Gary Smalley dari Home Remedies
Kelas
enam bukanlah tahun pelajaran yang gemilang bagi Eric. Ia tidak pernah merasa
percaya diri di sekolah, ia sangat takut pada pelajaran matematika. Seorang
konselor mengatakan bahwa ia memiliki “kemampuan terbatas”. Lalu, belum lagi ia
dapat mengubah citranya sebagai seorang murid yang mempunyai mental matematika
terbatas, ia pun terserang cacar air yang membuatnya harus beristirahat selama
dua minggu di rumah. Ketika ia kembali ke sekolah, teman-temannya telah belajar
mengalikan pecahan. Sedangkan Eric masih bergelut dengan setengah potong kue
ditambah tiga perempat potong kue…. Di antara banyak kue.
Guru
Eric, Ibu Gunter – bersuara keras, berbadan besar, menakutkan dan tinggal
setahun lagi akan pensiun – ia sangat tidak simpati. Ia memanggil Eric dengan
julukan “cacar” sebagai sindiran atas sakit cacarnya yang datang di waktu yang
tidak tepat dan ia selau mengejar Eric dengan pekerjaan rumah tambahan yang
bertumpuk. Ketika Eric tidak menunjukkan kemajuan dalam pelajaran pecahan,
dengan suara mengguntur ia menghardik Eric di muka kelas,”Saya tidak menerima
alasanmu yang tidak berharga itu! Lekas selesaikan!”
Sejak
saat itu, halangan mental yang dialami Eric kian meraksasa, dari semula
bagaikan pagar tembok, kini berubah menjadi tembok sejarah Tiongkok. Eric bukan
saja gagal dalam menyusul ketinggalannya, ia bahkan gagal pada pelajaran yang
semula dikuasainya. Lalu tibalah saat yang luar biasa. Hal ini terjadi di kelas
Sembilan pada pelajaran bahasa Inggris. Sampai saat ini, dua puluh lima tahun
setelah kejadian tersebut, Eric masih dapat menceritakan peristiwa bersejarah
tersebut.
Saat
itu murid-murid terlihat mengantuk dan tidak mempedulikan diskusi dan
pertanyaan yang diajukan ibu Warwick tentang cerita Mark Twain. Di tengah
pelajaran, entar mengapa tiba-tiba terbersit di benak Eric. Rasanya aneh, tapi
tiba-tiba ia mengerti tentang Mark Twain mengemudi – sesuatu sedikit di bawah
permukaan. Seperti bukan dirinya, Eric mengacungkan tangan dan mengemukakakn
pendapatnya.
Apa
yang dilakukan Erick saat itu membuat ibu Warwick menatapnya – lurus ke
matanya, dengan pandangan menyenangkan, sambil berkata, “Luar biasa Eric, kamu
sangat cerdas!”
Cerdas. Cerdas? Cerdas! Kata tersebut terus bergema di
pikiran Eric di sepanjang hari itu – dan di sepanjang hidupnya. Cerdas? Saya?
Yah kukira aku tadi cerdas. Mungkin aku memang cerdas.
Satu
kata, satu kata positif hadir pada waktu yang tepat dan telah mengubah
pandangan hidup seorang remaja tentang dirinya – yang pada akhirnya mengubah
seluruh hidupnya. (Walau ia tetap tidak dapat menyelesaikan perkalian pecahan).
Eric menempuh karier sebagai jurnalis dan berkembang menjadi seorang editor
buku yang sukses di antara Pengarang-pengarang top di Amerika.
Banyak
guru yang menyadari betapa pujian dapat
membangkitkan motivasi anak-anak. Seorang guru berkata, ia selalu memuji
muridnya yang duduk di kelas tiga setiap hari, tanpa kecuali. Murid-muridnya
sangat termotivasi, terdorong dan antusias di sekolah. Saya ingat ketika guru
geometri saya mulai menguatkan saya secara teratur. Dalam waktu enam minggu
angka rata-rata D berubah menjadi A.
Sangatlah
indah bila seorang guru mempunyai kesempatan memberikan kata-kata yang
membangun dalam hidup seorang murid. Tapi setelah beberapa tahun berkonsultasi,
kami sampai pada kesimpulan bahwa dorongan yang paling efektif berasal dari
rumah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar