Yesus Gembala yang Baik.

Selasa, 26 Juli 2016

Pernikahan Dini (Membangun Hubungan)


Dr. Gary & Barbara Rosberg
Pernikahan Anti cerai, Mengorbarkan Api Cinta untuk Membangun Pernikahan yang Kokoh.

Mike, 17 tahun, adalah pemuda yang berorientasi pada tujuan. Di sekolah , ia menaruh perhatian kepada Cheryl, dan ia memutuskan untuk berkenalan dengannya walaupun gadis ini sudah memiliki kekasih. Jadi, ketika ia mendapati Cheryl sedang bekerja di gerai McDonald pada musim panas itu, Mike mendatanginya dan bertanya apakah ia bersedia berkencan dengan seseorang selain kekasihnya yang sekarang. Cheryl menjawab,”Tentu, mengapa tidak.”
                Selama pertandingan football sekolah musim gugur tahun itu, Mike melihat kesempatan untuk mengambil langkah. Sementara kekasih Cheryl sedang bertanding di lapangan, Mike menemui gadis itu di tempat duduk penonton. Cheryl tidak menolak ajakan Mike untuk berkencan.
                Pada musim panas berikutnya, Mike berumur 18 tahun dan telah lulus. Cheryl, 17 tahun, bersiap-siap untuk naik ke kelas 3 SMA. Cheryl hamil dengan bayi Mike.
                Keluarga Cheryl dan keluarga Mike maupun sahabat-sahabat dari keluarga kedua belah pihak mengatakan bahwa sinting jika keduanya ingin menikah. Mika dan Cheryl ditekan untuk menggugurkan janin yang ada di dalam kandungan. Namun, mereka saling mencintai dan ingin membesarkan bayi mereka bersama. Jadi, mereka menikah pada musim panas itu. Mereka masih belia dan kini bersiap unutuk memiliki anak mereka sendiri.
                Mike menghadapi situasinya sebagai sebuah tantangan. Ia berasal dari keluarga yang sukses dan ia tahu bahwa sangat mungkin bagi dirinya untukmenjadi bagian dari bisnis keluarga kelak. Pada musim gugur, ia mulai kuliah purna waktu sambil bekerja 65 jam seminggu, yaitu menjadi pengantar susu dari perusahaan susu milik keluarga.
                Cheryl, yang baru menjadi ibu, tinggal di rumah mungil mereka setiap hari sementara Mike larut dalam urusan sekolah dan pekerjaan. “Betul, sudah sulit sejak awal,” katanya. “Saya tidak tahu peran saya dan komitmen saya yang dibutuhkan Mike. Saya banyak membuat kesalahan dan membuat pilihan yang buruk. Sudah ada bayi, tetapi kami berdua sama sekali belum membangun hubungan.”
                Karena Mike dan Cheryl menikah dan mempunyai bayi, mereka memandang diri sebagai orang dewasa. Karena usia mereka di atas 18 tahun, yaitu usia yang sah menurut undang-undang untuk mengkonsumsi minuman keras, mereka juga mulai hidup sebagaimana mereka pikir, layaknya orang dewasa. Setiap malam dan akhir pekan, mereka lewatkan dengan minum-minum dan berpesta bersama teman-teman mereka. Cheryl tahu bahwa dirinya tidak merasakan adana ikatan batin dengan putranya, Michael, ataupun dengan suaminya sebagaimana mestinya. “Saya hanya gadis kecil yang mencari cinta dan bersenang-senang. Tidak tahu bagaimana menjadi seorang ibu.”
                “saat itu saya belum menjadi pecandu minuman keras,”Mike menegaskan,”tetapi saya memang peminum berat. Ketika saya mabuk, sikap agresif dan kemarahan saya meledak. Saya meninju dinding sampai berlubang, dan saya pernah membanting kursi dapur ke atas lantai. Saya juga menyerang Cheryl , bukan secara fisik, tetapi secara verbal. Kami berdiri di tangga depan rumah sambil saling meneriakkan kata-kata yang tidak senonoh. Dalam waktu singkat, kami telah bermusuhan.”
                Perilakuk Mike sudah tidak asing bagi Cheryl. Bertumbuh di tengah-tengah keluarga pecandu minuman keras, Cheryl pernah menyaksikan hal semacam itu sebelumnya. Apa yang ia lihat pada Mike membuat ia takut dan bertanya apakahia rela untuk menghadapi kebiasaan Mike minum-minum dan marah-marah sepanjang sisa hidupnya. “Mike tidak pernah menganiaya saya”, ujar Cheryl, “tetapi saya tidak merasa aman ketika berada di dekatnya.”
                Sementara hubungannya dengan Mike terus memburuk, Cheryl menderita karena kisah romantis mereka yang seperti cerita dongen bberakhir,”Kami benar-benar menderita, maka saya memutuskan untuk meninggalkan Mike. Perceraian kami diputuskan beberapa bulan kemudian.”

****

Sesudah Mike dan Cheryl  bercerai, hubungan mereka tetap buruk. “Saya tidak mau berhubungan dengan Mike untuk hal apapun,” ujar Cheryl. “Ia yang bersalah untuk segala hal yang salah di antara kami. Kami benar-benar tidak berbicara sama sekali. Kontak kami terbatas pada waktu kami bertemu untuk menyerahkan putera kami yang masih kecil, Michael.”
                Sementara itu, Mike telah menjadi orang beriman, dan Cheryl sedang perjalanan kembali kepada Tuhan. Ketika Tuhan mulai mengubah hati Mike, ia teringat akan hakikat keluarga muda yang telah hilang dari hidupnya. Ia memutuskan untuk berusaha mendapatkan Cheryl kembali – dan melakukannya dengan benar kali ini.
                Cheryl masih ingat ketika suatu hari ia berada di dalam mobil bersama Michal kecil yang terisak-isak. “Kenapa kita tidak bisa bersama Ayah?” Tidak lama kemudian , Mike menelepon dan bertanya apakah Cheryl mau melakukan sesuatu bersamanya. Ia setuju. “Sesudah berbicara dengan Mike sejenak, saya tahu saya akan aman bersamanya,” ujar Cheryl. “Ia memiliki damai sejahtera yang dulu tidak ada sebelumnya. Ia bahkan terdengar berbeda. Ia pasti telah melihat bahwa Tuhan juga sudah membuat perbedaan dalam hidup saya.”
                Sesudah menikmati kebersamaan dengan putera mereka malam itu, Mike dan Cheryl mulai membangun hubungan kembali di bawah bimbingan seorang pemimpin rohni yang bijaksana. Mereka kembali ke awal. Mike mengencani mantan istrinya. Mereka tidak mengadakan hubungan fisik selama masa ini. Mereka ingin membangun cinta yang kekal, cinta yang rohani dan emosional, bukan sekedar jasmani.
                Satu setengah tahun sesudah perceraian resmi mereka, Mike dan Cheryl menikah kembali di hadapan keluarga dan sahabat. Banyak di antaranya telah menunjukkan keberpihakan ketika pasangan tersebut berpisah. Proses pemulihan untuk perselisihan keluarga ini dimulai hari itu juga ketika Michael yang beusia 3 tahun berdiri dalam upacara itu dan kemudian berteriak lantang,”Itu Ayah dan Ibuku!” Semua hati yang keras menjadi luluh. Air mata mengalir. Setiap orang yang hadir sadar bahwa mereka tengah menyaksikan sebuah mujizat dalam bentuk lahir kembalinya pernikahan Mike dan Cheryl.
                Namun, kisahnya tidak berakhir di sana. Mika dan Cheryl baru-baru ini merayakan ulang tahun ke 21 pernikahan mereka. Barb tidak dapat hadir , tetapi saya berada di sana. Pemimpin rohani mereka memimpin ibadah perayaan untuk pernikahan yang tidak akan mati. Saya merasa bersukacita ketika memimpin pasangan tersebut mengucapkan janji komitmen pernikahan mereka dan menandatangani perjanjian nikah kembali. Ketika Mike dan Cheryl mengenal kebenaran tentang mimpi Tuhan bagi pernikahan , kebenaran pun memerdekakan mereka, dan mereka mempunyai kisah rekonsiliasi yang luar biasa untuk diceritakan. Mike dan Cheryl adalah saksi hidup bahwa tidak ada pernikahan yang tak dapat diselamatkan.

****


Ketika Mike dan Cheryl merayakan ulang tahun pernikahan mereka yang ke-20, orang-orang di sekeliling mereka tahu bahwa pasangan suami istri ini telah menjalani lingkaran penuh. Ketika mereka bercerai 23 tahun yang lalu, pasangan yang waktu itu masih muda ini tidak melihat peluang untuk rekonsiliasi. Kemarahan dan kata-kata kasar yang saling dilontarkan, dan keyakinan bahwa pola yang menyakitkan ini tidak akan pernah berubah mendorong mereka untuk berpisah. Kebencian dan kepedihan begitu besar sehingga selama 7 bulan setelah perceraian, mereka bahkan tidak mau berbicara satu sama lain kecuali dalam pertemuan singkat ketika mereka masing-masing harus mengambil dan mengantar putra mereka yang masih kecil dari dan ke rumah mantan pasangan.
                Namun, 20 tahun kemudian, Mike dan Cheryl berdiri bersama-sama di hadapan ratusan orang dalam gedung bundar DPRD negara bagian Iowa. Ulang tahun istimewa pernikahan mereka kebetulan jatuh pada Hari Pernikahan dan Keluarga yang diproklamirkan oleh gubernur Iowa. Ratusan mata menatap Mike dan Cheryl ketika keduanya menyampaikan kisah mereka dan kemudian menandatangani perjanjian pernikahan – suatu pernyataan ulang bahwa mereka berjanji dan mengakui kepermanenan ikatan pernikahan yang Tuhan rancang.
                Mike dan Cheryl Wells benar-benar telah menjalani satu lingkaran penuh. Bukannya menjadi pengantar susu, Mike sekarang menjadi eksekutif dalam bisnis keluarga, Wells Blue Bunny Corporation yang bernilai 700 juta dolar, pembuat Wells Blue Bunny Ice Cream. Masa lalu yang menyakitkan dari pasangan ini sudah lenyap, digantikan dengan pengampunan, sikap yang tidak egois, dan komitmen yang tidak tergoyahkan. Sekarang Mike dan Cheryl  mempunyai 4 orang anak, dan mereka tidak dapat percaya betapa menakjubkan pernikahan mereka sekarang. Mereka melihat setiap hari sebagai awal, satu langkah lagi dalam perjalanan. Kisah mereka tentang membangun kembali sebuah pernikahan dari reruntuhan yang sudah hangus akibat perceraian membuat perubahan dalam pernikahan di seantero Amerika.
                Semenjak bercerai, Mike dan Cheryl dengan jujur mengira bahwa mereka dapat melepaskan diri dari satu sama lain. Kemudian mereka berhadapan dengan kenyataan yang mengubah kehidupan. Pernikahan mereka – yang pertama – telah menjalin mereka menjadi satu dalam ikatan yang sakral. “Sejak hari perceraian itu, saya menjadi orang yang paling menderita di dunia,” Mike berkata. “Malam hari setelah perceraian tersebut sudah tuntas, saya pergi minum-minum bersama teman-teman pria. Ada orang yang menghampiri saya sambil berkata,’Wow! Kamu pasti merasa lega. Akhirnya, kamu bercerai’ Saya katakan kepadanya bahwa saya belum pernah merasa hampa seperti itu selama hidup saya. Sebagian dari diri saya telah tercabut. Sebagian dari diri saya telah hilang.”
                Mike berpikir bahwa melepaskan diri dari Cheryl akan membuat segalanya beres. Walaupun akte perceraian mengatakan bahwa mereka tidak lagi satu, pada hakikatnya mereka tidak pernah bisa memutus ikatan emosional yang sudah terbentuk. Bagi keduanya, perceraian membuat mereka seakan-akan kehilangan sebelah tangan atau, seolah-olah kaki mereka ditarik hingga terlepas.
                Saat itu Mike dan Cheryl tidak mengerti bahwa ketika mengucapkan,”Aku bersedia”, itu adalah sebuah janji seumur hidup. Tuhan telah mengikat keduanya satu sama lain berdasarkan komitmen mereka, dan Dia ingin keduanya bersama-sama kembali. Tuhan tidak akan membiarkan mereka pergi tanpa perjuangan, bahkan sesudah perceraian!

                Tidak jadi soal posisi pernikahan Anda pada peta pernikahan – walaupuan Anda mengalami perceraian emosional, walaupun Anda telah memprakarsai perpisahan dan perceraian resmi – segala sesuatu yang baik masih mungkin diwujudkan oleh karena ikatan antara Anda berdua, dan Tuhan tidak akan membiarkan Anda mengabaikannya. Dia menciptakan suatu ikatan pernikahan – perjanjian yang serius – agar tidak terputuskan. Cinta yang memperbarui membuatnya demikian, membantu Anda dan pasangan untuk merasa yakin dan teguh dalam mencintai satu sama lain.


Senin, 25 Juli 2016

Ketika Pernikahan Impian Mulai Pudar

Dr. Gary & Barbara Rosberg

                Tujuh tahun dalam pernikahan kami, hidup saya tidak jelas. Saya bekerja keras untuk menjadi pencari nafkah yang baik untuk istri saya (Barb) dan dua putri kami yang masih kecil (Sarah dan Missy). Saya bekerja purna waktu sebagai direktur sebuah lembaga pemasyarakatan. Pada saat yang sama, saya kuliah untuk meraih gelar doktor dalam bidang konseling dan banyak menghabiskan waktu setiap malam untuk belajar di perpustakaan universitas.
                Biasanya , saya merasa sudah bekerja melampaui batas. Sementara saya sibuk ke sana kemari di antara aktivitas keluarga, kerja, belajar dan kerohanian, saya berdoa setiap hari untuk memohon kekuatan dan hikmat, sambil merindukan saat-saat ketika saya dapat berfokus sepenuh waktu untuk memberi konseling keluarga. Bahkan yang lebih penting adalah, saya ingin memiliki lebih banyak waktu untuk bersama dengan Barb, Sarah, dan Missy – keluarga saya, buah hati saya. Pekerjaan dan disertasi doktor menjadi jadwal saya. Saya berusaha memanfaatkan sedikit waktu di sana sini untuk membantu Barb, tetapi sebaik-baiknya yang dapat saya kerjakan, saya hanyalah ayah dan suami paruh waktu.
                Jujur saja, saya beranggapan bahwa saya cukup bai dalam peran saya saat itu. Lalu, suatu hari saya sedang duduk di kursi kesayangan saya untuk menyiapkan tahap akhir gelar doktor saya, ketika putri saya yang berusia lima tahun, Sarah mengumumkan kehadirannya dengan sebuah pertanyaan, “Ayah, Ayah mau melihat gambar keluargaku?”
                Saya benar-benar merasa stres dan kekurangan waktu oleh karena tugas satu minggu yang dipadatkan pada akhir pekan. “Sarah, Ayah sedang sibuk. Kembali sebentar lagi, sayang.” Sarah dengan taat meninggalkan saya dengan pekerjaan saya.
                Sepuluh menit kemudian ia datang kembali ke ruang keluarga. “Ayah, aku ingin tunjukkan gambarku.”
                Saya merasa sangat jengkel. “Sarah, Ayah bilang kembali lagi nanti. Ini penting.”
                Tiga menit kemudian ia berlari ke ruang keluarga, mendekat hingga nyaris menyentuh hidung saya. Ia membentak dengan sekuat tenaga, yang dapat dikerahkan oleh seorang anak berumur lima tahun,”Ayah mau lihat atau tidak?”
                “Tidak,” saya katakan dengan tegas,”Ayah tidak mau!”
                Ia langsung keluar dari ruangan dan meninggalkan saya sendiri. Entah bagaimana, berada sendirian saat itu tidak senyaman seperti yang saya harapkan. Saya merasa seperti orang dungu. Saya pun bangkit dan menghampiri pintu depan. “Sarah,” saya memanggil,”bisa ke sini sebentar? Ayah ingin melihat gambarmu.”
                Ia taat tanpa berbantah dan melompat ke atas pangkuan saya.
                Gambarnya sungguh bagus. Ia bahkan memberinya judul. Di sebelah atas, dengan huruf cetaknya yang terbaik, ia menulis : KELUARGA KAMI YANG TERBAIK.
                “Coba ceritakan kepada Ayah,” kata saya.
                “Ini Ibu (sosok garis dengan rambut panjang keriting berwarna kuning). Ini Katie (anjing kami). Ini Missy (adiknya berupa sosok garis yang berbaring di jalan di depan rumah, kira-kira tiga kali lebih besar daripada siapa pun dalam gambar itu).” Sungguh suatu wawasan yang sangat bagus bagaimana ia memandang keluarga kami.
                “Ayah suka gambarmu, Sayang,” saya berkata kepadanya. “Ayah akan menggantungnya di dinding ruang makan, dan setiap malam waktu Ayah pulang dari kerja dan mengajar (yang biasanya sekitar pukul sepuluh malam), Ayah akan melihatnya.”
                Ia percaya apa yang saya katakan, wajahnya berseri-seri, lalu keluar untuk bermain. Saya kembali menekuni buku-buku saya. Namun, karena sejumlah alasan, saya terus membaca paragraf yang sama berulang-ulang. Sesuatu membuat saya gelisah, sesuatu mengenai gambar Sarah. Ada sesuatu yang hilang.
                Saya kembali ke pintu depan. “Sarah,” saya memanggil dia,”kamu bisa kembali ke sini sebentar? Ayah ingin lihat gambarmu lagi.”
                Sarah merayap naik ke pangkuan saya lagi. Sekarang dengan memejamkan mata, saya dapat mengingat penampilannya. Pipi yang memerah karena bermain di luar rumah. Rambut dikucir dua. Sepatu tenis model kue stroberi. Boneka kain bernama Nellie yang lunglai dijepit di lengannya.
                Saya bertanya kepada gadis kecil saya, tetapi saya tidak yakin bahwa saya ingin mendengar jawabannya. “Sayang, Ayah lihat Ibu, Sarah dan Missy. Katie, anjing kita  juga ada dalam gambar, serta matahari, rumah, tupai, dan burung. Tapi, Sarah, Ayah di mana?”
                “Ayah di perpustakaan,” jawabnya.
                Dengan pernyataan sederhana itu, puteri kecil saya membuat saya terhenyak. Sambil mengangkat tubuhnya dari atas pangkuan saya dengan lembut , saya menyuruh dia bermain kembali di bawah sinar matahari musim semi. Saya duduk melorot di kursi, termenung. Bahkan sementara saya mengetik kata-kata ini, saya masih dapat merasakan kegalauan saya waktu itu. Sarah telah menghantam saya dengan telak. Saya tidak ada dalam gambar keluarganya karena saya berada di perpustakaan untuk belajar. Saya terlalu sibuk untuk menjadi ayahnya di rumah.
                Walaupun saya tidak ingat Barb pernah mengekspresikan pemikiran itu, ia mungkin telah berusaha menyampaikan kepada saya selama berbulan-bulan. Semua peringatan yang telah saya terima dari seminar, buku, dan sahabat untuk menjaga “gaya hidup yang seimbang” – Tuhan yang utama, keluarga yang kedua, pekerjaan yang ketiga – belum menembus otak saya yang hanya memikirkan karier. Namun, pernyataan Sarah yang sederhana mendapat perhatian saya secara total.