Ada seorang Ibu yang dikhianati pasangannya. Suaminya, seorang pengusaha besar akirnya menikah dengan sekretarisnya. Cinta pengusaha itu kepada istrinya yang sah itu luntur lewat waktu karena tak tahan godaan sekretarisnya. Istrinya sangat kecewa, demikian juga ketiga anaknya yang masih kecil-kecil. Sang pengusaha ini pun meninggalkan istri pertama dan tinggal bersama istri kedua.
Waktu berjalan, istri kedua ini ternyata menikah hanya untuk menguras harta si pengusaha. Sampai beberapa tahun, seluruh kekayaan sudah berbalik nama. Konflik si pengusaha dengan istri kedua makin keras. Pertengkaran demi pertengkaran, rasa bersalah karena mengingat istri pertama dan ketiga anaknya, membuat pertahanannya jebol. Dia sakit keras dan masuk rumah sakit. Namun, istri kedua tidak mau lagi mengurus suaminya. Pertengkaran dan konflik mereka juga menimbulkan kebencian dalam hatinya. Setelah beberapa bulan dirawat, si pengusaha ini tak cukup punya uang untuk keluar dari rumah sakit yang terbilang mahal. Mantan sekretaris yang menjadi istri keduanya tidak mau menolong.
Saat seperti itulah dia ingat kembali pada istri pertamanya. Dia mencoba menelepon. Istrinya mengangkat telepon tapi sebentar kemudian ia menutup telepon setelah tahu itu dari mantan suaminya. Si suami menelepon lagi, dan mengemis pada istrinya untuk menerima telepon. ”Aku sakit... aku tidak bisa keluar dari rumah sakit karena tidak punya uang.” ”Ke mana uangmu yang banyak itu?” tanya istrinya keheranan.
”Semua dikuras oleh istriku sekarang. Dia benar-benar jahat, serigala berbulu domba. Tolonglah aku, Ma. Tolonglah. Aku menyesal,maafkan aku telah melukaimu dan mengkhianatimu.” Mantan istri dengan sedikit kesal bercampur kasihan berkata, ”Nanti aku pikirkan dulu dan bicarakan dengan anak-anak. Mereka cukup besar untuk saya mintai pendapat.”
Si Ibu lalu memberitahukan percakapan itu kepada ketiga anaknya. Semua anak langsung berpendapat, ”Mama jangan peduli pada Ayah yang tak beranggung jawab itu. Biar dia rasa, Ma. Kita juga semua susah karena ulah dia. Sekarang lagi susah, dia menelepon. Kami tidak setuju mama ke rumah sakit.” Mereka kompak sekali.
Tapi si Ibu dengan air mata berlinang bicara dengan hati-hati kepada anaknya,”Anak-anakku, kalian memang menderita karena perlakuan Ayah kalian. Tapi, ingat , mama lebih terluka. Kalau dengar hati mama, mama tidak akan pergi melihat papa kalian. Tapi mama ingat janji mama kepada Tuhan, bahwa Mama harus setia sampai kematian memisahkan kami. Nak, maafkan mama karena harus pergi melihat papa kalian.”
Si Ibu lalu pergi ke rumah sakit untuk menebus pengusaha yang pernah melukai dan mengkhianatinya.
Itulah kekuatan cinta. Dia tetap tangguh, tak peduli badai apa yang menimpa hidupnya. Cinta itu kuat.
Dipungut OPH dari buku
Mencinta Hingga Terluka
Roswitha Ndraha & Julianto Simanjuntak
Waktu berjalan, istri kedua ini ternyata menikah hanya untuk menguras harta si pengusaha. Sampai beberapa tahun, seluruh kekayaan sudah berbalik nama. Konflik si pengusaha dengan istri kedua makin keras. Pertengkaran demi pertengkaran, rasa bersalah karena mengingat istri pertama dan ketiga anaknya, membuat pertahanannya jebol. Dia sakit keras dan masuk rumah sakit. Namun, istri kedua tidak mau lagi mengurus suaminya. Pertengkaran dan konflik mereka juga menimbulkan kebencian dalam hatinya. Setelah beberapa bulan dirawat, si pengusaha ini tak cukup punya uang untuk keluar dari rumah sakit yang terbilang mahal. Mantan sekretaris yang menjadi istri keduanya tidak mau menolong.
Saat seperti itulah dia ingat kembali pada istri pertamanya. Dia mencoba menelepon. Istrinya mengangkat telepon tapi sebentar kemudian ia menutup telepon setelah tahu itu dari mantan suaminya. Si suami menelepon lagi, dan mengemis pada istrinya untuk menerima telepon. ”Aku sakit... aku tidak bisa keluar dari rumah sakit karena tidak punya uang.” ”Ke mana uangmu yang banyak itu?” tanya istrinya keheranan.
”Semua dikuras oleh istriku sekarang. Dia benar-benar jahat, serigala berbulu domba. Tolonglah aku, Ma. Tolonglah. Aku menyesal,maafkan aku telah melukaimu dan mengkhianatimu.” Mantan istri dengan sedikit kesal bercampur kasihan berkata, ”Nanti aku pikirkan dulu dan bicarakan dengan anak-anak. Mereka cukup besar untuk saya mintai pendapat.”
Si Ibu lalu memberitahukan percakapan itu kepada ketiga anaknya. Semua anak langsung berpendapat, ”Mama jangan peduli pada Ayah yang tak beranggung jawab itu. Biar dia rasa, Ma. Kita juga semua susah karena ulah dia. Sekarang lagi susah, dia menelepon. Kami tidak setuju mama ke rumah sakit.” Mereka kompak sekali.
Tapi si Ibu dengan air mata berlinang bicara dengan hati-hati kepada anaknya,”Anak-anakku, kalian memang menderita karena perlakuan Ayah kalian. Tapi, ingat , mama lebih terluka. Kalau dengar hati mama, mama tidak akan pergi melihat papa kalian. Tapi mama ingat janji mama kepada Tuhan, bahwa Mama harus setia sampai kematian memisahkan kami. Nak, maafkan mama karena harus pergi melihat papa kalian.”
Si Ibu lalu pergi ke rumah sakit untuk menebus pengusaha yang pernah melukai dan mengkhianatinya.
Itulah kekuatan cinta. Dia tetap tangguh, tak peduli badai apa yang menimpa hidupnya. Cinta itu kuat.
Dipungut OPH dari buku
Mencinta Hingga Terluka
Roswitha Ndraha & Julianto Simanjuntak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar