidak berlangsung selamanya) dalam sikap dan interaksi mereka. Para siswa memilih untuk memuji seseorang dan perselisihan mereka pun mereda! Memilih memuji seseorang adalah pilihan yang baik, pilihan yang memberi kekuatan.

Dipungut OPH dari Buku
The Right Choice
Kendra Smiley

TIPUAN YANG AMAN? Alan Cliburn


Pengantar
Sam dan temannya Joel bekerja mengisi waktu sewaktu liburan sekolahnya. Mereka bekerja sebagai supir. Suatu kali saat truk yang dipakainya masuk bengkel, Pak Kramer – sang pemilik perusahaan - menyuruh keduanya memakai salah satu mobil perusahaan. Sebenarnya paket-paket yang dikirim hanya memerlukan satu orang pekerja saja, tapi Pak Kramer menyuruh mereka berdua berangkat sekaligus meminta Sam untuk belajar administrasi yakni meminta tanda tangan penerima barang yang dikirim. Karena sudah mengirim barang ke daerah yang sudah dikenal, maka pekerjaan mereka cepat selesai.

Menghadapi Godaan
Karena hari masih siang, Joel ingin memanfaatkan waktu yang tersisa untuk bersantai-santai di ”pusat rekreasi keluarga”. Sam terkejut dan mencoba membantahnya. ”Santai saja” sela Joel. ”Maksudku, percayalah kepadaku untuk mengaturnya. Aku jamin segalanya akan beres.” Joel pun keluar dari mobil, namun Sam tetap duduk di belakang kemudi. Memang Joel sering bersikap licik namun sampai ini belum pernah tertangkap basah, hanya kali ini ia mengajak Sam untuk melakukannya.
Joel pun mengancam Sam, ”Mau ikut tidak?” Saat dibantah ia pun beragumen,”Jangan kaku begitu, atau agamamu melarang orang bersenang-senang?” Diingatkan bahwa Pak Kramer sudah mengeluarkan uang membayar gaji mereka tidak untuk bermain, Joel kembali membantah,”Kramer tak akan tahu apa-apa. Apakah orang Kristiani tidak boleh melakukan sesuatu?”
Sam sudah tergoda. Ia pun bertanya,”Apa yang akan kita katakan pada Pak Kramer kalau kita terlambat satu jam?” Joel menyeringai,”Ban kita kempes!” Sam pun kembali bertanya,”Bagaimana, kalau ia minta nota kalau kita menambalnya?” ”Bilang saja, kita tidak membawanya ke bengkel. Kita pasang sendiri ban cadangannya. Kita mendapat kesulitan dengan dongkrak dan perlu waktu lama. Tipuan ini mudah dan aman! Ayolah.”
Sam sudah ingin mengikuti saran Joel untuk memperlihatkan bahwa kekristenan itu bukanlah sekedar hukum dan peraturan. Namun sesuatu terus mengatakan bahwa hal itu salah walau Sam berusaha menyangkalnya. Akhirnya, ”Aku akan kembali bekerja, Joel”, kata Sam tanpa sadar. Joel pun mengomel, ”Jangan jadi pengecut seumur hidupmu.” yang dijawab Sam dengan menjalankan mesin mobil. ”Aku tidak akan melupakan hal ini, Turner” tandas Joel.

Hikmah
Saat mereka kembali ke perusahaan, Rex yang bekerja di bagaian mesin pengangkut meminta bantuan mereka berdua. Joel mendesis marah, ”Terima kasih padamu, kita harus bekerja di dalam gudang yang panas itu sepanjang sore!” Joel selanjutnya menjaga jarak dengan Sam dengan bekerja di ujung bangunan gudang yang lain.
Beruntunglah Pak Kramer memanggil mereka ke kantornya yang dingin. Pak Kramer menanyakan laporan perjalanannya kepada Sam yang memang masih tertinggal di mobil. Sewaktu mau mengambil laporan, Pak Kramer menahannya sebentar karena ia ingin menyampaikan pujian yang diterima perusahaan dari para pelanggannya. Atas prestasinya, Pak Kramer sangat bangga walau awalnya ia ragu-ragu memperkerjakan pemuda seusia mereka, bahkan ia menawarkan pekerjaan pada mereka seterusnya. Keduanya bersedia, hanya harus paruh waktu kalau sekolah sudah mulai.
Pak Kramer mengemukakan bahwa karena kejujuran Sam lah ia diterima bekerja. Joel langsung menimpali,”Oh, ia sungguh-sungguh jujur,” sambil melirik sebal. Saat hendak kembali bekerja, Pak Kramer bertanya, ”Oh ya, apakah kau tadi mengalami kesulitan dengan mobil, Sam?” Yang dijawab, tidak sama sekali. ”Bagus. Setelah kalian berangkat, aku baru teringat bahwa mobil yang kalian bawa itu tidak punya ban cadangan,” jelas Pak Kramer. Joel pun menelan ludah. ”Tak ada ban cadangan”.
”Aku lega ban mobil kalian tidak kempes” Pak Kramer berkata sambil tersenyum. Setelah Sam meninggalkan kantor untuk mengambil laporan, Joel membuntutinya dan bertanya, ”Apakah kau tahu kalau mobil kita tadi tidak ada ban cadangan?” ”Tentu saja tidak” jawab Sam jujur. ”Astaga, jika saja tadi aku katakan pada Kramer kalau ban kita kempes dan kita menggatinya sendiri...” Sam bergegas ke mobil sambil tersenyum. Joel dan tipuannya yang mudah dan aman! Seandainya ia menyerah pada bujukan itu dan ikut serta dalam rencananya, ia yang tertipu. Bisa-bisa ia menjadi penganggur karenanya.

Disusun ulang OPH dari buku
Mengejar Pelangi
Alice Gray

SURAT ANAK SEKOLAH MINGGU




A Teacher’s reconsecration mengisahkan tetang seorang kepala perawat rumah sakit yang merawat seorang anak lelaki berusia 9 tahun yang sekarat. Dengan pengamatan dan pengeahuan medisnya, ia jelas tahu bahwa anak ini sudah tidak dapat tertolong lagi. Ia melangkah ringan dan dengan suara lembut bertanya apakah anak ini ingin menyampaikan berita kepada ibunya (yang saat itu untuk sementara meninggalkan dia, pulang ke rumah untuk mengasuh adiknya yang masih bayi). “Ya,” jawab si anak. “Beritahukan kepada Mama bahwa saya meninggal dalam kondisi yang penuh bahagia sebagai anak Tuhan Yesus.” “Masih ada hal yang lagi, Nak?” “Ya,” sahutnya “Tolong tuliskan sepucuk surat kepada guru Sekolah Minggu saya bahwa saya meninggal sebagai seorang Kristen, dan saya tidak pernah melupakan pengajaran Sekolah Minggu yang diberikannya kepada saya.” Beberapa menit setelah itu, anak ini meninggal dengan tenang. Dua minggu kemudian, sang kepala perawat rumah sakit menerima sepucuk surat dari guru Sekolah Minggu anak itu, yang berbunyi demikian, “Allah telah menaruh belas kasihan kepadaku. Tepat hari ini sudah dua bulan lamanya saya berhenti mengajar Sekolah Minggu sebab saya merasa bahwa pengajaran saya tidak menghasilkan apa-apa. Dengan penuh frustasi saya telah menyerahkan semua materi pengajaran dan alat peraga kepada kepala sekolah Sekolah Minggu. Setiba di rumah, surat Anda tiba dengan berita dari anak Sekolah Minggu saya. Saya tersentak dan sadar bahwa setidaknya ada seorang anak lelaki yang mengatakan ia menjadi percaya melalui pengajaran saya. Oh, saya tidak menyadari bahwa sesungguhnya Tuhan telah memakai saya sebagai alat untuk memenangkan jiwa orang. Saya akan segera kembali kepada kepala Sekolah Minggu untuk meneruskan pelayanan Sekolah Minggu demi nama Kristus sendiri, dan saya akan menjalankan pelayanan ini dengan setia hingga akhir.”

Dipungut OPH dari buku
Berkenan di Hati Alah
Dr. Jenny Wongka

SURAT - Dodie Davis




Dodie memandang dengan tatapan tak percaya pada surat yang berada di tangannya. Menantu laki-lakinya, Mike, menulis di surat itu bahwa sebagai nenek ia tidak akan pernah bertemu dengan ketiga cucu perempuannya – Megan, Amanda dan Sarah - lagi! Hatinya sungguh hancur membaca larangan itu.

Latar Belakang
Mike telah menikah dengan anak Dodie , Kari, selama beberapa tahun. Saat itu Kari berusia 24 tahun dan telah memiliki 2 anak perempuan dan 1 anak perempuan yang sedang dikandungnya. Usia muda tidak menjamin ia terbebas dari penyakit mematikan terbukti saat Kari menderita tumor otak ganas yang tidak dapat dioperasi! Kemoterapi dan induksi secara intensif hanya dapat menghentikan pertumbuhan tumor itu sementara. Delapan belas tahun kemudian, sakit Kari bertambah parah. Ia sudah tidak bisa lagi berperan sebagai ibu dari ketiga anaknya karena tubuhnya sudah terlalu lemah. Sehingga Dodie mengambil alih peran tersebut. Kehadiran Dodie membuat Mike menjadi tertekan. Ia merasa jengkel dengan hubungan Dodie dan Kari serta kedekatan Dodie dengan ketiga anaknya.
Kejengkelan Mike ditunjukkan dengan melarang Dodie untuk bertemu dengan ketiga cucunya saat Kari menghabiskan sisa hidupnya selama 6 bulan dalam perawatan bagi penderita kanker kronis. Bermalam-malam Dodie menangis seorang diri. Ia hanya dapat mengunjungi Kari. Kari meninggal 2 minggu sebelum hari Thanksgiving.

Pergumulan
Natal hampir tiba ketika surat Mike tiba di tangan Dodie. Kata-kata Mike sangat menusuk hatinya. Ia sungguh tidak tahan tak bertemu Megan, Amanda dan Sarah. Malam itu Dodie memohon kepada Allah untuk memberinya kekuatan dan harapan. Ia pun teringat akan nats Alkitab,”Serahkanlah segala kehawatiranmu kepadaNya sebab Ia memelihara kamu.” Kebenaran ini memampukannya untuk tidur dalam damai sejahtera.
Namun keesokan harinya, kembali ia tenggelam dalam depresi Bagaimana dengan natal? Tidak bolehkah ia memberi kado untuk ketiga cucunya? Namun nats itu kembali terngiang di benaknya. Ia pun berdoa menyerahkan seluruh situasinya kepada Allah. Tetapi sebagian dari dirinya merasa hancur dan marah terhadap cara Mike berbicara dengan penuh kemarahan kepadanya.Ia merasa Mike sangat tidak adil. Ia bahkan berdoa apakah sebaiknya ia membawa hal ini ke pengadilan? Puji Tuhan, akhirnya ia ingat untuk berdoa selalu, ”Bantulah aku untuk menyerahkan semua ini ke dalam tanganMu, Tuhan...”

Semua karenaNya
Natal kian mendekat dan tidak terjadi apa pun. Namun kemudian, di suatu malam telepon berdering. Terdengarlah suara seorang laki-laki,”Hai... ini Mike.” Mulut Dodie terasa kering dan ia pun berusaha menjawab sopan,”Ya?” ”Saya- saya ingin minta maaf atas perlakuanku terhadap Mama,” katanya. ”Ini bukan salah mama.” Mike menyesal mencurigainya tanpa alasan. Ia merasa bahwa Dodie telah mencuri kasih sayang anak-anaknya. ”Saya mencoba bertumbuh dalam hubungan dengan Allah, namun saya masih menyimpan kemarahan terhadap mama. Saya tidak beranjak kemana pun.”
Jantung Dodie berdegup kencang ketika Mike menjelaskan bahwa Megan mengatakan kepadanya mengenai sikapnya dengan berkata,”Ketika Amanda dan saya bertengkar, papa menyuruh kami meminta maaf. Papa harus memaafkan nenek.: Mike juga mengatakan bahwa teman-temannya mendoakan dan memberikan nasihat kepadanya agar tidak memisahkan anak-anaknya dari sang nenek. Sikapnya itu justru menambah kesedihan mereka.
Mike mengakhiri percakapan selama hampir dua jam itu dengan meyakinkan Dodie bahwa anak-anaknya diperbolehkan datang ke rumah Dodie kapan saja. ”Dan,” ia menambahkan, ”kapan Ibu dapat bergabung dengan kami merayakan Natal?” Sebelum menutup telepon, Mike berkata,”Ketahuilah, saya mencintai mama.”
Dodie membalasnya, ”Mike, saya juga mencintaimu.” Dodie menutup telepon dan berseru,”Terpujillah Allah!” Doanya yang tersendat-sendat pun cukuplah. Allah masih bekerja, bahkan ketika ia tidak tahu harus berbuat apa!

Disusun ulang OPH dari buku
Kuasa Doa itu Nyata
Nancy Jo Sullivan , Jane AG Kise

BUTA HURUF


Seorang wanita Afrika yang buta fisik sekaligus buta huruf menjadi seorang Kristen. Karena bertekad untuk melakukan sesuatu bagi Kristus, ia datang kepada misionarisnya dengan membawa Alkitab dalam bahasa Perancis sekaligus meminta sang misionaris menggarisbawahi Yohanes 3:16 dengan tinta merah. Sangat mengherankan. Sang misionaris mengamati wanita itu, yang membawa Alkitabnya setiap siang sembari duduk di depan sekolah khusus anak laki-laki. Setiap bubar sekolah, ia memanggil seorang atau dua anak laki-laki dan bertanya apakah mereka tahu bahasa Perancis. Bila mereka dengan bangga mengiyakannya, ia segera berkata,”Tolong bacakan ayat yang digarisbawahi dengan tinta merah ini.” Tatkala mereka melakukannya, ia segera bertanya, “Tahukah kalian apa arti ayat tersebut?” Dan mulailah ia memperkenalkan Kristus kepada anak-anak tiap hari. Sang misionaris bersaksi bahwa bertahun-tahun kemudian ada sejumlah 24 anak muda menjadi pendeta karena hasil kerja wanita buta tersebut.
Ternyata seorang wanita bahkan yang buta huruf dan berusia senja sekalipun mampu melakukan pelayanan Injil. Wanita Afrika ini memiliki : sikap pelayanan, tuntutan pelayanan, tujuan pelayanan dan kekuatan pelayanan. Tidak heran bila dalam sisa hidupnya ia menjadi berkat bagi banyak orang.

Dipungut OPH dari buku
Berkenan di Hati Alah
Dr. Jenny Wongka

DUKACITA PELAYANAN


Dr. Helen Roseveare, seorang dokter asal Inggris, melayani hamper 20 tahun di Zaire, Afrika. Selama 12,5 tahun ia melewati padatnya tugas, namun umumnya masa itu merupakan masa yang cukup menyenangkan hati. Ia melayani sebagai satu-satunya dokter di suatu wilayah berpenduduk 500 ribu jiwa (yang hari ini kira-kira telah menjadi 1,5 juta penduduk). Tetapi dalam tahun 1964 pada masa revolusi, ia bersama para rekannya dicampakkan ke dalam penyiksaan fisik yang sangat brutal selama 5,5 bulan. Pada suatu kesempatan, tatkala Dr. Roseveare sedang dianiaya, seorang muridnya yang berusia 17 tahun datang untuk membelanya dan akibatnya ia dipukul dengan kejam dan biadab. Anak itu ditendang seperti bola hingga tewas. Dr. Roseveare menjadi sangat muak menyaksikan tindakan brutal tersebut dan sangat sedih. Pada saat itu sejenak ia merasa bahwa Allah telah meninggalkan dia, walaupun dia tidak meragukan realitas keselamatan anak tersebut. Tetapi Allah segera campur tangan dan memenuhi janjinya dengan kehadiranNya, sembari berkata demikian, ”Dua puluh tahun yang lalu engkau meminta kepadaKu hak istimewa untuk menjadi seorang misionaris, hak istiwewa terindentifikasi dengan Aku. Ini bukanlah penderitaanmu, tetapi adalah penderitaanKu.” Dr. Roseveare tersentak dengan ungkapan itu, dan walaupun kemudian ia mengalami penyiksaan brutal, ia sanggup bertahan dan tetap bersukacita sebab ia merasa bersatu dengan Kristus dalam penderitaan.
Kita tahu bahwa penderitaan itu sangat buruk dan tentu menyakitkan. Namun seperti Paulus yang merasakan bahwa bersatu dengnn Kristus itu sangatlah indah, demikian pula dengan kita, yang bisa merasakan hal yang sama jika mau memiliki sikap pelayanan seperti Paulus.

Dipungut OPH dari buku
Berkenan di Hati Alah
Dr. Jenny Wongka

DOSA KECIL - Tony Castle


Dua orang pendosa mengunjungi seorang saleh dan meminta nasihatnya. ”Kami telah melakukan kesalahan”, kata mereka, ”dan suara hati kami terganggu. Apa yang harus kami lakukan agar diampuni?”
”Katakanlah kepadaku, perbuatan-perbuatan salah mana yang telah kamu lakukan, anak-anakku”, kata orang tua itu.
Pria pertama berkata, ”Saya melakukan suatu dosa berat dan mematikan.”
Pria kedua berkata,”Saya telah melakukan beberapa dosa ringan, yang tidak perlu dicemaskan.”
”Baik”, kata orang saleh itu. ”Pergilah dan bawalah kepadaku sebuah batu untuk setiap dosa.”
Pria pertama kembali dengan memikul sebuah batu yang amat besar. Pria kedua dengan senang membawa satu tas berisi batu-batu kecil.
”Sekarang”, kata orang tua itu,”pergilah dan kembalikan semuanya ke tempat di mana kamu telah menemukannya.”
Pria pertama mengangkat batu itu dan memikulnya kembali ke tempat di mana ia telah mengambilnya. Pria kedua tidak dapat mengingat lagi tempat dari setengah jumlah batu yang diambilnya, maka ia menyerah saja dan membiarkan batu-batu itu di dalam tasnya. Katanya, pekerjaan ini terlalu sulit.
”Dosa itu seperti batu-batu itu”, kata orang tua itu. ”Jika seseorang melakukan suatu dosa berat, hal itu seperti sebuah batu besar dalam suara hatinya. Tetapi dengan penyesalan yang sejati kesalahan itu akan diampuni seluruhnya. Tetapi pria yang terus-menerus melakukan dosa-dosa ringan dan ia tahu hal itu salah, akan semakin membekukan suara hatinya dan ia tidak menyesalinya sedikit pun. Maka ia tetap sebagai seorang pendosa.
”Maka ketahuilah, anak-anakku”, saran orang saleh itu, ”adalah sama pentingnya untuk menolak dosa-dosa ringan seperti menolak dosa-dosa berat”.

Dipungut OPH dari
1.500 Ceritera Bermakna
Frank Mihalic, SVD

SANG PEMENANG - SHARON JAYNES


Pengantar
Justin Rigsbee adalah seorang siswa sekolah menengah yang ikut tergabung dalam tim renang Middle School Aquatics (MSA) dan sedang dalam perjalanan mengikuti lomba dengan tim renang sekolah lainnya. Tim renang ini beranggotakan 48 orang remaja yang berpikir sebentar lagi akan meraih kemenangan. Sebagai perenang di sekolahnya , ia bukanlah perenang yang diandalkan. Ia diikutsertakan untuk menimba pengalaman. Tim sekolahnya sendiri baru sekali ini mengikuti pertandingan antar sekolah. Setelah 3 jam perjalanan menuju arena pertandingan, akhirnya tim sekolah ini pun sampailah.

Melawan Goliat
Saat seluruh anggota tim turun dari bus, maka tampaklah lawan tanding mereka. Tim MSA memandang tak percaya pada postur tubuh mereka yang berotot bak dewa Yunani. Pak Huey, pelatih MSA, pun merasa heran. Ia memeriksa jadwal pertandingan. Tidak ada yang salah, tempat dan waktunya sudah benar.
Kedua tim berbaris di tepi kolam. Peluit berbunyi, pertandingan dimulai dan perenang-perenang tim MSA kalah. Pak Huey berpikir bahwa timnya bakal tidak mau meneruskan pertandingan, maka ia pun bertanya,”Baiklah, siapa yang ingin ikut dalam nomor 450 meter gaya bebas?” Namun beberapa anak mengangkat tangan, termasuk Justin. Pak Huey memandang wajah yang berbintik-bintiknya lalu berkata,”Justin, pertandingan ini jauhnya dua puluh putaran. Sementara kamu paling jauh baru bisa delapan putaran.” ”Oh, saya sanggup, Pak. Biarkan saya mencoba. Apalah artinya tambahan dua belas putaran?” Dengan enggan, Pak Huey menyerah. ”Bagaimana pun juga, bukan kemenangan, melainkan usahalah yang membangun karakter” pikirnya.

Terus Berjuang
Peluit berbunyi dan lawan-lawan MSA meluncur bagaikan torpedo untuk mengakhiri pertandingan dalam waktu 4 menit 50 detik. Empat menit kemudian , anggota tim MSA yang kelelahan muncul dari air. Hanya Justin seorang yang masih berenang. Ia terus mengambil napas sambil mengayuhkan tangannya mendorong tubuhnya yang kurus. Ia seperti hendak tenggelam setiap saat, namun ada sesuatu yang terus mendorongnya untuk maju. Para orang tua bertanya-tanya, kenapa sang pelatih tidak menghentikannya karena pertandingan sudah dimenangkan pihak lawan.
Para orang tua tidak menyadari akan peperangan sebenarnya yang sedang terjadi, bagaimana seorang anak laki-lai berjuang menjadi dewasa baru saja dimulai. Pelatih berjalan ke Justin, berlutut dan berbicara pelan. Para orang tua merasa lega. Namun mereka terkejut saat pelatih melangkah mundur membiarkan sang anak terus berenang.
Salah seorang anggota tim lainnya tergugah melihat keberanian temannya itu. Ia berjalan ke sisi kolam dan mulai menyoraki Justin. ”Ayo, Justin, kamu bisa! Kamu bisa! Terus! Jangan menyerah!” Teman-temannya yang lain satu per satu ikut berjalan ke sisi kolam untuk memberikan semangat. Tim lawan melihat apa yang terjadi dan begabung dengan sorak sorai itu. Sorakan para siswa yang bersahutan membuat penonton terpaku. Tak lama kemudian para orang tua yang menyadari hal ini ikut berdiri, bersorak, dan juga berdoa. Ruangan itu dipenuhi dengan semangat dan kegembiraan saat rekan-rekan Justin bersama lawan-lawannya memompa semangat seorang perenang kecil.

Sang Pemenang
Akhirnya pada menit kedua belas, Justin Rigsbee menyelesaikan putaran terakhirnya dan keluar dari kolam sambil tersenyum meski tampak kelelahan. Tadi para hadirin telah bertepuk tangan untuk perenang yang berhasil mencapai garis finis pertama kali. Namun standing ovation (sambutan sorak-sorai sambil berdiri) yang mereka berikan kepada Justin merupakan bukti bahwa Justin meraih kemenangan yang lebih besar, setelah berhasil menyelesaikan pertandingan yang sesungguhnya.

Disusun ulang OPH dari buku
Mengejar Pelangi
Alice Gray