PITA KUNING DI POHON EK
Seorang pria asal White Oak, Georgia , Amerika, menyia-nyiakan kebaikan istrinya yang cantik. Dia sering pulang dini hari dalam keadaan mabuk, kemudian tanpa segan memukuli istri serta anak-anaknya. Suatu malam ia memutuskan untuk pergi ke New York, dengan berbekalkan uang yang dicurinya dari tabungan isterinya.
Di New York, pria itu mencoba berbisnis bersama beberapa orang temannya. Sambil berbisnis ia menikmati seks bebas, judi dan mabuk-mabukan. Bulan serta tahun berlalu, dan dia sama sekali tidak memberi kabar tentang keberadaannya kepada keluarga yang ditinggalkannya secara diam-diam. Seiring dengan berjalannya waktu ia bangkrut , bahkan terlibat hutang dan melakukan penipuan dengan menulis cek palsu. Ia tertangkap dan dijerat hukuman penjara selama tiga tahun. Menjelang akhir masa tahanan, ia mulai merindukan istri dan anak-anaknya. Ia mengumpulkan keberaniannya dan menulis sepucuk surat kepada istrinya. Di dalam surat itu ia menceritakan penyesalan dan kerinduannya untuk membina keluarga yang harmonis. ”Sayang, engkau tidak perlu menungguku. Namun jika engkau masih mau aku kembali, ikatkanlah sehelai pita kuning pada pohon ek yang ada di pusat kota. Apabila aku lewat dan tidak menemukan sehelai pita kuning, tidak apa-apa. Aku tidak akan turun dari bis dan terus ke Miami. Aku berjanji tidak akan mengganggu kehidupanmu dan anak-anak...” itulah sekelumit isi suratnya.
Setelah dibebaskan, pria itu menaiki bis dengan tujuan kembali ke kampung halamannya. Ia tidak tahu apakah istrinya sudah menerima suratnya dan mau mengampuninya. Di dalam bis ia bercerita dan meminta supir bis untuk menjalankan bisnya secara perlahan-lahan saat mereka memasuki pusat kota White Oak. “Tolong Pak, saat melewati pusat kota berjalanlah perlahan.... kita sama-sama melihat apa yang akan terjadi,” katanya memohon. Saat bis memasuki White Oak, detak jantung pria itu berdebar sangat kencang, tubuhnya basah oleh keringat. Di tengah-tengah keadaan yang menegangkan itu, tiba-tiba air matanya menetes tanpa henti saat melihat ratusan pita kuning bergantungan di sebuah pohon ek. “Wow... seluruh pohon dipenuhi pita kuning,” sorak penumpang yang ikut-ikutan tegang di dalam bis tersebut. Akhirnya semua penupang bis sepakat mengantar pria yang disambut oleh kehangatan cinta istri dan anak-anaknya. Saking terharunya, si supir bis menelpon surat kabar New York Post untuk menceritakan kisah indah tersebut. Yang tak kalah menariknya, saat itu seorang penulis lagu berada dalam bis tersebut. Kisah nyata itu kemudian menginspirasinya untuk menulis sebuah lagu. Februari 1973, lagu berjudul “Tie a Yellow Ribbon Around the Old Oak Tree” ini dirilis dan langsung menjadi hits.
Kesabaran, penerimaan dan pengampunan adalah bagian dari kasih. Kasih yang nyata membawa dampak yang luar biasa. Biarlah kita hidup saling menerima dan mengampuni.
Dipungut OPH dari Manna Sorgawi-Mei 2009
Seorang pria asal White Oak, Georgia , Amerika, menyia-nyiakan kebaikan istrinya yang cantik. Dia sering pulang dini hari dalam keadaan mabuk, kemudian tanpa segan memukuli istri serta anak-anaknya. Suatu malam ia memutuskan untuk pergi ke New York, dengan berbekalkan uang yang dicurinya dari tabungan isterinya.
Di New York, pria itu mencoba berbisnis bersama beberapa orang temannya. Sambil berbisnis ia menikmati seks bebas, judi dan mabuk-mabukan. Bulan serta tahun berlalu, dan dia sama sekali tidak memberi kabar tentang keberadaannya kepada keluarga yang ditinggalkannya secara diam-diam. Seiring dengan berjalannya waktu ia bangkrut , bahkan terlibat hutang dan melakukan penipuan dengan menulis cek palsu. Ia tertangkap dan dijerat hukuman penjara selama tiga tahun. Menjelang akhir masa tahanan, ia mulai merindukan istri dan anak-anaknya. Ia mengumpulkan keberaniannya dan menulis sepucuk surat kepada istrinya. Di dalam surat itu ia menceritakan penyesalan dan kerinduannya untuk membina keluarga yang harmonis. ”Sayang, engkau tidak perlu menungguku. Namun jika engkau masih mau aku kembali, ikatkanlah sehelai pita kuning pada pohon ek yang ada di pusat kota. Apabila aku lewat dan tidak menemukan sehelai pita kuning, tidak apa-apa. Aku tidak akan turun dari bis dan terus ke Miami. Aku berjanji tidak akan mengganggu kehidupanmu dan anak-anak...” itulah sekelumit isi suratnya.
Setelah dibebaskan, pria itu menaiki bis dengan tujuan kembali ke kampung halamannya. Ia tidak tahu apakah istrinya sudah menerima suratnya dan mau mengampuninya. Di dalam bis ia bercerita dan meminta supir bis untuk menjalankan bisnya secara perlahan-lahan saat mereka memasuki pusat kota White Oak. “Tolong Pak, saat melewati pusat kota berjalanlah perlahan.... kita sama-sama melihat apa yang akan terjadi,” katanya memohon. Saat bis memasuki White Oak, detak jantung pria itu berdebar sangat kencang, tubuhnya basah oleh keringat. Di tengah-tengah keadaan yang menegangkan itu, tiba-tiba air matanya menetes tanpa henti saat melihat ratusan pita kuning bergantungan di sebuah pohon ek. “Wow... seluruh pohon dipenuhi pita kuning,” sorak penumpang yang ikut-ikutan tegang di dalam bis tersebut. Akhirnya semua penupang bis sepakat mengantar pria yang disambut oleh kehangatan cinta istri dan anak-anaknya. Saking terharunya, si supir bis menelpon surat kabar New York Post untuk menceritakan kisah indah tersebut. Yang tak kalah menariknya, saat itu seorang penulis lagu berada dalam bis tersebut. Kisah nyata itu kemudian menginspirasinya untuk menulis sebuah lagu. Februari 1973, lagu berjudul “Tie a Yellow Ribbon Around the Old Oak Tree” ini dirilis dan langsung menjadi hits.
Kesabaran, penerimaan dan pengampunan adalah bagian dari kasih. Kasih yang nyata membawa dampak yang luar biasa. Biarlah kita hidup saling menerima dan mengampuni.
Dipungut OPH dari Manna Sorgawi-Mei 2009