Standard Nov 2012
Seorang
penerima donor hati merasa bersalah secara luar biasa setelah saudaranya yang
mendonorkan sebagian hatinya, meninggal karena pendonoran tersebut. Apalagi
organ donor itu kemudian dinyatakan tidak berfungsi.
Seorang pria Colorado mengalami keterhilangan dan rasa
bersalah yang luar biasa, setelah transplantasi hati yang ia jalani, akhirnya merengut nyawa sang adik, yang menjadi pendonor hidup.
Parahnya lagi, operasi itu tidak berarti apa-apa karena hati yang
ditranplantasi itu pun kelihatannya gagal.
Chad
Arnold berumur 38 tahun saat menderita penyakit yang disebut primary sclerosing
cholangitis (PSC) yang tidak diketahui penyebabnya dan juga belum ada obatnya.
Satu-satunya cara agar ia bisa selamat adalah melalui transplantasi hati. Ia
kemudian mendapatkan donor dari adiknya sendiri, Ryan (34 tahun) yang bersedia
mendonorkan sebagian dari organ tubuhnya untuk sang kakak.
Semula
Chad berharap mendapatkan donor dari mayat. Tetapi pada waktu yang sama, ada
16.000 pasien secara nasional yang juga sedang menunggu transplantasi hati,
sementara hanya ada sekitar 4.500 organ hati dari mayat yang tersedia di AS
setiap tahunnya.
Pilihan
terbaik adalah transplantasi donor hidup, prosedur langka di mana sebagian hati
diambil dari donor yang sehat dan kemudian dipindahkan ke pasien yang sakit.
Hasil tes menunjukkan bahwa darah Ryan, seorang ayah dari tiga anak, adalah
cocok dengan kepunyaan Chad.
Segala
sesuatu bergerak dengan cepat setelah Ryan menerima sebuah telepon di saat
mengadakan reuni keluarga yang memberitahukan bahwa ia cocok untuk menjadi
pendonor yang akan menyelamatkan kehidupan Chad.
Satu
setengah minggu kemudian, keluarga itu kembali ke Colorado untuk mempersiapkan
operasi tersebut. Malam sebelumnya, mereka membaca Kitab Suci, bersekutu
bersama dan siap memutahirkan informasi mengenai perkembangan mereka untuk
teman-teman dan keluarga melalui website (laman).
Keesokan
harinya, di Rumah Sakit University of Colorado, kedua bersaudara ini saling bertukar
lelucon. Tepat sebelum Ryan dibawa ke ruang operasi, Chad berjalan ke ruang pra
operasi adiknya dan membelitkan lengannya di sekeliling Ryan.
“Saya
berutang nyawa padamu,” bisiknya pada Ryan, yang mencoba, seperti biaya, untuk
meyakinkan.
“Sepotong
kue,” kata Ryan.
Pada
pukul 5 sore operasi telah dilakukan. Dua pertiga dari hati Ryan telah diangkat
dan ditempatkan ke hati Chad, sementara organ yang sakit dibuang.
Segera
setelah itu, kulit Chad yang kuning kembali ke warna yang alami, sedangkan
perut buncit disebabkan oleh hati yang bengkak juga menghilang.
Hanya
dalam beberapa minggu, baik hati yang sakit dan yang menjadi donor telah
mengalami regenerasi dan tumbuh kembali ke ukuran yang normal, namun perlu
jangka waktu yang cukup panjang agar keduanya dapat berfungsi dengan regular.
Chad
merasa itu adalah waktu yang terbaik yang ia miliki di tahun itu. Melalui
anggota keluarga, ia mengirim pesan kepada Ryan. “Katakan padanya saya merasa
baik. Katakan padanya saya mencintainya.”
Ryan
Meninggal
Keduanya
seolah-olah beralih tempat. Sementara Chad sudah bangun dan berjalan, Ryan
mengalami waktu yang sulit.
Sehari
setelah operasi, pada hari Jumat, Ryan merasa grogi tapi oke. Pada hari Sabtu
ia mengalami kesakitan yang luar biasa.
Hari
Minggu, Ryan memasuki kondisi ‘kode biru’ dan diresusitasi yang membuatnya
dalam kondisi kritis. Dan pada Senin, ia meninggal.
Ada
sebuah memori yang diputar berulang-ulang dalam pikiran Chad. Dimulai dengan
panggilan mendesak dari ujung aula :”Kode biru. Kamar 601.”
Ujung
aula adalah tempat perawatan Ryan yang baru saja menjalani operasi pemotongan
organ hati yang diberikan kepada Chad.
Chad
masih dibelit dengan banyak selang infuse setelah transplantasi hati, dan
terbaring hanya beberapa pintu dari tempat adiknya dirawat. Dari lorong ia
menyaksikan semua kejadian tersebut sehingga horror itu selamanya tertanam
dalam ingatannya.
Apa
yang menyedihkan adalah bahwa mereka berdua semula berhasil keluar dari operasi
dengan baik-baik saja, bahkan seluruh proses telah menjadi perayaan kemenangan –
tampaknya tidak ada sesuatu yang perlu ditakuti, benar-benar suatu akhir yang
membahagiakan.
Dari
4.100 lebih kasus transplantasi hati dari donor hidup yang telah dilakukan di
Amerika Serikat sejak tahun 1989, hanya ada tiga donor yang meninggal akibat
komplikasi yang berkaitan dengan operasi itu.
Sang
ayah memilih untuk menyampaikan berita itu pada Chad, setelah tes menunjukkan
bahwa otak Ryan tidak lagi berfungsi. Dia memasuki ruangan tempat tidur Chad
dan meraih jari-jari kakinya untuk membangunkan anaknya itu, cara biasa yang ia
lakukan ketika Chad masih kanak-kanak. Dan kemudian berkata, dengan penuh
kelembutan,”otak Ryan sudah mati, tapi tetap kita menyerahkan pada Allah yang
baik.”
Ketika
Chad pergi untuk mengucapkan selamat tinggal, ia berjanji pada Ryan bahwa ia
akan bertahan, bahwa ia akan hidup dengan sepenuhnya, bahwa ia akan “hidup bagi
mereka berdua”.
Seluruh
keberadaannya menjadi tentang penyembuhan, penyembuhan bukan hanya tubuhnya,
tapi hatinya juga.
Semua
ritual kedukaan – kebaktian perkabungan, pemakaman dan ucapan selamat jalan
yang terakhir tidak dapat dihadiri oleh Chad. Dia sempat dikeluarkan sesaat
sebelum pelayanan untuk Ryan, tapi tidak cukup kuat untuk perjalan ke South
Dakota untuk menghadiri acara tersebut.
Kemudian
komplikasi membuatnya segera dikembalikan ke rumah sakit. Selama beberapa
minggu, ia dirawat hanya berjarak dua pintu dari kamar perawatan Ryan; berjalan
melewatinya adalah sebagai latihan yang dimaksudnkan untuk membantu
penyembuhannya.
Dia
ingat bagaimana Ryan menjalani kehidupan ‘tanpa pamrih dan positif, bagaimana
ia bahkan mengirim ‘sms’ untuk Chad beberapa hari sebelum operasi yang berkata,”Saya
percaya padamu.”
Chad
berjuang untuk mengusir setan yang mengganggu pikirannya. “Kenapa Ryan, Tuhan?
Kenapa bukan saya? Bagaimana dengan semua doa-doa?” TUlisnya. “Jika Anda
berpikir bahwa saya tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan itu, Anda salah….
Jika Anda berpikir bahwa saya tidak berteriak pada Tuhan – Maafkan saya, Anda
keliru.”
Dia
terus bertanya-tanya: Bagaimana jika ia tetap menunggu donor mayat daripada
menerima donor dari Ryan? Lalu seorang pekerja rumah sakit mengatakan kepadanya
bahwa kondisi hatinya sangat parah dan ia hanya memiliki waktu beberapa bulan
saja untuk hidup. Dan hal itu sedikit menghiburnya.
Dia
menyesalkan ayahnya yang telah pensiun harus keluar untuk membuka praktek
orthodonsi yang selama ini telah diambil alih oleh Ryan.
Ketika
Chad keluar dari rumah sakit, ia begitu senang berada di rumah istri dan dua
anak lagi, ia memegang erat-erat putra-putranya, mencium mereka dan mengucapkan
selamat malam. Kemudian ia menyadari bahwa istri dan tiga anak laki-laki Ryan
tidak memiliki saat-saat seperti itu lagi.
Dia
mencoba untuk fokus pada penyembuhan tubuhnya. Padi di atas treadmill, dua kali
seminggu melakukan pemeriksaan, periksa lab. Perlahan-lahan ia kembali bekerja
mengkoordinasi gereja-gereja untuk membantu anak-anak miskin, dan melakukan
pekerjaannya dengan semangat dan perspektif yang baru, kini ia tahu apa artinya
penderitaan. Dia juga menetapkan prioritas baru bagi hidupnya, mengikuti apa
yang dahulu diprioritaskan oleh Ryan : iman , keluarga dan persahabatan.
Dia
berjanji untuk menghabiskan lebih banyak waktu dengan anak-anaknya, lebih sabar
dan penuh kasih sayang dengan anak-anaknya, lebih sabar dan penuh kasih sayang
pada istrinya, mengunjungi orang tuanya dengan lebih senang, lebih membangun
persahabatan dengan teman-temannya.
Laporan
otopsi Ryan menyebutkan bahwa kematiannya dikarenakan kurangnya pasokan oksigen
ke otaka setelah serangan jantung. Dikatakan bahwa komplikasi dari operasi
mungkin telah memberikan tekanan yang berlebihan pada jantung, hal itu terlihat
dari kondisi jantung Ryan yang sedikit membesar, yang mungkin telah membuatnya
rentan terhadap ritme yang tak teratur.
Peninjauan
yang dilakukan tidak menemukan adanya kekurangan dalam program itu sendiri. Dan
personil rumah sakit sekarang akan terus memantau donor pasca-operasi
dengan mesin yang membunyikan alarm jika
tingkat oksigen dalam darah menurun dan pasien berhenti bernapas. Dalam sebuah
pernyataan sederhana, rumah sakit berkata,”Kematian Ryan tidaklah sia-sia.”
Chad
masih membuat janji yang sama untuk dirinya sendiri, meskipun komplikasi
berkelanjutan yang baru-baru ini membawa berita buruk bahwa ada kemungkinan ia
tidak akan mampu menjaga hati Ryan. Dalam dua minggu terakhir, karena
penumpukan cairan yang menunjukkan transplantasi liver belum berfungsi dengan
baik. AKhirnya Chad dimasukkan dalam daftar tunggu untuk mendapatkan hati dari
mayat.
Dia
masih berharap hari demi hari, hati dari Ryan akan berfungsi. Tetapi jika
tersedia hati dari myata, Chad telah memutuskan untuk menjalani transplantasi
lainnya.
Dalam
kondisi seperti itu, ia merasa tidak punya pilihan. Satu hal yang ia dapat control
: ia tidak akan lagi menerima sumbangan hati dari orang yang masih hidup,
tanggung jawab ini terlalu besar.
“Saya
tidak akan membiarkan hal itu terjadi pada orang lain lagi,”katanya. “Jika
tidak menunggu donor dari mayat, saya lebih suka tidak mendapatkan dari manapun
juga.” Tulis Chad.
Iman
yang kuat yang selalu membantu keluarganya menaklukkan kesulitan, juga membantu
mereka bertahan. Chad mungkin bertanya ‘mengapa’ dan ‘bagaimana’, tapi ia tahu
pertanyaan-pertanyaannya itu tidak akan benar-benar mendapatkan jawaban.
Iman
, ia menulis dalam sebuah blog, adalah hal yang Anda pegang teguh ketika Anda
mengambil napas terakhir di sebuah sungai beku yang arusnya terlalu kuat. Dan
saat ini arus itu terlalu kuat bagi saya, dank arena itu saya sedang berpegang
dengan teguh
Perjalanannya
terus berlangsung, sebuah proses yang melibatkan kerja keras, doa lebih banyak
untuk penyembuhan dan hari yang diisi dengan penuh kenangan, beberapa di
antaranya membahagiakan dan lainnya menakutkan.
Chad
tidak bisa tidak merasa seolah-olah dia akan gagal, entah bagaimana, jika ia
tidak menerima donor hati yang lain. Memiliki sebagian hati Ryan telah
membantunya mengurangi sedikit rasa nyeri atas kehilangan saudaranya.
Saat
ia menulis dalam sebuah blog entry : “Saya berhadapan dengan kebenaran keras
yang dingin bahwa saya tidak mungkin menjaga apa yang telah menjadi
satu-satunya penebusan dalam semua ini.” Dan lagi pula, ia tahu Ryan tidak
ingin ia merasa seperti itu. Dia tahu apa yang adiknya akan katakana tentang
kemungkina transplantasi kedua.
“…..
Jika saya harus hidup, saya harus hidup,” kata Chad. “Ryan akan memberitahu
pada saya untuk melakukan hal demikian.” [Mailonline]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar