Kelas Flute
Masa sekolah adalah masa yang indah. Banyak kenangan yang bisa digali. Banyak kegiatan yang bisa diikuti. Banyak hal yang bisa dinikmati. Saat tahun ajaran baru dimulai, para siswa ditanya,”Siapa yang mau ikut band?” Serentak para siswa mengacungkan tangan! Setelah para siswa dibantu orang tuanya memilih alat musik yang dipilih, maka dibagilah para siswa ke kelas-kelas alat musik yang ada.
Felix selaku pelatih dan direktur band segera melihat serbuan siswa memasuki kelas flute (salah satu alat musik tiup), mencari bangku dan menunggu dengan tidak sabar agar kelas dimulai sehingga impian setiap siswa menjadi pemain musik hebat menjelma. Felix pun mulai melatih para siswa tersebut. Ditunjukkan kepada mereka bagaimana meniup udara ke lubang di ujung flute. Satu per satu siswa memperagakan cara mereka meniup flute di hadapannya. Sampai akhirnya Felix berdiri di hadapan Jennifer yang mencoba sekuat tenaganya untuk menghembuskan aliran nafasnya melalui alat musik itu. Namun seberapa pun kerasnya, tidak terdengar suara apapun!
Felix berusaha membesarkan hati Jennifer. “Jangan khawatir, kau akan segera bisa memainkannya.” Setelah itu Felix mulai melatih para siswa bagaimana cara meletakkan jari-jemarinya di atas lubang flute. Waktu terasa begitu cepat berlalu, tiba-tiba latihan pun usai.
Cystic Fibrosis
Saat siswa lainnya sudah semakin maju, Jennifer tidak menunjukkan kemajuan sama sekali malah kondisinya semakin lemah. Namun ia tetap hadir latihan. Seberapa keras pun ia mencoba, flute nya tidak pernah mengeluarkan suara! Teman-temannya terus mendorongnya. Jennifer sebenarnya sudah menguasai cara memegang flute dengan benar, hal ini terlihat dari posisi jari-jarinya yang tepat dan dengan perkataan lain ia memang berlatih. Felix pun tidak memaksanya dan mencoba mencari tahu penyebabnya. “Jennifer, kau kelihatannya tidak memiliki cukup tenaga untuk bermain flute. Ada masalah apa?” Ia menatap Felix dengan mata birunya dan dengan ketenangan setara orang dewasa menjawab,”Saya menderita cystic fibrosis dan saya akan meninggal.” Saat melihat Felix tidak mengerti penyakit itu, ia menjelaskan lebih lanjut, ”Itu penyakit keturunan. Selaput lendir yang tebal dan lengket menyumbat paru-paru dan saluran napas, membuat saya sulit bernapas.” Kakak laki-lakinya meninggal 2 tahun lalu gara-gara penyakit yang sama.
Ketika ditanya alasan ia mengambil kelas flute padahal sulit bernafas , ia menjawab,”Saya sudah lama sekali ingin bermain flute dan saya menyukainya, walau saya tidak dapat menghasilkan suara.” Seketika Felix ingin memeluknya seakan Jennifer anaknya sendiri. Sesudah Jennifer pergi, Felix dengan susah payah menahan air matanya.
Mujijat Terjadi
Berminggu-minggu kemudian, Jennifer semakin sering batuk dan tersedak. Suatu kali kursi tempat latihannya kosong! Rupanya ia mengalami serangan napas berat dan akan absen selama beberapa hari. Ketika hadir kembali, Jennifer berusaha meniutp flute seakan ia tidak sakit. Felix mengajarkan tiga nada baru. Setiap siswa memperagakannya di hadapan Felix bagaimana cara menempatkan jari-jarinya. Sewaktu tiba giliran Jennifer, Felix bermaksud melewatinya karena nada yang dilatih tinggi dan jauh lebih sulit. Namun Jennifer berkata “Saya juga ingin mencoba” dan kemudian mengangkat jari-jarinya dan meletakkan ujung flute ke bibirnya. Keluarlah tiga nada yang indah! Ia pun tersenyum sangat lebar. Ruangan mendadak sunyi dan tak lama meledaklah sorak dan tepuk tangan yang gemuruh diiringi terikan,” Bagus, Jennifer!” Sungguh momen yang tak terlupakan.
Setelah itu, Jennifer tak pernah berlatih lagi. Kepala sekolah memberitahu bahwa Jennifer sudah meninggal dengan tenang dalam tidurnya. Semua anggota band pun meneteskan air mata. Ia meninggalkan kenangan yang indah akan keberanian dan arti pantang menyerah...... Flute tanpa suara Jennifer akan selalu dirindukan .....
Disusun ulang OPH dari Buku
It’s your time to Shine!
Masa sekolah adalah masa yang indah. Banyak kenangan yang bisa digali. Banyak kegiatan yang bisa diikuti. Banyak hal yang bisa dinikmati. Saat tahun ajaran baru dimulai, para siswa ditanya,”Siapa yang mau ikut band?” Serentak para siswa mengacungkan tangan! Setelah para siswa dibantu orang tuanya memilih alat musik yang dipilih, maka dibagilah para siswa ke kelas-kelas alat musik yang ada.
Felix selaku pelatih dan direktur band segera melihat serbuan siswa memasuki kelas flute (salah satu alat musik tiup), mencari bangku dan menunggu dengan tidak sabar agar kelas dimulai sehingga impian setiap siswa menjadi pemain musik hebat menjelma. Felix pun mulai melatih para siswa tersebut. Ditunjukkan kepada mereka bagaimana meniup udara ke lubang di ujung flute. Satu per satu siswa memperagakan cara mereka meniup flute di hadapannya. Sampai akhirnya Felix berdiri di hadapan Jennifer yang mencoba sekuat tenaganya untuk menghembuskan aliran nafasnya melalui alat musik itu. Namun seberapa pun kerasnya, tidak terdengar suara apapun!
Felix berusaha membesarkan hati Jennifer. “Jangan khawatir, kau akan segera bisa memainkannya.” Setelah itu Felix mulai melatih para siswa bagaimana cara meletakkan jari-jemarinya di atas lubang flute. Waktu terasa begitu cepat berlalu, tiba-tiba latihan pun usai.
Cystic Fibrosis
Saat siswa lainnya sudah semakin maju, Jennifer tidak menunjukkan kemajuan sama sekali malah kondisinya semakin lemah. Namun ia tetap hadir latihan. Seberapa keras pun ia mencoba, flute nya tidak pernah mengeluarkan suara! Teman-temannya terus mendorongnya. Jennifer sebenarnya sudah menguasai cara memegang flute dengan benar, hal ini terlihat dari posisi jari-jarinya yang tepat dan dengan perkataan lain ia memang berlatih. Felix pun tidak memaksanya dan mencoba mencari tahu penyebabnya. “Jennifer, kau kelihatannya tidak memiliki cukup tenaga untuk bermain flute. Ada masalah apa?” Ia menatap Felix dengan mata birunya dan dengan ketenangan setara orang dewasa menjawab,”Saya menderita cystic fibrosis dan saya akan meninggal.” Saat melihat Felix tidak mengerti penyakit itu, ia menjelaskan lebih lanjut, ”Itu penyakit keturunan. Selaput lendir yang tebal dan lengket menyumbat paru-paru dan saluran napas, membuat saya sulit bernapas.” Kakak laki-lakinya meninggal 2 tahun lalu gara-gara penyakit yang sama.
Ketika ditanya alasan ia mengambil kelas flute padahal sulit bernafas , ia menjawab,”Saya sudah lama sekali ingin bermain flute dan saya menyukainya, walau saya tidak dapat menghasilkan suara.” Seketika Felix ingin memeluknya seakan Jennifer anaknya sendiri. Sesudah Jennifer pergi, Felix dengan susah payah menahan air matanya.
Mujijat Terjadi
Berminggu-minggu kemudian, Jennifer semakin sering batuk dan tersedak. Suatu kali kursi tempat latihannya kosong! Rupanya ia mengalami serangan napas berat dan akan absen selama beberapa hari. Ketika hadir kembali, Jennifer berusaha meniutp flute seakan ia tidak sakit. Felix mengajarkan tiga nada baru. Setiap siswa memperagakannya di hadapan Felix bagaimana cara menempatkan jari-jarinya. Sewaktu tiba giliran Jennifer, Felix bermaksud melewatinya karena nada yang dilatih tinggi dan jauh lebih sulit. Namun Jennifer berkata “Saya juga ingin mencoba” dan kemudian mengangkat jari-jarinya dan meletakkan ujung flute ke bibirnya. Keluarlah tiga nada yang indah! Ia pun tersenyum sangat lebar. Ruangan mendadak sunyi dan tak lama meledaklah sorak dan tepuk tangan yang gemuruh diiringi terikan,” Bagus, Jennifer!” Sungguh momen yang tak terlupakan.
Setelah itu, Jennifer tak pernah berlatih lagi. Kepala sekolah memberitahu bahwa Jennifer sudah meninggal dengan tenang dalam tidurnya. Semua anggota band pun meneteskan air mata. Ia meninggalkan kenangan yang indah akan keberanian dan arti pantang menyerah...... Flute tanpa suara Jennifer akan selalu dirindukan .....
Disusun ulang OPH dari Buku
It’s your time to Shine!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar