Oleh : Charlotte Elmore
Dalam Buku : Kisah Kasih Allah
Dengan putus asa, saya bertanya apakah Michael dapat dites ulang. Ia
menggeleng dan berkata “tidak”. Dalam upaya menunjukkan betapa “normalnya”
Michael sesungguhnya, saya mula menceritakan apa saja yang dapat dilakukan
Michael. Namun ia tidak menanggapi ucapan saya, berdiri, dan meninggalkan saya.
“Michael akan baik-baik saja,” katanya.
Malam itu, setelah Michael
dan Linda, adik perempuannya yang berusia tiga tahun, tidur, saya berbicara
sambil terisak kepada Frank tentang apa yang terjadi hari itu. Setelah
membahasnya, kami setuju bahwa kami lebih mengenal anak kami daripada tes IQ
itu. Kami memutuskan bahwa nilai tes Michael yang rendah pasti keliru.
Seperti saya, Frank tak
percaya bahwa anak kami “lemah mental”. Ia malah menceritakan hal-hal yang baru
saja dilakukan Michael, yang membuktikan bahwa Michael pandai... Ia berkata bahwa suatu malam Michael
menunjukkan minta terhadap sketsa cetak biru yang sedang dikerjakannya , maka
ia mencari mainan blok-blok berbentuk ganjil milik Michael dan dengan cepat
membuat gambar dua dimensi dari blok-blok itu. Frank kemudian meminta Michael
mencocokkan mainan tersebut dengan gambar yang sesuai. Frank berkata bahwa ia
senang melihat betapa mudahnya Michael membuat sesuatu dengan pedoman diagram
yang menyertai mainan itu.
Ketika kami pindah ke Fort
Wayne, Indiana pada tahun 1962, Michael masuk ke SMU Concordia Lutheran.
Sekolah itu mengadakan seleksi persiapan masuk, termasuk biologi, bahasa Latin,
dan aljabar – beberapa mata pelajaran yang menurut psikolog, tak akan pernah
dikuasainya. Namun, biologi segera menjadi pelajaran kesukaannya. Dan ia mulai
berkata kepada setiap orang bahwa ia ingin menjadi dokter.
Michael masuk Universitas
Indiana di Bloomington tahun 1965 sebagai calon mahasiswa kedokteran. Pada
pertengahan tahun, indeks prestasi kumulatifnya 3,47. Ia masuk dalam daftar
murid terbaik, dan pembimbing akademiknya memberi izin khusus untuk mengambil
mata kuliah tambahan. Nilainya pun memenuhi syarat untuk diterima di
Universitas Kedokteran di Indianapolis pada akhir tahun pertama pendidikan
pendahuluan itu.
Selama tahun pertama
sekolah kedokteran, Michael ikut tes IQ lagi, dan skornya 126 , naik 36 poin. Kenaikan
seperti itu merupakan sesuatu yang tidak mungkin.
Pada 12 Mei 1972, Frank,
Linda, dan saya menghadiri upacara wisudanya dan memeluk Dr. Mike kami! Setelah
upacara kami bercerita kepada Michael dan Linda tentang IQ-nya yang rendah saat
6 tahun, yanga membuat kami sedikit khawatir. Lalu Michael memandang saya dan
sambil menyeringai berkata,”Ayah dan Ibu sama sekali tak pernah mengatakan
bahwa saya tidak mungkin menjadi dokter, itu sebabnya saya lulus menjadi
dokter!” Begitulah ia mensyukuri iman dan keyakinan kami.
Ya, anak-anak hidup dengan
apa yang diharapkan orang tua – katakan kepada seorang anak ia “bodoh”, maka ia
akan benar-benar menjadi bodoh. Kami sering berpikir apa jadinya jika kami
tetap memperlakukan Michael sebagai seorang “terbelakang mental” dan membatasi
impiannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar