Suatu hari ada
seorang tukang becak yang kerjanya ngayuh becak dan mengambil kardus di Glodok.
Dari menjual kardus tersebut ia bisa mendapat nafkah. Suatu hari bapak ini
melakukan tugas rutinnya. Pagi hari ia pergi ke toko dan mengambil kardus di sebuah
toko elektronik. Kemudian ada sesuatu yang mengganggu penglihatannya. Tidak
jauh dari toko itu, ia melihat ada seorang Bapak dengan pakaian keren turun
dari mobil mewah. Bapak ini berjalan dan jejak kakinya semakin terdengar mendekat
kepadanya. Ia berusaha menepiskan pikirannya dengan berpikir bahwa bapak itu
mau berbelanja dan tidak mungkin ke tempat dia. Dia orang miskin sedangkan
bapak itu orang kaya. Tapi betapa mengejutkan ketika ia dalam posisi sedang
berjongkok , langkah kaki Bapak itu berhenti di depannya dan kemudian Sang
Bapak menepuknya. Dia merasa kalang kabut dan menduga-duga apakah ia salah
mengambil barang orang. Lalu ia berdiri. Tetapi ketika itu ia mendengar Bapak
itu memanggil dia. Dengan semangat Bapak itu kemudian berkata, “Kamu tidak mengenal
saya? Sudah lama kita tidak bertemu. Dulu kita suka manjat bersama-sama. Ingat
tidak kamu adalah teman SMP saya dahulu!” Akhirnya tukang becak ini mulai
mengenalinya.
Dalam
kondisi kumuh dan lecek pakaiannya, Tukang Becak tersebut merasa sungkan dan
bergetar. Ia berusaha melarikan diri dari keadaannya dan ingin segera pamit.
Tetapi pria yang mapan ini tidak melepaskannya , langsung merangkulnya dan
berkata,“Sudah lama kita tidak bertemu. Hayo kita minum kopi dulu bersama-sama.”
Ia tidak melepaskan rangkulannya dan mengajaknya menyeberang jalan. Terpaksa Tukang
Becak mengikuti, namun ia merasa tidak pantas masuk ke warung demikian walau
dia temannya. Semua orang melihatnya minum kopi di tempat kotor seperti itu.
Lalu kopi dipesan. Saat itu bulan Desember menjelang natal. Pembicaraan singkat
pun berlangsung, mereka saling bertanya dan menjawab. Sampailah pada pertanyaan,
“Eh anak kamu berapa?” Tukang beca menjawab, “Anak saya 3 orang”. Tiba-tiba
temannya berkata,”Beruntung sekali kamu!” sambil menepuk bahu Tukang Beca
hingga terkejut. Padahal tukang becak berpikir beruntung adalah kalau punya
mobil mewah, pakai dasi dan pakai jas. Pikirannya bergetar dan di pikirannya
timbul pertanyaan dan ingin melontarkannya, “Mengapa kamu berkata saya
beruntung?” Tiba-tiba si pria itu berkata, “Saya tidak punya anak!” Maka
seluruh pertanyaan dalam pikiran Tukang Beca mereda. Dahulu mereka duduk satu
bangku di SMP. Sang teman berkata,”Kamu kan kenal saya. Kamu boleh datang ke
rumah saya. Saya minta tolong kamu. Istri saya merindukan untuk angkat anak.
Kami mau angkat satu anak, tapi saya mau angkat anakmu. Terserah kamu mau kasih
anak yang ke berapa kan kamu punya 3 anak. Kamu boleh datang ke rumah saya, mengingat
dia sebagai anakmu dan dia ingat bahwa kamu adalah ayahnya. Kita akan menyekolahkan,
memberinya makan , memelihara dan dia boleh tahu kamu bapaknya. Kalau kamu
merasa sudah cukup maka kamu boleh mengambilnya kembali. Silahkan! Tetapi kalau
boleh kamu kasih dia jadi anak kita.”
Pulang
ke rumahnya, Tukang Beca menggebu-gebu bercerita kepada istrinya. Ceritanya
dahsyat bahwa ia bertemu teman lama yang kaya. Ia mau mengangkat anak mereka menjadi
anaknya. Langsung mulut istrinya terkunci. Dia terdiam. Betapa membanggakannya
berita itu. Di tengah kondisi ekonomi yang sulit , uang sekolah yang mahal, dan
mereka tinggal di rumah kumuh lalu tiba-tiba ada orang yang mau mengangkat
anaknya sebagai anak adopsi. Mereka berdua sepakat untuk memberikan satu anaknya.
Mereka bergegas ke tempat tidur dan mengangkat kelambu yang ada karena mereka
tinggal di daerah kumuh yang banyak nyamuknya dan melihat ketiga anaknya yang
sedang tertidur. Suaminya berkata, “Ma anak yang pertama saja. Anak pertama sudah
berumur 15 tahun. Kalau disiksa dan diberi makan hanya tempe dan tahu ia bisa
melarikan diri.” Istrinya berkata,”Jangan!” “Mengapa?” tanya suaminya. Istrinya menjawab,”Wajahnya mirip saya!” Sehingga tidak
jadi.
Istrinya berkata, “Anak kedua saja”. Suaminya langsung
berkata, “Wajahnya memang tidak mirip saya. Tetapi dia anak perempuan dan sifatnya
mirip saya. Saya tidak mau kasih” Akhirnya jatuh pilihan ke anak ketiga, tidak
ada pilihan lain. Anak ini baru berusia 4 tahun, biaya susu dan pendidikan
mahal. Tiba-tiba istrinya menangis. Suaminya kaget, dia salah bicara apa? Sang Istri
berkata, “Kamu tidak mengerti anak ini adalah anak penghiburan. Waktu kamu
pergi mengayuh becak, setiap kali bangun tidur dan ia tidak bertemu kamu ia pasti
bertanya, papa di mana?” Maka ia berusaha bangun pagi karena ingin memeluk dan
menciummu. Kalau hari itu, kamu berangkat dan tidak bertemu ia akan bad mood. Lalu saya mengajak dia cuci gosok.
Suatu kali waktu saya batuk, ia kaget. Lalu ia berlari dan ternyata ia masuk ke dapur dan meminta
air hangat ke tuan rumah. Tuan rumah berkata, “Kalau saya batuk anak saya yang
berumur 12 tahun tidak bergerak. Dia terus bermain handphone lalu melihat saya dan berkata, “Ma, kalau batuk minum
dong ma!” Sedangkan anak ini baru 4 tahun dan bisa berlari untuk mengambil air
minum untukmu. Kalau punya anak seperti anakmu saya mau.” Pa, waktu kamu pulang
siapa yang tidur? Ia anak yang pertama dan kedua. Yang ketiga tidak tidur.
Waktu saya suruh dia tidur, dia berkata,”Papa belum pulang. Kalau papa sudah
pulang, setelah itu baru saya tidur” Sang Suami pun memeluk istrinya dan
menangis. Suaminya berkata, “Ma mulai hari ini, saya berjanji apa pun yang
terjadi pada keluarga kita sekali pun ia orang kaya, saya tidak akan kasih
anak. Anak kita boleh hidup susah
bersama kita, tetapi tidak satu pun anak yang saya kasih orang. Saya berjanji
kita akan berjuang membesarkan anak kita, apa pun yang terjadi mereka tetap
anak kita! Kita tidak akan kasih!”
Kalau
keluarga yang miskin saja yang mempunyai 3 orang anak, tidak rela memberikan
anaknya kepada orang yang lebih kaya , lalu
apa alasan Tuhan memberikan anakNya yang tunggal kepada dunia ini? Kalau yang
punya 3 anak saja, tidak mau memberikan anaknya kepada orang yang dia kenal
yang sudah berjanji untuk memelihara, mencintai dan mengasuh anaknya, lalu apa
alasan Tuhan memberikan anakNya kepada dunia yang jelas menolak ,membunuh,
menghina dan memperlakukan anakNya
dengan kejam?
Di dunia yang miskin satu anak
saja tidak rela diberikan, apa alasan Allah? Tidak ada jawaban, kecuali hanya
kembali ke Yoh 3:16. Karena begitu besar kasih Allah akan dunia
ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang
yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.
Inilah Natal bahwa Allah dalam kasihNya rela memberikan anakNya kepada orang
yang jelas akan menelantarkan anakNya. Yang miskin saja tidak mau memberikan
anaknya kepada orang yang dikenalnya dan telah berjanji memeliharanya, tetapi
Ia Allah merelakanNya!