Awal Persekutuan Doa
Di sebuah gereja kecil yang terletak di sebuah pedesaan, setiap hari Rabu sore diadakan persekutuan doa. Hal ini sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Persekutuan doa Rabu sore itu biasanya hanya dihadiri lima sampai tujuh orang saja dan hal ini rupanya membuat para pemimpin gereja agak berkecil hati, sehingga dibuatlah sebuah keputusan untuk meniadakan saja persekutuan doa yang kelihatannya sukar untuk bertumbuh ini.
Ibu yang Berdoa
Tetapi apa yang terjadi? Seorang ibu tua yang senantiasa hadir dalam persekutuan doa tersebut selama bertahun-tahun sama sekali tidak setuju dengan keputusan tersebut. Ia menyatakan protes keras atas keputusan tersebut, oleh karena itu pada hari Rabu berikutnya ia tetap hadir di ruang doa gereja tersebut untuk berdoa seorang diri saja.
Keesokan harinya ibu ini bertemu dengan seorang anggota jemaat yang menanyakan apakah ia tetap pergi berdoa dalam persekutuan doa Rabu sore. Ibu ini dengan tegas berkata : “Ya, saya kemarin berdoa di sana.” Lalu temannya itu melanjutkan pertanyaannya: “Berapa yang hadir dalam persekutuan itu?” Dengan tenang ibu itu menjawab :”Yang hadir ada empat.” Temannya menjawab : “Ah, jangan mengada-ada Bu, kudengar yang hadir hanya satu orang, yaitu Ibu sendiri.” Dengan tenang ibu tua ini menjawab : “Engkau salah! Yang terlihat dengan mata jasmani memang hanya aku seorang diri, tetapi Allah Bapa, Tuhan Yesus dan Roh Kudus juga hadir, walaupun orang tak dapat melihatnya dengan mata biasa, dan kami berempat sepakat dalam doa bersama-sama!”
Akhir Persekutuan Doa
Demikianlah dari hari Rabu ke Rabu berikutnya ibu ini dengan setia datang berdoa. Akhirnya para pemimpin jemaat dengan mempertimbangkan kesetiaan ibu ini, meralat keputusan mereka. Persekutuan doa itu dibuka kembali dan melihat teladan kesetiaan ibu tua ini, anggota-anggota jemaat lainnya tergerak hatinya. Mereka mulai menyediakan waktu untuk hadir dalam persekutuan doa Rabu sore dan dalam waktu kurang lebih enam bulan setelah dibuka kembali, sudah ada lebih dari seratus orang yang berdoa bersama-sama pada setiap hari Rabu sore. Tak lama kemudian terjadilah kebangunan rohani besar di jemaat tersebut dan berkat Tuhan dicurahkan secara luar biasa kepada jemaat tersebut.
Dipungut OPH dari Buku
Embun Surgawi
Pdt. Ishak Sugianto
Di sebuah gereja kecil yang terletak di sebuah pedesaan, setiap hari Rabu sore diadakan persekutuan doa. Hal ini sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Persekutuan doa Rabu sore itu biasanya hanya dihadiri lima sampai tujuh orang saja dan hal ini rupanya membuat para pemimpin gereja agak berkecil hati, sehingga dibuatlah sebuah keputusan untuk meniadakan saja persekutuan doa yang kelihatannya sukar untuk bertumbuh ini.
Ibu yang Berdoa
Tetapi apa yang terjadi? Seorang ibu tua yang senantiasa hadir dalam persekutuan doa tersebut selama bertahun-tahun sama sekali tidak setuju dengan keputusan tersebut. Ia menyatakan protes keras atas keputusan tersebut, oleh karena itu pada hari Rabu berikutnya ia tetap hadir di ruang doa gereja tersebut untuk berdoa seorang diri saja.
Keesokan harinya ibu ini bertemu dengan seorang anggota jemaat yang menanyakan apakah ia tetap pergi berdoa dalam persekutuan doa Rabu sore. Ibu ini dengan tegas berkata : “Ya, saya kemarin berdoa di sana.” Lalu temannya itu melanjutkan pertanyaannya: “Berapa yang hadir dalam persekutuan itu?” Dengan tenang ibu itu menjawab :”Yang hadir ada empat.” Temannya menjawab : “Ah, jangan mengada-ada Bu, kudengar yang hadir hanya satu orang, yaitu Ibu sendiri.” Dengan tenang ibu tua ini menjawab : “Engkau salah! Yang terlihat dengan mata jasmani memang hanya aku seorang diri, tetapi Allah Bapa, Tuhan Yesus dan Roh Kudus juga hadir, walaupun orang tak dapat melihatnya dengan mata biasa, dan kami berempat sepakat dalam doa bersama-sama!”
Akhir Persekutuan Doa
Demikianlah dari hari Rabu ke Rabu berikutnya ibu ini dengan setia datang berdoa. Akhirnya para pemimpin jemaat dengan mempertimbangkan kesetiaan ibu ini, meralat keputusan mereka. Persekutuan doa itu dibuka kembali dan melihat teladan kesetiaan ibu tua ini, anggota-anggota jemaat lainnya tergerak hatinya. Mereka mulai menyediakan waktu untuk hadir dalam persekutuan doa Rabu sore dan dalam waktu kurang lebih enam bulan setelah dibuka kembali, sudah ada lebih dari seratus orang yang berdoa bersama-sama pada setiap hari Rabu sore. Tak lama kemudian terjadilah kebangunan rohani besar di jemaat tersebut dan berkat Tuhan dicurahkan secara luar biasa kepada jemaat tersebut.
Dipungut OPH dari Buku
Embun Surgawi
Pdt. Ishak Sugianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar