Yesus Gembala yang Baik.

Senin, 04 Juli 2016

Susah Itu Ada Gunanya


Dalam buku Who Put My Life on Fast-Forward, penulisnya. Phil Callaway bercerita tentang pengalaman seorang temannya, Doug Nichols.
                Setelah Nichols menjalani operasi kanker usus pada bulan April 1993,dokter dengan sedih berkata kepadanya : “Maafkah saya , Doug, engkau hanya mempunyai 30 persen peluang untuk kembali pulih.”
                “Maksud dokter, saya punya 70 persen peluang untuk meninggal?” tanya Doug sambil tersenyum.
                “Saya tidak berkata begitu,” kata dokternya sambil keheranan dengan sikapnya, “ teatpi perkiraan terbaik saya adalah Anda paling banyak hanya punya waktu 3 bulan lagi untuk hidup.”
                Nichols menjawab, “Yah, apapun yang terjadi saya punya 100% peluang untuk masuk surga.”
                Ternyata 3 bulan kemudian Doug tidak mati, hanya radiasi dan kemoterapi membuatnya sangat menderita kesakitan.
                Suatu malam dalam berita TV, ia dan isterinya mendengar pemberitaan tentang perang saudara di Rwanda. Di sana terjadi pembantaian yang sukar untuk dapat dipercaya. Karena selain jumlah orang yang dibantai sangat besar – lebih dari 1 juta orang – juga karena pembantaian itu kebanyakan dilakukan oleh para tetangga dan sahabat-sahabat mereka sendiri. Ribuan penduduk Rwanda melarikan diri menyeberangi perbatasan menuju Zaire dan tinggal bergerombol di kamp-kamp pengungsi yang kotor dan sangat minim sarana. Penyakit seperti kolera berjangkit dengan cepat. Dimana-mana korban berjatuhan, dalam waktu hanya 3 hari saja sudah 50.000 jiwa meninggal dunia. Mendengar semua itu hari Doug dan isterinya , Margareth, merasa hancur. Tetapi apa daya mereka?
                Ternyata kemudian mereka memutuskan untuk pergi bersama dengan tim dokter dan perawat berangkat ke Rwanda. Di sana Doug berkenalan dengan seorang pemimpin Kristen Rwanda. Orang itu mempekerjakan 300 orang pengungsi sebagai pemikul usungan untuk mengangkut orang yang sakit – sehingga dokter dapat memberikan pertolongan – ataupun untuk mengubur mereka yang meninggal setiap harinya.
                Suatu hari pemimpin itu mendekati Doug dengan wajah cemas, “Tuan Nichols kita menghadapi masalah. Para pemikul usungan dengan marah meminta uang tambahan upah mereka. Mereka mengancam akan mogok kerja jika tuntutan mereka tidak dipenuhi. Sementara uang telah habis. Dan jika mereka tidak bekerja, korban yang meninggal dunia akan menjadi berlipat ganda.”
                Doug meminta agar diperbolehkan berbicara langsung kepada para pengusung itu. Sambil berjalan menuju sebuah tempat bekas gedung sekolah tua yang telah habis terbakar. Doug berpikir apa yang akan ia katakan untuk meredakan kemarahan orang itu dan membuat mereka mau kembali bekerja walau tanpa upah tambahan.
                Inilah kata-kata yang Doug sampaikan kepada para pengusung yang berjumlah sekitar 300 orang itu. “Saya tidak mungkin dapat memahami penderitaan yang kalian alami, dan sekarang menyaksikan isteri dan anak-anak kalian meninggal akibat kolera; saya juga tidak akan pernah dapat memahami seperti apa itu rasanya. Mungkin kalian menginginkan lebih banyak uang untuk membeli makanan, air, serta obat-obatan bagi keluarga kalian; saya juga belum pernah berada dalam posisi seperti itu. Tidak ada kejadian tragis yang pernah terjadi dalam kehidupan saya yang setera dengan apa yang telah kalian derita. Satu-satunya yang pernah menimpa saya adalah bahwa saya mengidap kanker...” Ketika Doug akan melanjutkan kata-katanya, penterjemahnya berhenti dan berpaling kepada Doug dan bertanya kepadanya. Terjadilah dialog seperti ini :
                “Maaf Anda bilang Anda mengidap kanker?” “Ya.”
                “Dan Anda datang ke sini? Apa dokter Anda mengatakan Anda boleh datang ke sini?”
                “Ia mengatakan pada saya bahwa jika saya pergi ke Afrika, saya mungkin akan mati dalam waktu 3 hari.”                 “Dokter anda mengatakan itu dan anda masih tetap datang juga? Untuk apa? Dan bagaimana jika anda meninggal?”
                “Saya ada di sini karena Tuhan menyuruh kami datang dan melakukan sesuatu untuk orang-orang di dalam namaNya. Saya bukan pahlawan. Jika saya mati, kuburkan saja saya di lapangan di mana kalian menguburkan orang mati lainnya.”
                Penterjemah itu mulai menangis. Lalu dengan air mata masih mengalir di wajahnya ia berpaling kepada para pengusung dan mulai berpidato, “Pria ini mengidap kanker. Ia datang kemari dan rela mati demi rakyat kita. Sementara itu kita mogok kerja hanya demi mendapat sedikit uang tambahan? Kita seharusnya malu.”
                Tiba-tiba semua orang mulai berlutut dan menangis. Seorang pria merangkak menghampiri Doug dan memeluknya. Tanpa banyak bicara, mereka satu per satu kembali bekerja tanpa bersuara. Dengan kembalinya mereka bekerja, ribuan nyawa terselamatkan dan banyak yang mendengar tentang Yesus Kristus.
                Belakangan ketika penterjemah itu menceritakan kembali semuanya, Doug berpikir dalam hati. “Apa yang kulakukan? Tidak ada. Bukan kemampuanku untuk merawat orang sakit, bukan keahlianku mengorganisir. Yang aku lakukan hanyalah mengidap kanker. Tetapi Allah memakai kelemahan itu untuk menggerakan hati orang-orang.”