Gulungan Rambut

Linda Goodman

Stories for the Family’s Heart (Alice Gray)

Waktu aku berumur tujuh tahun, aku terlalu sering mendengar ibuku memberi tahu salah seorang temannya bahwa esok hari adalah hari ulang tahunnya yang ke tiga puluh. Dua hal yang muncul dalam pikiranku saat aku mendengar itu : satu, sebelumnya aku tidak menyadari kalau ibuku juga punya hari ulang tahun; dan kedua, aku tidak dapat mengingat kalau ia pernah dapat hadiah ulang tahun.

                Kalau begitu, aku dapat melakukan sesuatu. Aku pergi ke ruang tidurku, membuka celenganku dan mengeluarkan semua uang yang ada di dalamnya: dua puluh lima sen. Bernilai lima minggu uang jajanku. Kemudian aku berjalan ke toko kecil dekat rumahku, dan aku berkata pada pemilik toko, Tn. Sawyer, kalau aku ingin membeli sebuah hadiah ulang tahun untuk ibuku.

                Ia menunjukkan segala yang ada di tokonya yang bisa dibeli dengan harga dua puluh lima sen. Ada beberapa barang dari keramik. Ibuku akan menyukainya tetapi rumah kami telah penuh dengan barang-barang seperti itu dan akulah yang harus membersihkannya dari debu setiap minggu. Oh, tidak! Barang-barang itu tidak akan kupilih. Ada juga sekotak kecil permen. Ibuku mengidap penyakit diabetes, jadi aku tahu hadiah sekotak permen tidak cocok. Benda terakhir yang ditunjukkan oleh Tn. Sawyer adalah satu set gulungan rambut.

                Ibuku memiliki rambut hitam panjang yang indah, dua kali seminggu ia mencucinya dan menggulungnya. Saat ibu melepas gulungan rambut keesokan harinya, ia kelihatan seperti bintang film dengan rambut yang panjang dan ikal tergerai bahunya. Jadi aku memutuskan untuk memilih gulungan rambut sebagai hadiah yang terbaik untuk ibuku. Aku memberikan uang dua puluh lima sen kepada Tn. Sawyer, dan ia membeikanku gulungan rambut.

                Aku membawa gulungan rambut itu ke rumah dan membungkusnya dengan Koran hari Minggu yaitu lembaran komik yang berwarna-warni (aku tidak punya uang lagi untuk membeli kertas kado). Keesokan harinya, aku menghampiri ibuku dan menyerahkan hadiah itu dan berkata,”Selamat ualng tahun, Ibu!” Ibuku duduk terdiam untuk beberapa saat. Kemudian , dengan mata berkaca-kaca, ia merobek bungkusan kertas Koran warna-warni itu. Begitu ia tahu ia mendapat gulungan rambut, ia menangis.

                “Maafkan aku, Ibu!” aku kaget setengah mati. “Aku tidak bermaksud membuat Ibu menangis. Aku hanya ingin Ibu bergembira di hari ulang tahun Ibu.” “Oh sayang, Ibu  bahagia!” ia memberitahuku. Aku memandang matanya, dan aku dapat melihat ia tersenyum lewat airmatanya. “Apakah kau tahu ini adalah hadiah ulang tahun pertama yang pernah Ibu terima seumur hidup Ibu?” tanyanya.

                Kemudian ia mencium pipiku dan berkata, “Terima kasih, sayang.” Dan ia menghampiri adik perempuanku dan berkata, “Lihatlah! Linda memberi Ibu hadiah ulang tahun!” Dan ia menghampiri ayahku dan berkata,”Lihatlah! Linda memberiku  hadiah ulang tahun!” Dan kemudian ia pergi ke kamar mandi untuk mencuci rambautnya dan menggulungnya dengan gulungan rambut yang baru.

                Setelah ibu meninggalkan ruangan, Ayah memandangku dan berkata,”Linda, waktu Ayah remaja, kembali pada perbatasan (ayahku selalu menyebut lingkungan masa kanak-kanaknya di pegunungan Virginia perbatasan) , kami tidak memiliki banyak toko yang menjual barang untuk hadiah ulang tahun bagi orang dewasa, tetapi hanya menjual barang untuk hadiah anak kecil. Dan keluarga Ibumu dulu sangat miskin, melihat betapa kau telah membuat Ibumu gembira hari ini membuat Ayah kembali berpikir tentang makna dari hari ulang tahun ini. Apa yang Ayah coba untuk sampaikan kepadamu , Linda, adalah Ayah percaya kau telah membuat suatu awal yang baik.”

                Dan aku memang telah membuat awal yang baik. Setelah itu , ibuku dibanjiri hadiah-hadiah setiap ulang tahunnya: dari adik perempuanku, kakak laki-lakiku, ayahku dan dariku. Dan tentunya, semakin kami bertumbuh dewasa, semakin banyak uang kami, dan semakin indah hadiah yang Ibu terima. Sampai aku berumur dua puluh lia tahun, aku telah memberikannya tape, televise berwarna dan sebuah microwave (yang ia jual untuk sebuah mesin penyedot debut mutakhir).

                Untuk hadiah ulang tahun ibuku yang ke lima puluh, aku dan saudara-saudaraku mengumpulkan tabungan kami dan memberikannya sesuatu yang spektakuler: sebuah cincin berhiaskan mutiara yang dikelilingi sederet berlian. Waktu kakak laki-lakiku yang tertua menyerahkan cincin itu kepada Ibu pada pesta ulang tahun sebagai penghormatan untuknya, ia membuka kotak beludru itu dan mengintip cincin yang ada di dalamnya. Kemudian ia tersenyum dan memperlihatkan hadiah istimewa itu kepada tamu-tamu dan berkata,”Bukankah aku memiliki anak-anak yang lebih luar biasa dari berlian di cincin ini?” Kemudian ia memperlihatkan cincin ini ke sekeliling ruangan dan decakan kagum dari tamu-tamu terlontar keluar saat itu.

                Setelah tamu-tamu pulang, aku tetap ada di sana membantu beres-beres. Aku sedang mencuci piring di dapur waktu aku tidak sengaja mendengar percakapan antara ayah dan ibuku di ruangan sebelah. “Pauline,” kata ayahku, “ini adalah cincing yang luar biasa indahnya. Aku bertaruh ini adalah hadiah ulang tahun yang terbaik yang pernah kau terima.”

                Mataku berkaca-kaca saat aku mendengar jawabannya. “Ted,” katanya dengan pelan, “cincin ini memang sungguh luar biasa. Tetapi hadiah ulang tahun terbaik yang pernah aku terima adalah satu set gulungan rambut.”