Yesus Gembala yang Baik.

Kamis, 06 Desember 2012

Mendonorkan Hati demi Keselamatan Sang Kakak

Standard Nov 2012

Seorang penerima donor hati merasa bersalah secara luar biasa setelah saudaranya yang mendonorkan sebagian hatinya, meninggal karena pendonoran tersebut. Apalagi organ donor itu kemudian dinyatakan tidak berfungsi.

Seorang pria Colorado mengalami keterhilangan dan rasa bersalah yang luar biasa, setelah transplantasi hati  yang ia jalani, akhirnya merengut  nyawa sang adik, yang menjadi pendonor hidup. Parahnya lagi, operasi itu tidak berarti apa-apa karena hati yang ditranplantasi itu pun kelihatannya gagal.
                Chad Arnold berumur 38 tahun saat menderita penyakit yang disebut primary sclerosing cholangitis (PSC) yang tidak diketahui penyebabnya dan juga belum ada obatnya. Satu-satunya cara agar ia bisa selamat adalah melalui transplantasi hati. Ia kemudian mendapatkan donor dari adiknya sendiri, Ryan (34 tahun) yang bersedia mendonorkan sebagian dari organ tubuhnya untuk sang kakak.
                Semula Chad berharap mendapatkan donor dari mayat. Tetapi pada waktu yang sama, ada 16.000 pasien secara nasional yang juga sedang menunggu transplantasi hati, sementara hanya ada sekitar 4.500 organ hati dari mayat yang tersedia di AS setiap tahunnya.
                Pilihan terbaik adalah transplantasi donor hidup, prosedur langka di mana sebagian hati diambil dari donor yang sehat dan kemudian dipindahkan ke pasien yang sakit. Hasil tes menunjukkan bahwa darah Ryan, seorang ayah dari tiga anak, adalah cocok dengan kepunyaan Chad.
                Segala sesuatu bergerak dengan cepat setelah Ryan menerima sebuah telepon di saat mengadakan reuni keluarga yang memberitahukan bahwa ia cocok untuk menjadi pendonor yang akan menyelamatkan kehidupan Chad.
                Satu setengah minggu kemudian, keluarga itu kembali ke Colorado untuk mempersiapkan operasi tersebut. Malam sebelumnya, mereka membaca Kitab Suci, bersekutu bersama dan siap memutahirkan informasi mengenai perkembangan mereka untuk teman-teman dan keluarga melalui website (laman).
                Keesokan harinya, di Rumah Sakit University of Colorado, kedua bersaudara ini saling bertukar lelucon. Tepat sebelum Ryan dibawa ke ruang operasi, Chad berjalan ke ruang pra operasi adiknya dan membelitkan lengannya di sekeliling Ryan.
                “Saya berutang nyawa padamu,” bisiknya pada Ryan, yang mencoba, seperti biaya, untuk meyakinkan.
                “Sepotong kue,” kata Ryan.
                Pada pukul 5 sore operasi telah dilakukan. Dua pertiga dari hati Ryan telah diangkat dan ditempatkan ke hati Chad, sementara organ yang sakit dibuang.
                Segera setelah itu, kulit Chad yang kuning kembali ke warna yang alami, sedangkan perut buncit disebabkan oleh hati yang bengkak juga menghilang.
                Hanya dalam beberapa minggu, baik hati yang sakit dan yang menjadi donor telah mengalami regenerasi dan tumbuh kembali ke ukuran yang normal, namun perlu jangka waktu yang cukup panjang agar keduanya dapat berfungsi dengan regular.
                Chad merasa itu adalah waktu yang terbaik yang ia miliki di tahun itu. Melalui anggota keluarga, ia mengirim pesan kepada Ryan. “Katakan padanya saya merasa baik. Katakan padanya saya mencintainya.”

Ryan Meninggal
                Keduanya seolah-olah beralih tempat. Sementara Chad sudah bangun dan berjalan, Ryan mengalami waktu yang sulit.
                Sehari setelah operasi, pada hari Jumat, Ryan merasa grogi tapi oke. Pada hari Sabtu ia mengalami kesakitan yang luar biasa.
                Hari Minggu, Ryan memasuki kondisi ‘kode biru’ dan diresusitasi yang membuatnya dalam kondisi kritis. Dan pada Senin, ia meninggal.
                Ada sebuah memori yang diputar berulang-ulang dalam pikiran Chad. Dimulai dengan panggilan mendesak dari ujung aula :”Kode biru. Kamar 601.”
                Ujung aula adalah tempat perawatan Ryan yang baru saja menjalani operasi pemotongan organ hati yang diberikan kepada Chad.
                Chad masih dibelit dengan banyak selang infuse setelah transplantasi hati, dan terbaring hanya beberapa pintu dari tempat adiknya dirawat. Dari lorong ia menyaksikan semua kejadian tersebut sehingga horror itu selamanya tertanam dalam ingatannya.
                Apa yang menyedihkan adalah bahwa mereka berdua semula berhasil keluar dari operasi dengan baik-baik saja, bahkan seluruh proses telah menjadi perayaan kemenangan – tampaknya tidak ada sesuatu yang perlu ditakuti, benar-benar suatu akhir yang membahagiakan.
                Dari 4.100 lebih kasus transplantasi hati dari donor hidup yang telah dilakukan di Amerika Serikat sejak tahun 1989, hanya ada tiga donor yang meninggal akibat komplikasi yang berkaitan dengan operasi itu.
                Sang ayah memilih untuk menyampaikan berita itu pada Chad, setelah tes menunjukkan bahwa otak Ryan tidak lagi berfungsi. Dia memasuki ruangan tempat tidur Chad dan meraih jari-jari kakinya untuk membangunkan anaknya itu, cara biasa yang ia lakukan ketika Chad masih kanak-kanak. Dan kemudian berkata, dengan penuh kelembutan,”otak Ryan sudah mati, tapi tetap kita menyerahkan pada Allah yang baik.”
                Ketika Chad pergi untuk mengucapkan selamat tinggal, ia berjanji pada Ryan bahwa ia akan bertahan, bahwa ia akan hidup dengan sepenuhnya, bahwa ia akan “hidup bagi mereka berdua”.
                Seluruh keberadaannya menjadi tentang penyembuhan, penyembuhan bukan hanya tubuhnya, tapi hatinya juga.
                Semua ritual kedukaan – kebaktian perkabungan, pemakaman dan ucapan selamat jalan yang terakhir tidak dapat dihadiri oleh Chad. Dia sempat dikeluarkan sesaat sebelum pelayanan untuk Ryan, tapi tidak cukup kuat untuk perjalan ke South Dakota untuk menghadiri acara tersebut.
                Kemudian komplikasi membuatnya segera dikembalikan ke rumah sakit. Selama beberapa minggu, ia dirawat hanya berjarak dua pintu dari kamar perawatan Ryan; berjalan melewatinya adalah sebagai latihan yang dimaksudnkan untuk membantu penyembuhannya.
                Dia ingat bagaimana Ryan menjalani kehidupan ‘tanpa pamrih dan positif, bagaimana ia bahkan mengirim ‘sms’ untuk Chad beberapa hari sebelum operasi yang berkata,”Saya percaya padamu.”
                Chad berjuang untuk mengusir setan yang mengganggu pikirannya. “Kenapa Ryan, Tuhan? Kenapa bukan saya? Bagaimana dengan semua doa-doa?” TUlisnya. “Jika Anda berpikir bahwa saya tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan itu, Anda salah…. Jika Anda berpikir bahwa saya tidak berteriak pada Tuhan – Maafkan saya, Anda keliru.”
                Dia terus bertanya-tanya: Bagaimana jika ia tetap menunggu donor mayat daripada menerima donor dari Ryan? Lalu seorang pekerja rumah sakit mengatakan kepadanya bahwa kondisi hatinya sangat parah dan ia hanya memiliki waktu beberapa bulan saja untuk hidup. Dan hal itu sedikit menghiburnya.
                Dia menyesalkan ayahnya yang telah pensiun harus keluar untuk membuka praktek orthodonsi yang selama ini telah diambil alih oleh Ryan.
                Ketika Chad keluar dari rumah sakit, ia begitu senang berada di rumah istri dan dua anak lagi, ia memegang erat-erat putra-putranya, mencium mereka dan mengucapkan selamat malam. Kemudian ia menyadari bahwa istri dan tiga anak laki-laki Ryan tidak memiliki saat-saat seperti itu lagi.
                Dia mencoba untuk fokus pada penyembuhan tubuhnya. Padi di atas treadmill, dua kali seminggu melakukan pemeriksaan, periksa lab. Perlahan-lahan ia kembali bekerja mengkoordinasi gereja-gereja untuk membantu anak-anak miskin, dan melakukan pekerjaannya dengan semangat dan perspektif yang baru, kini ia tahu apa artinya penderitaan. Dia juga menetapkan prioritas baru bagi hidupnya, mengikuti apa yang dahulu diprioritaskan oleh Ryan : iman , keluarga dan persahabatan.
                Dia berjanji untuk menghabiskan lebih banyak waktu dengan anak-anaknya, lebih sabar dan penuh kasih sayang dengan anak-anaknya, lebih sabar dan penuh kasih sayang pada istrinya, mengunjungi orang tuanya dengan lebih senang, lebih membangun persahabatan dengan teman-temannya.
                Laporan otopsi Ryan menyebutkan bahwa kematiannya dikarenakan kurangnya pasokan oksigen ke otaka setelah serangan jantung. Dikatakan bahwa komplikasi dari operasi mungkin telah memberikan tekanan yang berlebihan pada jantung, hal itu terlihat dari kondisi jantung Ryan yang sedikit membesar, yang mungkin telah membuatnya rentan terhadap ritme yang tak teratur.
                Peninjauan yang dilakukan tidak menemukan adanya kekurangan dalam program itu sendiri. Dan personil rumah sakit sekarang akan terus memantau donor pasca-operasi dengan  mesin yang membunyikan alarm jika tingkat oksigen dalam darah menurun dan pasien berhenti bernapas. Dalam sebuah pernyataan sederhana, rumah sakit berkata,”Kematian Ryan tidaklah sia-sia.”
                Chad masih membuat janji yang sama untuk dirinya sendiri, meskipun komplikasi berkelanjutan yang baru-baru ini membawa berita buruk bahwa ada kemungkinan ia tidak akan mampu menjaga hati Ryan. Dalam dua minggu terakhir, karena penumpukan cairan yang menunjukkan transplantasi liver belum berfungsi dengan baik. AKhirnya Chad dimasukkan dalam daftar tunggu untuk mendapatkan hati dari mayat.
                Dia masih berharap hari demi hari, hati dari Ryan akan berfungsi. Tetapi jika tersedia hati dari myata, Chad telah memutuskan untuk menjalani transplantasi lainnya.
                Dalam kondisi seperti itu, ia merasa tidak punya pilihan. Satu hal yang ia dapat control : ia tidak akan lagi menerima sumbangan hati dari orang yang masih hidup, tanggung jawab ini terlalu besar.
                “Saya tidak akan membiarkan hal itu terjadi pada orang lain lagi,”katanya. “Jika tidak menunggu donor dari mayat, saya lebih suka tidak mendapatkan dari manapun juga.” Tulis Chad.
                Iman yang kuat yang selalu membantu keluarganya menaklukkan kesulitan, juga membantu mereka bertahan. Chad mungkin bertanya ‘mengapa’ dan ‘bagaimana’, tapi ia tahu pertanyaan-pertanyaannya itu tidak akan benar-benar mendapatkan jawaban.
                Iman , ia menulis dalam sebuah blog, adalah hal yang Anda pegang teguh ketika Anda mengambil napas terakhir di sebuah sungai beku yang arusnya terlalu kuat. Dan saat ini arus itu terlalu kuat bagi saya, dank arena itu saya sedang berpegang dengan teguh
                Perjalanannya terus berlangsung, sebuah proses yang melibatkan kerja keras, doa lebih banyak untuk penyembuhan dan hari yang diisi dengan penuh kenangan, beberapa di antaranya membahagiakan dan lainnya menakutkan.
                Chad tidak bisa tidak merasa seolah-olah dia akan gagal, entah bagaimana, jika ia tidak menerima donor hati yang lain. Memiliki sebagian hati Ryan telah membantunya mengurangi sedikit rasa nyeri atas kehilangan saudaranya.
                Saat ia menulis dalam sebuah blog entry : “Saya berhadapan dengan kebenaran keras yang dingin bahwa saya tidak mungkin menjaga apa yang telah menjadi satu-satunya penebusan dalam semua ini.” Dan lagi pula, ia tahu Ryan tidak ingin ia merasa seperti itu. Dia tahu apa yang adiknya akan katakana tentang kemungkina transplantasi kedua.
                “….. Jika saya harus hidup, saya harus hidup,” kata Chad. “Ryan akan memberitahu pada saya untuk melakukan hal demikian.” [Mailonline]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar