Pengantar
Memulai hidup mandiri berarti hidup tanpa dibiayai orang tua. Rusty memulainya di rumah susun murah penuh mahasiswa dan karyawan muda dengan kekecualian satu keluarga yang tinggal tepat di seberang kamar apartemennya. Baik Rusty maupun keluarga muda tersebut tinggal di apartemen dengan hanya 1 kamar yang saling berhadap-hadapan tembus pandang karena keduanya tidak punya tirai! Rusty pun menyaksikan keluarga di apartemen seberangnya. Keluarga tersebut terdiri dari sang ayah, sang ibu dan seorang anak. Biasanya sang anak duduk di meja dapur sibuk mewarnai gambar sambil minum susu dan makan kue kering murahan. Sang ibu aktif menjahit untuk mencari nafkah membantu sang ayah. Sang ayah pulang sekitar pk 5 sore setiap hari. Kala sang ayah pulang, maka sang ibu dan sang putra menyambut sang ayah dengan lompatan dan pelukan , seolah-olah sang ayah sudah meninggalkan rumah selama seminggu!
Rusty bekerja sebagai pramusaja di malam hari untuk mencukupi biaya kuliahnya di siang hari. Sebagai pramusaja baru, Rusty hanya bisa pulang sebentar sebelum Natal untuk mengunjungi keluarga. Karena sepanjang libur natal, ia dijadwalkan bekerja sehingga ia tidak bisa pulang lama. Setelah 2 hari pulang, ia pun kembali.
Kala Berduka
Beberapa hari setelah kembali ke apartemennya, Rusty mengamati keluarga di seberangnya seperti biasa. Namun kali ini suasananya berbeda. Si anak tetap di meja, namun tidak ada segelas susu dan sepiring kue! Ibunya menjahit, namun jarang mengangkat kepalanya. Saat pk 5 sore tiba, sang ayah tidak muncul! Tidak ada jaket di rak mantel. Pk 5.50 sore masih belum ada tanda-tanda sang ayah.
Saat keluar dari kamar apartemennya untuk bekerja shift malam, Rusty melihat krans bunga pemakaman tergantung di pintu depan keluarga itu. Bunganya masih segar! Hal ini menjelaskan ketiadaan sang ayah. Rusty menangis sepanjang perjalanan ke tempat kerja seolah-olah pria itu adalah ayahnya sendiri. Kenangan senyum dan tawa keluarga itu berkelebatan sepanjang malam itu berganti dengan pertanyaan bagaimana keluarga tersebut dapat bertahan tanpa sang ayah. Rusty pun sulit melewati waktu kerjanya...
Namun demikian, Rusty merasa sungkan untuk mengetuk pintu mereka karena walau selama enam bulan terakhir ia selalu mengamati keluarga itu, ia sama sekali tidak mengenal dan dikenal keluarga itu. Lagipula Rusty khawatir membuat keluarga itu takut karena pembawaannya sebagai mahasiswa kucel, berjanggut kambing dan bercelemek.
Hari lewat hari, kondisi keluarga itu semakin menyedihkan. Sang ibu dan anak duduk dan berdiri, tak lepas dari perhatian Rusty. Lagu natal pun berkumandang dari radio, film animasi dan TV, namun kemuraman tak berubah. Di sini, Rusty menyadari artinya “hari raya kelabu”.
Membagi Perhatian
Belum tampak sepotong hiasan natal pun di apartemen seberang. Tampaknya tak satu lampu natal pun dinyalakan keluarga itu. Sepulang kerja, Rusty pun bergegas membeli pohon natal dan membeli daging beku, jus jeruk, permen dan eggnog. Sesampai di apartemen, Rusty memasukkan steker ke stopkontak untuk memanaskan makanan dan mengetes lampu pohon natal. Lalu ia pun duduk di kursi butut namun empuk. Tak disadarinya, ia ketiduran. Tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu. Rusty pun terlonjak berdiri, mengamati makanan yang sudah hangat dan pohon natal yang menyala terang di atas meja makan.
Rusty pun membuka pintu dan melihat sang ibu dan sang anak. Wajah keduanya tampak cemas. “Kami melihat pohonmu masih menyala dan kau tertidur di sebelahnya. Kami khawatir apartemenmu kebakaran.” Rupanya suasana apartemennya membuat ibu-anak itu kasihan kepada Rusty yang duduk di kursi bututnya sendirian pada hari Natal. Sungguh luar biasa. Dalam kepedihan, mereka masih bisa merasa kasihan pada Rusty!
Awalnya Rusty yang ingin memberi mereka kejutan. Namun yang terjadi sebaliknya. Justru keluarga kecil dari apartemen seberang lah yang membuat keajaiban!
Disusun Ulang OPH dari Buku
True
Irene Dunlap
Memulai hidup mandiri berarti hidup tanpa dibiayai orang tua. Rusty memulainya di rumah susun murah penuh mahasiswa dan karyawan muda dengan kekecualian satu keluarga yang tinggal tepat di seberang kamar apartemennya. Baik Rusty maupun keluarga muda tersebut tinggal di apartemen dengan hanya 1 kamar yang saling berhadap-hadapan tembus pandang karena keduanya tidak punya tirai! Rusty pun menyaksikan keluarga di apartemen seberangnya. Keluarga tersebut terdiri dari sang ayah, sang ibu dan seorang anak. Biasanya sang anak duduk di meja dapur sibuk mewarnai gambar sambil minum susu dan makan kue kering murahan. Sang ibu aktif menjahit untuk mencari nafkah membantu sang ayah. Sang ayah pulang sekitar pk 5 sore setiap hari. Kala sang ayah pulang, maka sang ibu dan sang putra menyambut sang ayah dengan lompatan dan pelukan , seolah-olah sang ayah sudah meninggalkan rumah selama seminggu!
Rusty bekerja sebagai pramusaja di malam hari untuk mencukupi biaya kuliahnya di siang hari. Sebagai pramusaja baru, Rusty hanya bisa pulang sebentar sebelum Natal untuk mengunjungi keluarga. Karena sepanjang libur natal, ia dijadwalkan bekerja sehingga ia tidak bisa pulang lama. Setelah 2 hari pulang, ia pun kembali.
Kala Berduka
Beberapa hari setelah kembali ke apartemennya, Rusty mengamati keluarga di seberangnya seperti biasa. Namun kali ini suasananya berbeda. Si anak tetap di meja, namun tidak ada segelas susu dan sepiring kue! Ibunya menjahit, namun jarang mengangkat kepalanya. Saat pk 5 sore tiba, sang ayah tidak muncul! Tidak ada jaket di rak mantel. Pk 5.50 sore masih belum ada tanda-tanda sang ayah.
Saat keluar dari kamar apartemennya untuk bekerja shift malam, Rusty melihat krans bunga pemakaman tergantung di pintu depan keluarga itu. Bunganya masih segar! Hal ini menjelaskan ketiadaan sang ayah. Rusty menangis sepanjang perjalanan ke tempat kerja seolah-olah pria itu adalah ayahnya sendiri. Kenangan senyum dan tawa keluarga itu berkelebatan sepanjang malam itu berganti dengan pertanyaan bagaimana keluarga tersebut dapat bertahan tanpa sang ayah. Rusty pun sulit melewati waktu kerjanya...
Namun demikian, Rusty merasa sungkan untuk mengetuk pintu mereka karena walau selama enam bulan terakhir ia selalu mengamati keluarga itu, ia sama sekali tidak mengenal dan dikenal keluarga itu. Lagipula Rusty khawatir membuat keluarga itu takut karena pembawaannya sebagai mahasiswa kucel, berjanggut kambing dan bercelemek.
Hari lewat hari, kondisi keluarga itu semakin menyedihkan. Sang ibu dan anak duduk dan berdiri, tak lepas dari perhatian Rusty. Lagu natal pun berkumandang dari radio, film animasi dan TV, namun kemuraman tak berubah. Di sini, Rusty menyadari artinya “hari raya kelabu”.
Membagi Perhatian
Belum tampak sepotong hiasan natal pun di apartemen seberang. Tampaknya tak satu lampu natal pun dinyalakan keluarga itu. Sepulang kerja, Rusty pun bergegas membeli pohon natal dan membeli daging beku, jus jeruk, permen dan eggnog. Sesampai di apartemen, Rusty memasukkan steker ke stopkontak untuk memanaskan makanan dan mengetes lampu pohon natal. Lalu ia pun duduk di kursi butut namun empuk. Tak disadarinya, ia ketiduran. Tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu. Rusty pun terlonjak berdiri, mengamati makanan yang sudah hangat dan pohon natal yang menyala terang di atas meja makan.
Rusty pun membuka pintu dan melihat sang ibu dan sang anak. Wajah keduanya tampak cemas. “Kami melihat pohonmu masih menyala dan kau tertidur di sebelahnya. Kami khawatir apartemenmu kebakaran.” Rupanya suasana apartemennya membuat ibu-anak itu kasihan kepada Rusty yang duduk di kursi bututnya sendirian pada hari Natal. Sungguh luar biasa. Dalam kepedihan, mereka masih bisa merasa kasihan pada Rusty!
Awalnya Rusty yang ingin memberi mereka kejutan. Namun yang terjadi sebaliknya. Justru keluarga kecil dari apartemen seberang lah yang membuat keajaiban!
Disusun Ulang OPH dari Buku
True
Irene Dunlap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar