Ada kisah tentang kebaikan dan kasih yang tercecer
dari antara perayaan-perayaan Natal. Semacam kisah Orang Samaria yang Baik
Hati. Kisah tentang kasih yang indah ini sayangnya tidak terjadi di gereja,
tetapi di sebuah Dept. Store di Amerika Serikat.
Pada suatu hari seorang pengemis wanita yang dikenal
dengan sebutan “Bag Lady” (karena segala harta-bendanya hanya termuat dalam
sebuah tas yang ia jinjing kemana-mana sambil mengemis) memasuki sebuah Dept.
Store yang mewah sekali. Hari-hari itu adalah menjelang hari Natal. Toko itu
dihias dengan indah sekali. Lantainya semua dilapisi karpet yang baru dan
indah.
Pengemis ini tanpa ragu-ragu memasuki toko ini.
Bajunya kotor dan penuh lubang-lubang. Badannya mungkin sudah tidak mandi
berminggu-minggu Bau badan menyengat hidung. Ketika itu seorang hamba Tuhan
wanita mengikutinya dari belakang. Ia berjaga-jaga, kalau petugas sekuriti toko
itu mengusir pengemis ini, sang hamba Tuhan mungkin dapat membela atau
membantunya. Wah, tentu pemilik atau pengurus toko mewah ini tidak ingin ada
pengemis kotor dan bau mengganggu para pelanggan terhormat yang ada di toko
itu. Begitu pikir sang hamba Tuhan wanita. Tetapi pengemis ini dapat terus
masuk ke bagian-bagian dalam toko itu. Tak ada petugas keamanan yang mencegat
dan mengusirnya. Aneh ya padahal, para pelanggan lain berlalu lalang di situ
dengan setelan jas atau gaun yang mewah dan mahal.
Di tengah Dept. Store itu ada piano besar (grand
piano) yang dimainkan seorang pianis dengan jas tuksedo, mengiringi para
penyanyi yang menyanyikan lagu-lagu natal dengan gaun yang indah. Suasana di
toko itu tidak cocok sekali bagi si pengemis wanita itu. Ia nampak seperti
makhluk aneh di lingkungan gemerlapan itu. Tetapi sang ‘bag lady” jalan terus.
Sang hamba Tuhan itu juga mengikuti terus dari jarak tertentu.
Rupanya pengemis itu mencari sesuatu dibagian Gaun
Wanita. Ia mendatangi counter paling eksklusif yang memajang gaun-gaun mahal
bermerek (branded items) dengan harga diatas $ 2500 per piece. Kalau dikonversi
dengan kurs hari-hari ini, harganya dalam rupiah sekitar Rp. 20 juta per piece.
Baju-baju yang mahal dan mewah ! Apa yang dikerjakan pengemis ini?
Sang pelayan bertanya, “Apa yang dapat saya bantu bagi
anda ?”
“Saya ingin mencoba gaun merah muda itu ?”
Kalau anda ada di posisi sang pelayan itu, bagaimana
respons anda ? Wah, kalau pengemis ini mencobanya tentu gaun-gaun mahal itu
akan jadi kotor dan bau, dan pelanggan lain yang melihat mungkin akan jijik
membeli baju-baju ini setelah dia pakai. Apalagi bau badan orang ini begitu
menyengat, tentu akan merusak gaun-gaun itu. Tetapi mari kita dengarkan apa
jawaban sang pelayan toko mewah itu.
“Berapa ukuran yang anda perlukan ?”
“Tidak tahu !”
“Baiklah, mari saya ukur dulu.”
Pelayan itu mengambil pita meteran, mendekati pengemis
itu, mengukur bahu, pinggang, dan panjang badannya. Bau menusuk hidung terhirup
ketika ia berdekatan dengan pengemis ini. Ia cuek saja. Ia layani pengemis ini
seperti satu-satunya pelanggan terhormat yang mengunjungi counternya.”OK, saya
sudah dapatkan nomor yang pas untuk nyonya ! Cobalah yangini !” Ia memberikan
gaun itu untuk dicoba di kamar pas. “Ah, yang ini kurang cocok untuk saya.
Apakah saya boleh mencoba yang lain?
“Oh, tentu !”
Kurang lebih dua jam pelayan ini menghabiskan waktunya
untuk melayani sang “bag lady”. Apakah pengemis ini akhirnya membeli salah satu
gaun yang dicobanya? Tentu saja tidak ! Gaun seharga puluhan juta rupiah itu
jauh dari jangkauan kemampuan keuangannya.
Pengemis itu kemudian berlalu begitu saja, tetapi
dengan kepala tegak karena ia telah diperlakukan sebagai layaknya seorang
manusia. Biasanya ia dipandang sebelah mata. Hari itu ada seorang pelayan toko
yang melayaninya, yang menganggapnya seperti orang penting, yang mau
mendengarkan permintaannya.
Tetapi mengapa pelayan toko itu repot-repot
melayaninya ? Bukankah kedatangan pengemis itu membuang-buang waktu dan perlu
biaya bagi toko itu? Toko itu harus mengirim gaun-gaun yang sudah dicoba itu ke
Laundry, dicuci bersih agar kembali tampak indah dan tidak bau. Pertanyaan ini juga
mengganggu sang hamba Tuhan yang memperhatikan apa yang terjadi di counter itu.
Kemudian hamba Tuhan ini bertanya kepada pelayan toko itu setelah ia selesai
melayani tamu “istimewa”-nya.
“Mengapa anda membiarkan pengemis itu mencoba
gaun-gaun indah ini ?”
“Oh, memang tugas saya adalah melayani dan berbuat
baik (My job is to serve and to be kind !) “Tetapi, anda ‘kan tahu bahwa
pengemis itu tidak mungkin sanggup membeli gaun-gaun mahal ini?”
“Maaf, soal itu bukan urusan saya. Saya tidak dalam
posisi untuk menilai atau menghakimi para pelanggan saya. Tugas saya adalah
untuk melayani dan berbuat baik.” Hamba Tuhan ini tersentak kaget. Di jaman
yang penuh keduniawian ini ternyata masih ada orang-orang yang tugasnya adalah
melayani dan berbuat baik, tanpa perlu menghakimi orang lain.
Hamba Tuhan ini akhirnya memutuskan untuk membawakan
khotbah pada hari Minggu berikutnya dengan thema “Injil Menurut Toko Serba
Ada”. Khotbah ini menyentuh banyak orang, dan kemudian diberitakan di
halaman-halaman surat kabar di kota itu.
Berita itu menggugah banyak orang sehingga mereka juga
ingin dilayani di toko yang eksklusif ini. Pengemis wanita itu tidak membeli
apa-apa, tidak memberi keuntungan apa-apa, tetapi akibat perlakuan istimewa
toko itu kepadanya, hasil penjualan toko itu meningkat drastis, sehingga pada
bulan itu keuntungan naik 48 % !
“Peliharalah
kasih persaudaraan ! Jangan kamu lupa memberi kebaikan kepada orang, sebab
dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu
malaikat-malaikat.” Ibrani 13:1-2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar