Drs. Timotius Adi Tan
Dari Buku : Secangkir Sup Bagi Jiwa Anda
Ada seorang janda tua yang begitu lemah. Ia menumpang di rumah anak
laki-laki, istrinya, serta putri mereka yang masih kecil. Setiap hari
penglihatan dan pendengaran wanita tua semain berkurang dan kadang-kadang pada
saat makan kedua tangannya gemetar sehingga kacang polong menggelinding dari
sendoknya atau sup tercecer dari mangkoknya. Anak laki-laki dan menantunya
sering jengkel melihat wanita tua itu menumpahkan makanan di atas meja.
Pada suatu hari, setelah wanita tua itu menjatuhkan segelas susu, mereka
berkata satu sama lainnya “Cukup! Sudah cukup kesabaranku!” Mereka tidak bisa mentoleransi
lagi. Akhirnya mereka menyediakan meja kecil untuknya di pojok dekat lemari
tempat penyimpanan sapu dan mereka menyuruh nenek tua itu makan di situ. Nenek tua itu duduk seorang diri,
memandang dengan mata yang berkaca-kaca ke seberang ruang makan itu.
Kadang-kadang mereka berbicara kepadanya sementara mereka makan, tetapi lebih
sering hanya untuk mengomelinya ketika ia menjatuhkan sendok atau garpu
Pada suatu malam, tepat sebelum makan malam, gadis kecil kesayangannya itu
sedang bermain di lantai dengan kotak-kotak bangunannya. Ayahnya menanyakan apa
yang sedang ia perbuat dengan kotak-kotak tersebut. “Aku sedang membuat sebuah
meja kecil untuk ayah dan ibu,” ia tersenyum, “supaya kalian berdua bisa makan
di pojok dapur suatu hari nanti apabila aku sudah besar.” Mendengar hal itu
kedua orangtuanya terhenyak beberapa saat dan mendadak keduanya mulai menangis.
Malam itu mereka segera menuntun wanita tua itu kembali ke meja makannya yang
besar. Sejak saat itu mereka selalu makan bersama-sama. Dan, tidak seorang pun
keberatan lagi bila wanita tua itu menumpahkan sesuatu di atas meja makannya.
Kolose 3:23
Apapun juga yang kamu
perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk
manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar