Yesus Gembala yang Baik.

Kamis, 29 November 2012

TAK PERLU MENUNGGU KAYA

360 Reflections of Life (Kisah-Kisah Kehidupan yang Meneduhkan Hati)
Sidik Nugroho

Hamba Tuhan ini hidupnya sangat bersahaja. Ia tinggal di daerah Depok, Jawa Barat (pinggiran Jakarta). Setiap minggu ia memberi makan orang-orang lapar sebuah kawasan kumuh dengan menggunakan sepeda motor.
Suatu ketika, seorang pria mengetahui kegiatan yang kerap dilakukan oleh hamba Tuhan itu. Ia menghampirinya, dan mengajaknya berbicara. Ia hendak memberi hamba Tuhan itu mobil, yang sekiranya akan memudahkan pelayanannya. Tentu saja, hamba Tuhan itu merasa kaget, dan sekaligus juga tak yakin. Ia bimbang merespon niat pria tersebut. Namun, entah mengapa, hamba Tuhan itu sempat memberikan nomor rekeningnya.
Dan tak lama setelah itu….. rekeningnya bertambah dengan uang kiriman sebesar 1 miliar lebih! Awalnya, ia kebingungan dengan apa yang harus dilakukannya dengan uang tersebut : membeli mobil, rumah, atau….?
Akhirnya hamba Tuhan itu memutuskan untuk membeli tanah yang cukup luas dari seorang Pak Haji, yang hatinya tersentuh ketika mengetahui bagaimana ia memperoleh uang tersebut dan bahwa ia hendak membangun panti asuhan di tempat tersebut. Bahkan, dengan berlinang air mata, Pak Haji itu berkata,”Pak, jangan hanya membangun panti asuhan saja. Sekalian, Pak. Mari kita bangun gereja! Saya akan uruskan izinnya!”
Kini, hamba Tuhan yang bersahaja itu tinggal dip anti asuhan dan di gereja itu. Ia asuh anak-anak yyang kurang beruntung. KepadaNya Tuhan percaya – anak-anak dan uang dipercayakan kepadaNya. Mari kita belajar bahwa sesungguhnya selama kita memiliki hati yang berbelas kasih dan kerinduan untuk memuliakan namaNya, kita tak perlu menunggu kaya untuk berbagi dengan sesama.

“SAYA INGIN MENGGANTIKAN …..”

360 Reflections of Life (Kisah-Kisah Kehidupan yang Meneduhkan Hati)
Sidik Nugroho

Juli 1941, seorang tahanan perang menghilang dari Auschwitz, sebuah kamp konsentrasi Nazi bagi orang Yahudi yang terletak di sebelah selatan Polandia. Tentu saja, hal ini membuat tentara Nazi heran. Jika dalam waktu 24 jam tahanan itu tidak ditemukan, 10 orang dari sekitar 600 orang yang ada di sana akan secara acak dipilih untuk dibunuh.
Waktu itu tiba. Seorang mantan serdadu akan turut dibunuh. Francis Gajowniczek namanya. Ketika menerima hukuman itu, Gajowniczek berteriak, “Oh, anak-anakku, istriku yang malan!”
Lalu muncul keributan. Seorang pria yang dikenal suka membagi makanannya, ringkih, dan suka membimbing orang lain untuk mengucapkan doa pengakuan dosa tampil ke depan. Ya, ia adalah seorang imam Katolik. Ia berkata,”Saya ingin menggantikan salah satu dari para tahanan ini.” Dan, ia menunjuk Gajowniczek.
Namanya Maximilian Kolbe. Ia adalah seeorang pemuda yang biasa hidup menderita sejak kecil.
Lalu, mereka membawanya ke penjara bahwa tanah di sebuah blok. Di sana, para tahanan disiksa dengan cara tidak diberi makan dan pakaian yang laak. Hingga dua minggu, hanya empat dari sepuluh orang yang bertahan hidup. Dan, Pastor Kolbe meninggal terakhir, di hari ke-15 setelah disuntik mati.
Tentang kepahlawanan, hidup dan kasihnya, Paus berkata, “Berjuta-juta orang telah dikorbankan oleh kesombongan dari kekuasaan dan kegilaan rasilisme. Namun, di tengah-tengah kegelapan tersebut bersinarlah tokoh Maximilian Kolbe. Di atas ruang kematian yang besar tersebut melayanglah firman kehidupanNya yang ilahi dan kekal : kasih yang penuh penebusan.”

Kasih, Kesetiaan dan Pengabdian

360 Reflections of Life (Kisah-Kisah Kehidupan yang Meneduhkan Hati)
Sidik Nugroho

Dalam salah satu rekaman khotbahnya, Bill Wilson, pendeta ternama asal Brooklyn yang banyak menggembalakan anak yang terbuang, menutup khotbahnay tentang kasih dengan sebuah cerita tentang kesetiaan.
Suatu ketika, ia diundang berkhotbah di sebuah gereja di Florida. Dari atas mimbar ia terkesima pada seorang pria tua, usianya sekitar 70 tahun, yang sedang memegangi dagu istrinya, berusaha menegakannya, supaya ia dapat mendengar ayat-ayat Alkitab yang dijadikan bahan khotbah pada pagi itu dari bisikan si kakek.
Kebaktian usai. Sebelum kakek dan nenek tua itu menuju mobil mereka, Bill menyapa mereka. Dan, dari sang kakek tua ia mendengar sebuah cerita yang akan selalu dikenangnya. Kakek itu berkata bahwa istrinya sudah lumpuh sejak tujuh belas tahun silam. Ia nyaris tidak bisa melakukan apa pun.
Ketika orang meninggalkan orang lain karena tidak ada lagi hal yang menarik dan bermanfaat dari hidupnya, ada saja orang yang justru memberi diri kepada orang yang demikian.
Kasih, kesetiaan dan pengabdian selalu berjalan beriringan. Tidak bisa tidak! Seseorang yang memiliki kasih akan selalu setia pada apa dan siapa pun yang ia kasihi, dan menjadi pribadi yang mengabi dengan sepenuh hati untuk kebaikan apa dan siapa pun yang ia kasihi. Mungkin, dunia tempat kita tinggal menganggap ketiga hal ini tidak penting, tetapi sesungguhnya inilah yang menjadi dasar kedamaian hidup.

Salah Paham yang Fatal

360 Reflections of Life (Kisah-Kisah Kehidupan yang Meneduhkan Hati)
Sidik Nugroho

Ibu ini adalah seorang janda miskin penjual kue. Suatu ketika, keranjangnya rusak. Ia berkata pada putrinya untuk tinggal di rumah sembari ia mencari keranjang yang baru. Ketika pulang, putrinya tidak ada di rumah. Sontak, ibu itu marah, karena mengira anaknya sedang main. Dan, sebagai hukumannya, ia mengunci pintu rumahnya, lalu kembali berjualan kue.
                Sepulangnya berjualan, ia terkejut karena melihat anaknya tertidur di depan rumah. Dan ketika dicek, seluruh tubuhnya beku, dan sudah tidak bernyawa. Memang, ketika itu sedang musim dingin. Ia meratapi kematian anaknya dengan pilu, apalagi setelah melihat sebuah kertas bertulisan tangan yang menutupi sebuah biscuit :
“Hi.hihi… Mama pasti lupa. Ini hari istimewa buat mama. Aku membelikan biscuit kecil ini sebagai hadiah. Uangku tidak cukup untuk membeli biscuit ukuran besar. Hihihi…. Mama, selamat ulang tahun.”
                Jika saja waktu dapat diputar, beberapa dari kita mungkin berkata bahwa tak seharusnya ibu itu menghukum anaknya tanpa pertimbangan. Namun, selidikilah diri kita sendiri saat ini : Apakah kita mudah menjatuhkan penilaian terhadap seseorang hanya dari apa yang dilakukannya, bukan mengapa ia melakukannya?
                Kisah nyata ini mengajarkan kepada kita bahwa seorang ibu pun bisa salah memahami maksud anaknya. Bahkan, hal ini kerap kita jumpai dalam kehidupan di sekitar kita. Karenanya, sebelum kita melakukan hal-hal yang fatal dalam kehidupan ini, biasakanlah diri untuk menjadi orang yang mau peduli pada beragam kemungkinan yang mendasari seseorang untuk melakukan sesuatu.

Kekasih yang Lain

360 Reflections of Life (Kisah-Kisah Kehidupan yang Meneduhkan Hati)
Sidik Nugroho

Banyak pria yang memujanya. Dia cantik dan memikat. Bahkan , para bangsawan jatuh hati. Namun, ia bukan wanita sembarangan. Seorang putra gubernur Roma, namanya Procop, ditolaknya. Ia, Agnes, menolak mereka dengan halus, dan menyatakan kepada mereka bahwa dirinya sudah memiliki seorang Kekasih yang Lain.
                Agnes lantas dilaporkan kepada gubernur Roma sebagai pengikut Tuhan yang setia. Ia taat beribadah sejak kecil. Penguasa Roma saat itu, tepatnya pada abad ke-4 , yang masih suka menghukum orang, juga hendak menghukum Agnes. Bahkan, ia menyatakan akan melemparkan Agnes ke rumah pelacuran. Namun ia berkata,”Tuhan tidak akan membiarkan kemurnian para mempelainya dicemarkan seperti itu. Ia akan melindungi dan menyelamatkan mereka.”
                Banyak Bapa gereja yang menulis kisah Agnes, termasuk Ambrosius. Kisah hidupnya amat menggugah, menyuarakan kegigihannya untuk bertahan pada iman yang diyakininya. Suatu ketika, di rumah pelacuran, seorang pemuda hendak menjamah Agnes, tetapi dengan kuasa ilahi, pemuda itu menjadi buta.
                Agnes akhirnya diancam dengan hukuman mati. Namun, ia tak gentar. Bahkan, ia justru berkata, “Kalian dapat menodai pedang kalian dengan darahku, tetapi kalian tidak akan pernah dapat menodai kesucian tubuhku yang telah kupersembahkan kepada Tuhan.”
                Agnes akhirnya dipancung. Imannya tak meninggalkan jiwanya. Dia setia kepada Sang Kekasih seumur hidupnya. Nah, kini, di dalam suatu masa dan keadaan yang tidak mengancam bagi kita untuk beriman, mari merenung : apakah kita setia pada Tuhan, kekasih kita?