Membesarkan
putri yang dikaruniai empat jari, bukan hal mudah bagi Woo Kap Sun (50) namun,
ketabahan Dan kesabarannya, kini membuahkan hasil. Putrinya, Hee Ah Lee (21),
tumbuh menjadi pianis kondang di Korea, berikut penuturan Woo pada NOVA melalui
seorang penterjemah.
Suara
lengkingan tembang My Way milik Frank Sinatra bergema di lounge sebuah hotel
berbintang di Jakarta, suara itu diikuti dentingan piano yang dimainkan Hee Ah
Lee. Jari-jari pianis berusia 21 tahun
tersebut dengan lincah menekan tuts piano. Hebatnya, Hee Ah, sapaan akrabnya,
melakukannya hanya dengan keempat jarinya!
Berbagai
nomor dari pianis kondang seperti Chopin, Bethoven, Dan Mozart telah
dikuasainya. Pianis yang telah diangkat sebagai warga kehormatan Korea ini
telah mengeluarkan satu album bertitel " Hee Ah A Pianist with Four Finger
"
Dia
juga pernah pentas bersama pianis kondang Richard Clayderman di Gedung Putih,
Washington. Sabtu [31/3], Hee Ah menggelar konser di Jakarta dengan tema
Sharing the Strength of Love, yang merupakan rangkaian turnya keliling Asia.
Memiliki
seorang anak adalah hal yang paling membahagiakan dalam hidupku, Hari itu, 9
Juli 1985 di Seoul (Korea), aku melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik.
Cantik bagiku tetapi tidak bagi keluargaku, bayiku terlahir cacat! Dia hanya
mempunyai empat jari tangan yang dalam istilah ke-dokteran disebut lobster claw
syndrome Dan kedua kakinya hanya sebatas lutut. Tak hanya itu, dia juga
mengalami keterbelakangan mental!
Saat
masih dalam kandungan, aku sudah tahu anakku akan terlahir cacat, mungkin ini
disebabkan selama mengandung aku banyak minum obat. Saat itu, keluarga besar
melarang aku melahirkan anak itu. Aku tidak bisa, bagaimanapun juga, ini
anakku, darah dagingku sendiri Dan tidak mungkin aku gugurkan.
Aku
pun melahirkan anak ini tanpa adanya dukungan dari keluarga. Saat anak ini
lahir, keluarga menganggapnya suatu aib Dan memintaku agar menyerahkan anak itu
ke panti asuhan tetapi aku tetap mempertahankan bayi ini.
Aku
menamakan buah hatiku Hee Ah Lee. Hee berarti sukacita Dan Ah adalah tunas
pohon yang terus tumbuh sedangkan Lee merupakan nama keluarga. Jadi, harapanku,
Hee Ah Lee berarti sukacita yang terus tumbuh seperti tunas pohon.
DIDIDIK
LIMA GURU.
Saat
umur Hee Ah menginjak tujuh tahun, tangannya masih belum bisa berfungsi.
Memegang pensil pun tak bisa. Aku menggunakan piano kecil kami di rumah untuk
melatih tangan Hee Ah. Tidak mudah mengajarinya main piano, kaki Hee Ah tak
bisa menginjak pedal piano. Karena itu, pedal piano harus ditinggikan agar bisa
diinjak. Apalagi, bermain piano, kan, tidak hanya asal main. Ada nada-nada yang
harus "dihitung-hitung" padahal, Hee Ah tak bisa berhitung karena
menderita keterbelakangan mental.
Aku
membantu Hee Ah memindah-mindahkan tangannya Dan memberi tahu perpindahan nada.
Aku perlihatkan juga partiturnya. Saya perkenalkan nada-nada... ...do....
...re.... ...mi.... ..
Hee
Ah juga didampingi guru. Jou Mi Kyung merupakan guru pertamanya. Dialah guru
yang paling berkesan bagi aku Dan Hee Ah. Guru inilah yang mengajari Hee Ah
dasar-dasar bermain piano. Jou juga memperlakukan Hee Ah sebagai layaknya orang
yang bermain dengan 10 jari. Tak hanya itu, Jou juga memberi sebuah grand piano
pada Hee Ah. Aku Dan Hee Ah tak bisa melupakan guru yang satu ini.
Guru kedua Hee Ah bernama Kim Kyung Ok. Kim
yang seorang dosen di sebuah universitas yang mengajari nada-nada. Lalu, Han Je
Hi merupakan guru ketiga Hee Ah.
Dari
Han, Hee Ah belajar bagaimana bermain piano dengan perasaan Dan pikiran.
Bermain piano bukan hanya berarti sentuhan jari saja melainkan juga harus
dengan perasaan bagi orang yang mengerti permainan piano, lagu yang dimainkan
dengan indah jika tidak dimainkan dengan perasaan, akan terdengar tidak indah.
Guru keempat Hee Ah adalah Lee Sin Hyang. Saat
belajar bersama Lee, Hee Ah sudah dikenal masyarakat. Lewat Lee, Hee Ah belajar
bernyanyi. (Saat manggung, Hee Ah kadang tak hanya bermain piano melainkan juga
bernyanyi Dan tak jarang, dia duet dengan artis lain.)
Guru
kelimanya bernama Om Gi Hwan. Dia adalah seorang pencipta lagu Dan hingga kini
menjadi guru Hee. Ya, Hee Ah sekarang juga belajar bikin lagu. Berkat kelima
gurunya itulah Hee Ah bisa menjadi seperti sekarang.
SEMPAT
NGAMBEK MAIN PIANO.
Kehidupan Woo tak mudah. Selain mengurus Hee
Ah, dia juga harus merawat suaminya yang veteran tentara Korea. Sebagian tubuh
suaminya lumpuh karena terluka saat bertugas. Sejak berhenti dari dunia
militer, suaminya didera penyakit yang mengharuskannya mengonsumsi berbagai
obat-obatan penghilang rasa sakit.
Aku bekerja sebagai perawat di rumah sakit
tempat aku melahirkan Hee Ah. Di siang hari, aku merawat Hee Ah Dan suami.
Malamnya, aku berangkat bersama-sama Hee Ah ke rumah sakit. Saat aku bekerja,
Hee Ah main piano disampingku. Kebetulan, Ada piano di rumah sakit itu. Hal ini
berlangsung selama 10 tahun. Penghasilanku memang pas-pasan. Gajiku habis untuk
beli obat buat suami Dan bayar sopir. Sopir ini untuk mengajari Papa Hee Ah
menyetir.
Papa Hee Ah memang ingin bisa menyetir agar
bisa mengajari teman-temannya yang cacat seperti dirinya. Ya, meski papa Hee Ah
setengah lumpuh, dia tetap berusaha beraktivitas seperti orang kebanyakan. Papa
Hee Ah pintar berenang Dan main tenis meja. Dia bahkan pernah dapat piagam
penghargaan. Hee Ah pun kadang ikut papanya main tenis meja.
Belum selesai satu cobaan, cobaan lain datang.
Aku ingat masa-masa dimana keluarga kami terkena sakit parah. Saat itu, Hee Ah
berumur 14 tahun. Lutut Hee Ah luka dan terserang penyakit. Luka itu disebabkan
Hee Ah terlalu sering berjalan dengan lutut. Maklum, Hee Ah yang tak punya kaki
harus berjalan menggunakan lututnya. Hee ah masuk rumah sakit. Dia harus
dioperasi.
Saat Hee Ah sedang sakit, papanya juga sakit
parah. Aku pun tak luput dari penyakit. Aku terkena kanker payudara. Mungkin
ini akibat kecapekan Dan stres tiada henti. Parahnya, Hee Ah mogok tak mau main
piano. Aku sedih sekali.
Namun, aku sadar, Hee Ah sedang dalam masa
puber. Mungkin dia sedang banyak pikiran. Hee Ah pun harus sampai masuk rumah
sakit jiwa. Tetapi apa kata para dokter? Mereka bilang, satu-satunya solusi
adalah Hee Ah harus tetap main piano. Akhirnya, saya bertekad untuk mengajari
Hee Ah main piano dari awal lagi.
Aku berusaha mengembalikan rasa percaya diri
Hee Ah. Aku berkata, "Kalau kamu berhenti dari sekarang, tidak ada orang
yang akan memandang kamu. Kamu pun tidak akan percaya diri. Tuhan akan membantu
dan berada disamping kamu. Karena kekurangan jari, kamu mungkin tidak seperti
orang kebanyakan. Tetapi karena kamu punya kekurangan, Tuhan pun pasti akan
lebih memberi."
Sambil bercanda, aku juga katakan padanya agar
lebih fokus main piano "Jangan lihat-lihat cowok. Setelah kamu benar-benar
sukses, cowok mana pun pasti akan mengejarmu."
Ada satu hal lagi yang mengetuk hati Hee Ah.
Saat itu, di Korea terbit buku tentang Hee Ah untuk anak-anak. Setelah buku itu
terbit, banyak anak yang mengirim surat pada Hee Ah. Aku dan Hee Ah senang
membaca tulisan anak-anak itu. Surat dari anak-anak itu menggugah semangatnya.
Hee Ah mulai main piano lagi. (Kini jika sedang sekolah, Hee Ah berlatih
minimal 6 jam sehari. Jika sedang libur, dia berlatih minimal 13 jam sehari.)
TAK
TAKUT "TINGGALKAN" HEE AH.
Saat karier Hee Ah mulai menanjak, kesedihan
kembali melanda keluarga kami.
Papa
Hee Ah menghadap Yang Kuasa. Demi mengurus semua keperluan Hee Ah, aku terpaksa
berhenti dari pekerjaan. Aku akan selalu bertekad membuat Hee Ah bahagia.
Melihat
Hee Ah seperti sekarang ini rasanya tak terucapkan dengan kata-kata. Aku
benar-benar merasa bahagia dan bangga punya anak seperti Hee Ah. Aku lebih
senang lagi karena dia bisa jadi contoh bagi anak-anak yang punya cacat fisik.
Hee Ah ibarat biji yang menanam untuk orang lain supaya bisa mendidik orang
seperti dia.
Jika nanti saya sudah tidak ada, saya yakin
pasti ada orang yang lebih sayang padanya. Kalau bisa, sebelum saya meninggal,
Hee Ah telah menemukan pasangan yang benar-benar bisa melindungi dan mencintainya
setulus hati agar dia bisa hidup bahagia sebagai pengganti seorang Mama.
Rasa bangga dan bahagia tampak jelas di raut
wajah Woo. Bagaimana tidak, berkat didikannya, Hee Ah bisa dengan mudah
memegang sendok dan sumpit. Kini, Woo yang telah sembuh dari kanker payudara
senantiasa setia menemani sang putri tur keliling dunia. He Ah memang telah
membuktikan dirinya bisa berprestasi berkat ketekunannya. Ya, seperti lirik My
Way yang dilantunkannya siang itu: I faced it all and I stood tall and I did it
my way......... .
Pesan
RB:
Sungguh luar biasa cobaan yang dihadapi
seorang Ibu yang bernama Woo Kap Sun dan melalui ber-bagai macam penderitaan
yang dialaminya akhirnya dia keluar sebagai pemenang, berhasil melalui cobaan
yang Tuhan izinkan terjadi dalam kehidupannya!
Seorang Ibu yang tidak mau menggugurkan
kandungannya karena takut akan Tuhan, mempunyai komitmen u/ membesarkan sorang
anak yg cacat, terkebelakang secara mental, merawat seorang suami yang cacat
akibat perang dan lagi dia sendiri menderita kanker payudara.
Hanya
karena Kasih Tuhan Yesus maka Ibu Woo Kap Sun bisa dan mampu menghadapai semua
cobaan itu dan bukan sebaliknya lari dari kenyataan hidup.
Pesan
yg saya dapat dari cerita diatas adalah betapa besar Iman dan pengharapan dari
Ibu Woo yang percaya akan janji2 Tuhan dalam hidupnya, bahwa Yesus adalah Tuhan
yg hidup yang tidak akan pernah mengingkari atas setiap janji-janjiNya!
Demikianlah juga seharusnya kita bersikap,
adakah engkau mempercayai akan janji-janji Tuhan dalam hidupmu seperti Ibu Woo
diatas disaat berbagai-bagai macam cobaan datang silih berganti dalam hidupmu?
hanya anda sendiri yang bisa menjawabnya. .....Tuhan Yesus memberkati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar