Kamis, 23 April 2009, saya menelpon RS Husada mencari informasi tentang Pak Lim yang nama lengkapnya Lim Huang Lin. Di sambung ke UGD tidak ada yang tahu, dioper ke Tata Usaha rawat inap ICU juga tidak dikenal. Heran juga. Kemana ya Pak Lim? Malamnya sewaktu datang ke Rumah Duka Gatot Subroto barulah saya sadar letak kesalahannya. Rupanya namanya yang tercantum bukanlah Lim Huang Lin melainkan Lao Ngeng Lim (?). Pantas saja petugas RS Husada tidak ada yang tahu...
Memang pengetahuan manusia tentang manusia lainnya sangat terbatas. Seperti kenal, namun sesungguhnya banyak hal yang tidak kita tahu. Tiga tahun sudah Pak Lim bergabung di GKKK Mabes. Yang kutahu hanyalah Pak Lim awalnya ”ditinggalkan” keluarganya dan akhirnya ditemukan oleh mertua ko Wimpi. Karena tidak ada sanak saudara yang mau menerimanya, akhirnya ia diminta datang ke GKKK Mabes. Itulah awalnya ia datang ke GKKK Mabes dan saya tahunya juga waktu dengar di acara kesaksian Persekutuan Doa (PD).
Saya lebih banyak mengenal Pak Lim sendiri melalui kesaksian-kesaksian yang ia sampaikan. Bila tidak ada kejadian yang ia bagikan, maka dengan suara lantang ia pun melantunkan lagu penyembahan kepadaNya. Sungguh semangat yang patut dipuji. Sementara banyak jemaat lain yang masih malu-malu untuk bersaksi, ia hampir setiap kali dengan bersemangat maju untuk bersaksi atau mempersembahkan pujian. Rupanya awal perkenalan di PD ditutup juga dengan perpisahan di PD.
Rabu malam, 22 April 2009 sekitar pk 7 lebih sedikit, saya tiba di ruang kebaktian mengikuti PA. Sewaktu akan masuk ruang kebaktian, A Hui memberitahukan bahwa Pak Lim dibawa ke rumah sakit karena terjatuh dari bangku dan terluka di kepalanya. Napasnya sudah sulit. Oleh rekan-rekan seiman lainnya sudah dibawa ke RS Husada. Saya tidak memiliki prasangka apa pun juga. Jadi saya masuk ke ruang kebaktian. Freddy pun sempat memberitahukan tentang peristiwa Pak Lim ini. Rupanya malam ini adalah malam terakhir Pak Lim ikut PD. Yang luar biasa, ia juga sudah mempersiapkan lagu yang akan dinyanyikannya pada kesaksian malam ini. Lagunya diambil dari lagu yang dinyanyikan waktu Paskah kemarin yakni Karna Dia Hidup Ada Hari Esok... Karna Dia Hidup Kutak Gentar... Karna Kutahu Dia Pegang Hari Esok... Hidup Jadi Berarti Karna Dia Hidup... Lalu dia tambahkan sendiri kata-kata yang ia tulis di kertas ... kata yang mengingatkan akan kasih Yesus...
Di RS Husada, ia langsung dimasukkan ke UGD setelah itu sekitar pk 22 langsung dimasukkan ke ICU. Dokter yang ada di sana berusaha untuk menormalkan kembali nafasnya , namun umurnya sudah di tangan Tuhan. Esok pagi, Ko Wimpi menulis diemail bahwa Pak Lim sudah pergi meninggalkan dunia selamanya... Sesungguhnya kematiannya luar biasa. Proses ia meninggal yang singkat itu terjadi saat ia sedang mengikuti PD. Ia sudah menyiapkan lagu terakhir yang akan ia sampaikan. Ia dibawa dan diiringi langsung oleh para saudara seiman. Kematiannya hanya memakan waktu yang sangat singkat. Wah, kalau saya dapat kehormatan seperti itu... mati di rumah Tuhan....mati saat sedang bersekutu dengan Tuhan...
Saat mengingat kembali memory akan Pak Lim, saya jadi teringat ketika pertama kali diadakan komsel di rumah ortu di Kebun Jeruk sekitar akhir 2007. Saat itu Pak Lim memberikan kesaksiannya sewaktu ia percaya kepada Yesus... Saat itu mama saya belum percaya... Lalu saat mama saya meninggal pada bulan Pebruari 2008, Pak Lim lah yang membantu menjaga ruang duka di Rumah Duka Husada pada malam harinya.
Kesukaan Pak Lim menyanyi didukung oleh suaranya yang prima. Ia bisa menyanyi dengan suara yang keras dan mantap. Pelayanan bersama Pak Lim terakhir adalah saat perayaan Paskah 2009. Kami berdua bersama-sama rekan-rekan lainnya bergabung dalam paduan suara. Pak Lim ikut suara tiga sedangkan saya masuk suara empat. Sayangnya suaranya waktu ikut paduan suara sepertinya tidak seperti kalau ia menyanyi solo... Mungkin agak sulit menghapal persis nada yang dinyanyikan...
Pak Lim sendiri memang kesehatannya tidak prima. Sebelum ia diterima sebagai karyawan gereja, ia kerap kali minta bantuan komisi Diakonia untuk biaya pengobatan. Setelah itu, biaya pengobatan menjadi bagian dari fasilitas karyawan gereja. Yang uniknya, sewaktu ia pertama kali diserahi tugas untuk angkat telepon yang masuk ke GKKK Mabes, ia mengangkat telepon seperti cara menjawab telepon di rumah saja. Tidak ada kata sambutan ”Kalam Kudus Selamat Pagi” atau ”Kalau Kudus Selamat Siang...” Saya sempat mengajari Pak Lim untuk menggunakan salam seperti itu. Awalnya, ia mencoba untuk mengucapkan kata sambutan... tapi setelah itu lupa lagi. Saya coba lagi test... kembali lagi seperti itu... Akhirnya, nyerah deh.... Hanya kalau sempat saja, saya ingatkan..
Pak Lim ini orangnya terkadang senang bercanda.... Saya ingat waktu sedang retreat, ia godain papanya Santo : ”papanya Santo nempel terus sama mamanya Santo... di mana ada mamanya Santo.. pasti ada papanya Santo... Sekali-kali jangan nempel terus gitu ...” Papa Santo kalau diledek begini, mesem-mesem aja. Pak Lim juga senang kebersihan. Ia tidak tahan kalau ruangannya kotor dan jorok. Ia protes keras dengan room-matenya. Retreat tahun lalu memang menyisakan misteri. Bayangin deh, Ev Pangsuri tidak bisa masuk kamar yang dihuni saya, Pak Lim, Ev Suwandi dan Ev Pangsuri. Seingat saya Ev Suwandi sudah tidur waktu pintu masih terbuka. Jadi pilihannya tinggal dua dong.... Padahal Pak Lim ia tidak kunci pintu kamarnya... Jadi siapa dong yang kunci? Perasaan, saya juga tidak mengunci pintunya...
Sabtu 25 April 2009 pk 8 pagi, kereta jenasah diberangkatkan dari RD Gatot Subroto diiringi 4 mobil pengiring di belakangnya. Dua dari pihak keluarganya dan dua dari gereja. Saya hampir saja tidak bisa berangkat, beruntung akhirnya saya bisa tiba juga di RD sebelum berangkat. Diiringi dengan 2 voorijder, kami mengantar ke krematorium Nirvana. Sekitar pk 10, jenasah dimasukkan ke perapian.... Sejam lagi sudah tidak berbentuk ... hanya serpihan debu. Dari tanah kembali ke tanah...
Pak Lim, fisikmu sudah tiada... Namun warisan anak-cucumu semakin ada.... Pak Lim sudah berjuang dan menang …. Pak Lim sudah mencapai garis akhir dan tetap mempertahankan iman. Mahkota kehidupan menanti bagi dia yang percaya kepadaNya.... Selamat jalan Pak Lim...
Batavia, 25 April 2009
OPH
Memang pengetahuan manusia tentang manusia lainnya sangat terbatas. Seperti kenal, namun sesungguhnya banyak hal yang tidak kita tahu. Tiga tahun sudah Pak Lim bergabung di GKKK Mabes. Yang kutahu hanyalah Pak Lim awalnya ”ditinggalkan” keluarganya dan akhirnya ditemukan oleh mertua ko Wimpi. Karena tidak ada sanak saudara yang mau menerimanya, akhirnya ia diminta datang ke GKKK Mabes. Itulah awalnya ia datang ke GKKK Mabes dan saya tahunya juga waktu dengar di acara kesaksian Persekutuan Doa (PD).
Saya lebih banyak mengenal Pak Lim sendiri melalui kesaksian-kesaksian yang ia sampaikan. Bila tidak ada kejadian yang ia bagikan, maka dengan suara lantang ia pun melantunkan lagu penyembahan kepadaNya. Sungguh semangat yang patut dipuji. Sementara banyak jemaat lain yang masih malu-malu untuk bersaksi, ia hampir setiap kali dengan bersemangat maju untuk bersaksi atau mempersembahkan pujian. Rupanya awal perkenalan di PD ditutup juga dengan perpisahan di PD.
Rabu malam, 22 April 2009 sekitar pk 7 lebih sedikit, saya tiba di ruang kebaktian mengikuti PA. Sewaktu akan masuk ruang kebaktian, A Hui memberitahukan bahwa Pak Lim dibawa ke rumah sakit karena terjatuh dari bangku dan terluka di kepalanya. Napasnya sudah sulit. Oleh rekan-rekan seiman lainnya sudah dibawa ke RS Husada. Saya tidak memiliki prasangka apa pun juga. Jadi saya masuk ke ruang kebaktian. Freddy pun sempat memberitahukan tentang peristiwa Pak Lim ini. Rupanya malam ini adalah malam terakhir Pak Lim ikut PD. Yang luar biasa, ia juga sudah mempersiapkan lagu yang akan dinyanyikannya pada kesaksian malam ini. Lagunya diambil dari lagu yang dinyanyikan waktu Paskah kemarin yakni Karna Dia Hidup Ada Hari Esok... Karna Dia Hidup Kutak Gentar... Karna Kutahu Dia Pegang Hari Esok... Hidup Jadi Berarti Karna Dia Hidup... Lalu dia tambahkan sendiri kata-kata yang ia tulis di kertas ... kata yang mengingatkan akan kasih Yesus...
Di RS Husada, ia langsung dimasukkan ke UGD setelah itu sekitar pk 22 langsung dimasukkan ke ICU. Dokter yang ada di sana berusaha untuk menormalkan kembali nafasnya , namun umurnya sudah di tangan Tuhan. Esok pagi, Ko Wimpi menulis diemail bahwa Pak Lim sudah pergi meninggalkan dunia selamanya... Sesungguhnya kematiannya luar biasa. Proses ia meninggal yang singkat itu terjadi saat ia sedang mengikuti PD. Ia sudah menyiapkan lagu terakhir yang akan ia sampaikan. Ia dibawa dan diiringi langsung oleh para saudara seiman. Kematiannya hanya memakan waktu yang sangat singkat. Wah, kalau saya dapat kehormatan seperti itu... mati di rumah Tuhan....mati saat sedang bersekutu dengan Tuhan...
Saat mengingat kembali memory akan Pak Lim, saya jadi teringat ketika pertama kali diadakan komsel di rumah ortu di Kebun Jeruk sekitar akhir 2007. Saat itu Pak Lim memberikan kesaksiannya sewaktu ia percaya kepada Yesus... Saat itu mama saya belum percaya... Lalu saat mama saya meninggal pada bulan Pebruari 2008, Pak Lim lah yang membantu menjaga ruang duka di Rumah Duka Husada pada malam harinya.
Kesukaan Pak Lim menyanyi didukung oleh suaranya yang prima. Ia bisa menyanyi dengan suara yang keras dan mantap. Pelayanan bersama Pak Lim terakhir adalah saat perayaan Paskah 2009. Kami berdua bersama-sama rekan-rekan lainnya bergabung dalam paduan suara. Pak Lim ikut suara tiga sedangkan saya masuk suara empat. Sayangnya suaranya waktu ikut paduan suara sepertinya tidak seperti kalau ia menyanyi solo... Mungkin agak sulit menghapal persis nada yang dinyanyikan...
Pak Lim sendiri memang kesehatannya tidak prima. Sebelum ia diterima sebagai karyawan gereja, ia kerap kali minta bantuan komisi Diakonia untuk biaya pengobatan. Setelah itu, biaya pengobatan menjadi bagian dari fasilitas karyawan gereja. Yang uniknya, sewaktu ia pertama kali diserahi tugas untuk angkat telepon yang masuk ke GKKK Mabes, ia mengangkat telepon seperti cara menjawab telepon di rumah saja. Tidak ada kata sambutan ”Kalam Kudus Selamat Pagi” atau ”Kalau Kudus Selamat Siang...” Saya sempat mengajari Pak Lim untuk menggunakan salam seperti itu. Awalnya, ia mencoba untuk mengucapkan kata sambutan... tapi setelah itu lupa lagi. Saya coba lagi test... kembali lagi seperti itu... Akhirnya, nyerah deh.... Hanya kalau sempat saja, saya ingatkan..
Pak Lim ini orangnya terkadang senang bercanda.... Saya ingat waktu sedang retreat, ia godain papanya Santo : ”papanya Santo nempel terus sama mamanya Santo... di mana ada mamanya Santo.. pasti ada papanya Santo... Sekali-kali jangan nempel terus gitu ...” Papa Santo kalau diledek begini, mesem-mesem aja. Pak Lim juga senang kebersihan. Ia tidak tahan kalau ruangannya kotor dan jorok. Ia protes keras dengan room-matenya. Retreat tahun lalu memang menyisakan misteri. Bayangin deh, Ev Pangsuri tidak bisa masuk kamar yang dihuni saya, Pak Lim, Ev Suwandi dan Ev Pangsuri. Seingat saya Ev Suwandi sudah tidur waktu pintu masih terbuka. Jadi pilihannya tinggal dua dong.... Padahal Pak Lim ia tidak kunci pintu kamarnya... Jadi siapa dong yang kunci? Perasaan, saya juga tidak mengunci pintunya...
Sabtu 25 April 2009 pk 8 pagi, kereta jenasah diberangkatkan dari RD Gatot Subroto diiringi 4 mobil pengiring di belakangnya. Dua dari pihak keluarganya dan dua dari gereja. Saya hampir saja tidak bisa berangkat, beruntung akhirnya saya bisa tiba juga di RD sebelum berangkat. Diiringi dengan 2 voorijder, kami mengantar ke krematorium Nirvana. Sekitar pk 10, jenasah dimasukkan ke perapian.... Sejam lagi sudah tidak berbentuk ... hanya serpihan debu. Dari tanah kembali ke tanah...
Pak Lim, fisikmu sudah tiada... Namun warisan anak-cucumu semakin ada.... Pak Lim sudah berjuang dan menang …. Pak Lim sudah mencapai garis akhir dan tetap mempertahankan iman. Mahkota kehidupan menanti bagi dia yang percaya kepadaNya.... Selamat jalan Pak Lim...
Batavia, 25 April 2009
OPH