Yesus Gembala yang Baik.

Senin, 19 November 2012

Baju Celemek

Dorothy Canfield Fisher dari A Harvest of Stories
Stories for the family’s heart

Bertahun-tahun yang lalu, waktu nenek buyutku masih seorang yang riang gembira dengan wajahnya yang penuh keriput, ia mendengar bahwa di salah satu pertanian di gunung di sisi lereng yang curam, seorang istri  petani di sana tidak pernah  turun ke desa untuk membeli barang-barang atau pergi ke gereja karena ia takut orang-orang  akan mentertawakannya. Ibunya adalah seorang Indian, dan warna kulitnya sangat gelap. Mereka adalah rakyat biasa yang tidak memiliki banyak uang, dan ia berpikir kalau pakaiannya tidak cukup layak untuk pergi ke gereja. Ia menjauhi orang-orang karena ia malu dan langsung masuk ke dalam rumah dan bersembunyi begitu ada orang asing yang berhenti di pertaniannya.
                Setelah nenek buyutku mendengar tentang hal itu, ia meminta anak lelakinya mengantarkannya ke pertanian keluarga Hunter dengan kereta keluarga yang kecil dan usang. Ny. Hunter sedang menjemur pakaian saat nenek buyutku masuk ke ladangnya. Sebelum ia sempat menghindar dan bersembunyi, nenek buyutku turun dari keretanya yang pendek dan kecil dan berkata,”Mari aku bantu!” Dalam waktu satu menit , dengan mulut penuh dengan penjepit baju, ia berdiri dekat Ny. Hunter, menjepit seprai , handuk dan kemeja-kemeja pria. “Wow, bersih sekali kau mencucinya!” ia berkomentar tentang baju-baju yang sedang dijepitnya. “Semuanya putih seperti susu yang baru saja diperas! Bagaimana caranya kau membuat sabun? Apa kau memasukkan garam ke dalamnya?”
                Tidak lama, seember besar baju basah telah selesai digantung. Istri petani gunung yang berkulit gelap dan berambut hitam itu tidak merasa malu saat berjalan bersama dengan nenek buyutku. Mereka berbincang-bincang di dapur sambil mencuci piring-piring bekas makan pagi, dan duduk bersama di samping keranjang benang jahit. Pertanyaan tentang gereja akhirnya keluar, dan dilanjutkan dengan pembicaraan tentang topic yang lainnya.  Sebelum nenek buyutku pamit pulang, Ny. Hunter berkata kalau ia akan pergi ke gereja hari Minggu berikutnya, kalau nenek buyutku juga pergi bersamanya dan duduk berdampingan dengannya.
                Merasa cukup yakin, hari Minggu berikutnya, nenek buyutku, nenek dan bibiku berdiri di depan serambi muka rumah keluarga Hunter. Mereka semua memakai baju yang pantas untuk pergi ke gereja, mengenakan topi yang indah dan membawa buku doa. Mereka tersenyum pada Ny. Hunter saat Tn. Hunter mengantarnya ke luar rumah.
                Ny. Hunter mengenakan topi menutupi rambutnya yang hitam legam. Waktu itu hari agak dingin, ia mengenakan mantel, sepatunya hitam mengkilap sepertinya baru saja disemir. Ia seorang wanita desa asli sehingga cara berpakaiannya sangat mengikuti tradisi, yaitu memakai baju celemek, ia mengenakan celemek warna biru yang kaku (karena selalu diberi kanji saat mencuci) menutupi mantelnya, dan mengikat talinya ke belakang.
                Bibiku yang waktu itu masih gadis kecil berkata kalau ia dan nenek sangat heran melihat caranya berpakaian, apalagi ditambah dengan celemek itu. Mata mereka terbelalak dan mereka bersiap-siap untuk menutup mulut mereka untuk menyembunyikan senyum. Di luar dugaan, ternyata nenek buyut segera menggamit lengan nenek dan bibi dan bergegas pulang ke rumah, setelah sebelumnya berkata pada Ny. Hunter, “Wah, kami lupa mengenakan baju celemek kami. Tungguh kami, ya. Kami tidak akan lama.”
                Di dalam rumah, nenek buyut dengan segera memakaikan celemek ke nenek dan bibiku. Ia sendiri mengenakan celemek yang terbesar yang ia punya dan mengikat talinya ke belakang. Kemudian mereka pergi ke gereja bersama dengan Ny. Hunter, mereka berempat semuanya memakai celemek.
                Orang-orang yang sudah duduk di dalam gereja semuanya terkejut begitu melihat mereka, tetapi nenek buyutku memasang ekspresi muka yang galak yang kadang-kadang ia tunjukkan, dan mereka tidak berani mengatakan apa-apa dan juga anak-anak mereka berhenti tertawa mengikik.
                Pada akhir kebaktian, semua menghampiri N. Hunter dan berjabat tangan. Mereka tahu kalau mereka tidak melakukannya, nenek buyutku pasti akan marah. Mereka berkata pada Ny. Hunter kalau mereka senang Ny. Hunter mau datang ke gereja dan mereka berharap ia akan sering datang. Setelah hari itu, Ny. Hunter selalu hadir di gereja setiap hari Minggu. – tanpa menggunakan celemek; karena satu kali di minggu berikutnya, nenek buyutku secara tidak sengaja berkata kalau tidak perlu mengenakan baju celemek pada hari-hari Minggu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar