Oleh : Anonim
(Buku : Kisah Kasih Allah, Alice Gray)
Bocah lelaki itu duduk berdempetan begitu rapat dengan seorang wanita
bergaun abu-abu, sehingga setiap orang yakin ia anak wanita itu. Tak heran jika
ketika anak itu tanpa sengaja menggerakkan sepatunya yang berlumpur ke rok
berbahan halus yang dipakai seorang wanita di sebelah kirinya, wanita itu
mencondongkan badannya dan berkata,”Maafkan saya, Ibu, tolong awasi putra kecil
Anda. Ia mengotori rok saya dengan lumpur di sepatunya.”
Wanita yang bergaun
abu-abu itu agak tersipu-sipu dan mendorong anak itu menjauh.
“Anak saya?”katanya. “Astaga,
ia bukan anak saya.”
Anak itu menggeliat dengan
gelisah. Anak itu begitu kecil sehingga tidak bisa menjejakkan kakinya ke
lantai, maka ia menjulurkan kakinya harus ke depan seperti gantungan, dan
memandangi kakinya dengan malu.
“Maaf, saya mengotori gaun
Ibu,” katanya kepada wanita di sebelah kirinya. “Semoga bisa disikat bersih.”
“Oh, tidak apa-apa,” jawab
wanita itu. Kemudian, karena mata bocah itu masih menatapnya, ia menambahkan,”Apakah
kamu pergi ke kota sendirian?”
“Ya,Bu,” katanya. “Saya
selalu bepergian sendiri. Tak ada yang bisa menemani saya. Ayah dan ibu saya
sudah meninggal. Saya tinggal bersama Bibi Clara di Brooklyn, tapi katanya Bibi
Anna juga punya kewajiban merawat saya, maka satu atau dua kali seminggu, kalau
Bibi Clara capai dan ingin pergi ke suatu tempat untuk beristirahat, ia
menyuruh saya tinggal bersama Bibi Anna. Sekarang saya akan ke sana.
Kadang-kadang saya tidak menjumpainya di rumah, tapi kali ini saya harap ia ada
di rumah, karena tampaknya hari akan hujan, dan saya tak ingin keluyuran di
jalan pada saat hujan.”
Wanita itu merasakan
sesuatu menyekat di tenggorokkannya, dan berkata dengan suara gementar,”Engkau
terlalu kecil untuk pergi sendiriain.”
“Oh, itu tidak menjadi
masalah buat saya,” kata bocah itu. “Saya tidak pernah tersesat. Hanya, kadang-kadang
saya merasa kesepian waktu melakukan perjalanan jauh, sehingga ketika melihat
seseorang yang saya suka dan saya rasa cocok menjadi anaknya, saya akan merapat
kepadanya sehingga saya dapat berpura-pura seperti anakny. Pagi ini saya
pura-pura menjadi anak ibu ini, sampai-sampai saya lupa menjaga kaki saya.
Karena itulah, saya mengotori gaun Ibu.”
Wanita itu merangkul bocah
itu erat-erat sampai-sampai hampir menyakitinya. Ddan setiap wanita lain yang
telah mendengar perkataan bocah yang begitu naif itu melihat bahwa tampak
wanita itu tidak hanya akan membiarkan bocah itu mengusapkan sepatunya ke gaun
terbaiknya, ia bahkan mengharapkan itu terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar