Yesus Gembala yang Baik.

Jumat, 28 Desember 2018

Menyerahkan Anak Sendiri





Suatu hari ada seorang tukang becak yang kerjanya ngayuh becak dan mengambil kardus di Glodok. Dari menjual kardus tersebut ia bisa mendapat nafkah. Suatu hari bapak ini melakukan tugas rutinnya. Pagi hari ia pergi ke toko dan mengambil kardus di sebuah toko elektronik. Kemudian ada sesuatu yang mengganggu penglihatannya. Tidak jauh dari toko itu, ia melihat ada seorang Bapak dengan pakaian keren turun dari mobil mewah. Bapak ini berjalan dan jejak kakinya semakin terdengar mendekat kepadanya. Ia berusaha menepiskan pikirannya dengan berpikir bahwa bapak itu mau berbelanja dan tidak mungkin ke tempat dia. Dia orang miskin sedangkan bapak itu orang kaya. Tapi betapa mengejutkan ketika ia dalam posisi sedang berjongkok , langkah kaki Bapak itu berhenti di depannya dan kemudian Sang Bapak menepuknya. Dia merasa kalang kabut dan menduga-duga apakah ia salah mengambil barang orang. Lalu ia berdiri. Tetapi ketika itu ia mendengar Bapak itu memanggil dia. Dengan semangat Bapak itu kemudian berkata, “Kamu tidak mengenal saya? Sudah lama kita tidak bertemu. Dulu kita suka manjat bersama-sama. Ingat tidak kamu adalah teman SMP saya dahulu!” Akhirnya tukang becak ini mulai mengenalinya.
Dalam kondisi kumuh dan lecek pakaiannya, Tukang Becak tersebut merasa sungkan dan bergetar. Ia berusaha melarikan diri dari keadaannya dan ingin segera pamit. Tetapi pria yang mapan ini tidak melepaskannya , langsung merangkulnya dan berkata,“Sudah lama kita tidak bertemu. Hayo kita minum kopi dulu bersama-sama.” Ia tidak melepaskan rangkulannya dan mengajaknya menyeberang jalan. Terpaksa Tukang Becak mengikuti, namun ia merasa tidak pantas masuk ke warung demikian walau dia temannya. Semua orang melihatnya minum kopi di tempat kotor seperti itu. Lalu kopi dipesan. Saat itu bulan Desember menjelang natal. Pembicaraan singkat pun berlangsung, mereka saling bertanya dan menjawab. Sampailah pada pertanyaan, “Eh anak kamu berapa?” Tukang beca menjawab, “Anak saya 3 orang”. Tiba-tiba temannya berkata,”Beruntung sekali kamu!” sambil menepuk bahu Tukang Beca hingga terkejut. Padahal tukang becak berpikir beruntung adalah kalau punya mobil mewah, pakai dasi dan pakai jas. Pikirannya bergetar dan di pikirannya timbul pertanyaan dan ingin melontarkannya, “Mengapa kamu berkata saya beruntung?” Tiba-tiba si pria itu berkata, “Saya tidak punya anak!” Maka seluruh pertanyaan dalam pikiran Tukang Beca mereda. Dahulu mereka duduk satu bangku di SMP. Sang teman berkata,”Kamu kan kenal saya. Kamu boleh datang ke rumah saya. Saya minta tolong kamu. Istri saya merindukan untuk angkat anak. Kami mau angkat satu anak, tapi saya mau angkat anakmu. Terserah kamu mau kasih anak yang ke berapa kan kamu punya 3 anak. Kamu boleh datang ke rumah saya, mengingat dia sebagai anakmu dan dia ingat bahwa kamu adalah ayahnya. Kita akan menyekolahkan, memberinya makan , memelihara dan dia boleh tahu kamu bapaknya. Kalau kamu merasa sudah cukup maka kamu boleh mengambilnya kembali. Silahkan! Tetapi kalau boleh kamu kasih dia jadi anak kita.”
Pulang ke rumahnya, Tukang Beca menggebu-gebu bercerita kepada istrinya. Ceritanya dahsyat bahwa ia bertemu teman lama yang kaya. Ia mau mengangkat anak mereka menjadi anaknya. Langsung mulut istrinya terkunci. Dia terdiam. Betapa membanggakannya berita itu. Di tengah kondisi ekonomi yang sulit , uang sekolah yang mahal, dan mereka tinggal di rumah kumuh lalu tiba-tiba ada orang yang mau mengangkat anaknya sebagai anak adopsi. Mereka berdua sepakat untuk memberikan satu anaknya. Mereka bergegas ke tempat tidur dan mengangkat kelambu yang ada karena mereka tinggal di daerah kumuh yang banyak nyamuknya dan melihat ketiga anaknya yang sedang tertidur. Suaminya berkata, “Ma anak yang pertama saja. Anak pertama sudah berumur 15 tahun. Kalau disiksa dan diberi makan hanya tempe dan tahu ia bisa melarikan diri.” Istrinya berkata,”Jangan!” “Mengapa?” tanya suaminya. Istrinya  menjawab,”Wajahnya mirip saya!” Sehingga tidak jadi.
 Istrinya berkata, “Anak kedua saja”. Suaminya langsung berkata, “Wajahnya memang tidak mirip saya. Tetapi dia anak perempuan dan sifatnya mirip saya. Saya tidak mau kasih” Akhirnya jatuh pilihan ke anak ketiga, tidak ada pilihan lain. Anak ini baru berusia 4 tahun, biaya susu dan pendidikan mahal. Tiba-tiba istrinya menangis. Suaminya kaget, dia salah bicara apa? Sang Istri berkata, “Kamu tidak mengerti anak ini adalah anak penghiburan. Waktu kamu pergi mengayuh becak, setiap kali bangun tidur dan ia tidak bertemu kamu ia pasti bertanya, papa di mana?” Maka ia berusaha bangun pagi karena ingin memeluk dan menciummu. Kalau hari itu, kamu berangkat dan tidak bertemu ia akan bad mood. Lalu saya mengajak dia cuci gosok. Suatu kali waktu saya batuk, ia kaget. Lalu ia  berlari dan ternyata ia masuk ke dapur dan meminta air hangat ke tuan rumah. Tuan rumah berkata, “Kalau saya batuk anak saya yang berumur 12 tahun tidak bergerak. Dia terus bermain handphone lalu melihat saya dan berkata, “Ma, kalau batuk minum dong ma!” Sedangkan anak ini baru 4 tahun dan bisa berlari untuk mengambil air minum untukmu. Kalau punya anak seperti anakmu saya mau.” Pa, waktu kamu pulang siapa yang tidur? Ia anak yang pertama dan kedua. Yang ketiga tidak tidur. Waktu saya suruh dia tidur, dia berkata,”Papa belum pulang. Kalau papa sudah pulang, setelah itu baru saya tidur” Sang Suami pun memeluk istrinya dan menangis. Suaminya berkata, “Ma mulai hari ini, saya berjanji apa pun yang terjadi pada keluarga kita sekali pun ia orang kaya, saya tidak akan kasih anak.  Anak kita boleh hidup susah bersama kita, tetapi tidak satu pun anak yang saya kasih orang. Saya berjanji kita akan berjuang membesarkan anak kita, apa pun yang terjadi mereka tetap anak kita! Kita tidak akan kasih!” 
Kalau keluarga yang miskin saja yang mempunyai 3 orang anak, tidak rela memberikan anaknya kepada orang yang lebih kaya  , lalu apa alasan Tuhan memberikan anakNya yang tunggal kepada dunia ini? Kalau yang punya 3 anak saja, tidak mau memberikan anaknya kepada orang yang dia kenal yang sudah berjanji untuk memelihara, mencintai dan mengasuh anaknya, lalu apa alasan Tuhan memberikan anakNya kepada dunia yang jelas menolak ,membunuh, menghina dan memperlakukan  anakNya dengan kejam?
              Di dunia yang miskin satu anak saja tidak rela diberikan, apa alasan Allah? Tidak ada jawaban, kecuali hanya kembali ke Yoh 3:16.  Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Inilah Natal bahwa Allah dalam kasihNya rela memberikan anakNya kepada orang yang jelas akan menelantarkan anakNya. Yang miskin saja tidak mau memberikan anaknya kepada orang yang dikenalnya dan telah berjanji memeliharanya, tetapi Ia Allah merelakanNya!


Selasa, 15 Mei 2018

Kesaksian Charles Bonar Sirait Bebas dari Hutang






       Saya sering keluar masuk TV sehingga saya sering melihat berbagai kehidupan orang mulai dari strata paling bawah, menengah sampai artis yang sangat glamor. Saya melihat berbagai macam kemewahan seperti mobil, pakaian, teman dan lingkungan yang mewah yang harus dipelajari. Agar dapat tampil ke permukaan anda harus gemerlap seperti bintang. Saya pernah masuk ke dalam lingkungan seperti itu. Saya mau kejar kemewahan dunia untuk menempel di badan saya. 

       Apa yang saya lakukan saat itu adalah mencoba mengambil beberapa uang dari tabungan saya . Setelah itu saya pinjam dengan pihak luar yang menyediakan dengan sangat mudah. Untuk punya mobil mewah seharga Rp 800 juta, Rp 1 miliar atau Rp 2 miliar anda tidak harus punya uang sebanyak itu, anda hanya perlu membayar 5%, 10% atau 20%nya. Tanpa terasa saya mulai masuk jeratan utang. Karena kelihatannya saja mobil mewah itu nongkrong setiap hari di rumah tapi tanpa disadari argonya jalan. Argo membayar pokok dan bunganya sementara pekerjaan belum tentu ada terus, tetapi uang dan pertumbuhan asst digrogoti untuk membayar pokok dan bunganya.

       Saya akhirnya mulai merasa terganggu. Karena mulai begitu telat bayar sedikit, harus melayani telepon. Dan teleponnya bukan hanya ke saya , yang pertama digangguin adalah keluarga. Dan itu membuat saya marah. Karena saya yang berhutang tetapi kenapa anda telepon ke keluarga saya. Tetapi saya juga lupa bahwa saya punya kewajiban untuk bayar. Agak gengsi pergi ke bank untuk minta di rescheduling hutang atau minta diperpanjang tenor pembayaran. Saya kan punya nama yang harus dijaga. Saya selalu berkata-kata seperti itu kepada semua uang, masa sekarang itu kena ke diri saya. malu dong. Rasanya ingin teriak saja ke Tuhan. Bagaimana nih, mengapa saya dikasih masalah seperti ini?

       Nah itu adalah kesalahan pertama yang saya lakukan dalam hidup saya. Saya terlalu berpikir pendek  mengejar kemewahan dunia bukan mendengarkan prinsip Tuhan. Tuhan pernah mengatakan kepada kita, kalau engkau mau membangun rumah, engkau jangan membangun di atas pasir. Engkau harus membangun rumahmu di atas batu karang yang teguh. Batu karang itu adalah penghasilan, batu karang itu adalah kemampuan dan kebijakan anda untuk mengatur apa yang Tuhan berikan hari ini, tidak anda habiskan. Saya ingat itu sampai kapan pun karena itu yang menguatkan dan membuat saya menjadi lebih paham akan maksud Tuhan membuat kita hidup di dunia.

       Terus saya pikir-pikir bahwa saya masih punya teman satu lagi setelah Tuhan yaitu istri saya. Saya panggil dan saya bilang, “Kita berdoa yuk”. Masalah tidak pergi setelah berdoa. Tetapi yang pertama jiwa anda tenang. Di dalam jiwa yang tenang hampir sebagian besar masalah bisa diselesaikan. Hutang itu adalah sebuah komitmen dan keberanian yang saya lakukan juga, itu akibat yang harus saya tanggung. Maka saya harus berani melunasi hutang itu.

       Langkah pertama yang harus saya lakukan adalah membayar semua hutang saya. Dan hal yang menyakitkan saat itu kami harus menjual salah satu aset kami yaitu rumah kami dijual. Setelah itu kami bayar hutang-hutang kami. Kami kencangkan ikat pinggang dan saya mulai lihat beberapa kegiatan saya di dunia ini yang tidak terlalu perlu saya hilangkan. Bila ada teman-teman saya yang bertanya,”Kok tidak pernah kumpul lagi dan lain sebagainya” saya sampaikan, bahwa saya punya cara dan kehidupan yang baru untuk bisa menghidupi keluarga saya. Dan so far, sampai hari ini, saya bersyukur Tuhan terus memperkuat saya . Saya mau jauh hidup dari hutang dan saya tidak mau bikin hutang lagi dalam hidup saya. Saya Charles Bonar Sirait . Ini aku dan sebuah cerita.