Yesus Gembala yang Baik.

Kamis, 09 April 2009

SURAT - Dodie Davis




Dodie memandang dengan tatapan tak percaya pada surat yang berada di tangannya. Menantu laki-lakinya, Mike, menulis di surat itu bahwa sebagai nenek ia tidak akan pernah bertemu dengan ketiga cucu perempuannya – Megan, Amanda dan Sarah - lagi! Hatinya sungguh hancur membaca larangan itu.

Latar Belakang
Mike telah menikah dengan anak Dodie , Kari, selama beberapa tahun. Saat itu Kari berusia 24 tahun dan telah memiliki 2 anak perempuan dan 1 anak perempuan yang sedang dikandungnya. Usia muda tidak menjamin ia terbebas dari penyakit mematikan terbukti saat Kari menderita tumor otak ganas yang tidak dapat dioperasi! Kemoterapi dan induksi secara intensif hanya dapat menghentikan pertumbuhan tumor itu sementara. Delapan belas tahun kemudian, sakit Kari bertambah parah. Ia sudah tidak bisa lagi berperan sebagai ibu dari ketiga anaknya karena tubuhnya sudah terlalu lemah. Sehingga Dodie mengambil alih peran tersebut. Kehadiran Dodie membuat Mike menjadi tertekan. Ia merasa jengkel dengan hubungan Dodie dan Kari serta kedekatan Dodie dengan ketiga anaknya.
Kejengkelan Mike ditunjukkan dengan melarang Dodie untuk bertemu dengan ketiga cucunya saat Kari menghabiskan sisa hidupnya selama 6 bulan dalam perawatan bagi penderita kanker kronis. Bermalam-malam Dodie menangis seorang diri. Ia hanya dapat mengunjungi Kari. Kari meninggal 2 minggu sebelum hari Thanksgiving.

Pergumulan
Natal hampir tiba ketika surat Mike tiba di tangan Dodie. Kata-kata Mike sangat menusuk hatinya. Ia sungguh tidak tahan tak bertemu Megan, Amanda dan Sarah. Malam itu Dodie memohon kepada Allah untuk memberinya kekuatan dan harapan. Ia pun teringat akan nats Alkitab,”Serahkanlah segala kehawatiranmu kepadaNya sebab Ia memelihara kamu.” Kebenaran ini memampukannya untuk tidur dalam damai sejahtera.
Namun keesokan harinya, kembali ia tenggelam dalam depresi Bagaimana dengan natal? Tidak bolehkah ia memberi kado untuk ketiga cucunya? Namun nats itu kembali terngiang di benaknya. Ia pun berdoa menyerahkan seluruh situasinya kepada Allah. Tetapi sebagian dari dirinya merasa hancur dan marah terhadap cara Mike berbicara dengan penuh kemarahan kepadanya.Ia merasa Mike sangat tidak adil. Ia bahkan berdoa apakah sebaiknya ia membawa hal ini ke pengadilan? Puji Tuhan, akhirnya ia ingat untuk berdoa selalu, ”Bantulah aku untuk menyerahkan semua ini ke dalam tanganMu, Tuhan...”

Semua karenaNya
Natal kian mendekat dan tidak terjadi apa pun. Namun kemudian, di suatu malam telepon berdering. Terdengarlah suara seorang laki-laki,”Hai... ini Mike.” Mulut Dodie terasa kering dan ia pun berusaha menjawab sopan,”Ya?” ”Saya- saya ingin minta maaf atas perlakuanku terhadap Mama,” katanya. ”Ini bukan salah mama.” Mike menyesal mencurigainya tanpa alasan. Ia merasa bahwa Dodie telah mencuri kasih sayang anak-anaknya. ”Saya mencoba bertumbuh dalam hubungan dengan Allah, namun saya masih menyimpan kemarahan terhadap mama. Saya tidak beranjak kemana pun.”
Jantung Dodie berdegup kencang ketika Mike menjelaskan bahwa Megan mengatakan kepadanya mengenai sikapnya dengan berkata,”Ketika Amanda dan saya bertengkar, papa menyuruh kami meminta maaf. Papa harus memaafkan nenek.: Mike juga mengatakan bahwa teman-temannya mendoakan dan memberikan nasihat kepadanya agar tidak memisahkan anak-anaknya dari sang nenek. Sikapnya itu justru menambah kesedihan mereka.
Mike mengakhiri percakapan selama hampir dua jam itu dengan meyakinkan Dodie bahwa anak-anaknya diperbolehkan datang ke rumah Dodie kapan saja. ”Dan,” ia menambahkan, ”kapan Ibu dapat bergabung dengan kami merayakan Natal?” Sebelum menutup telepon, Mike berkata,”Ketahuilah, saya mencintai mama.”
Dodie membalasnya, ”Mike, saya juga mencintaimu.” Dodie menutup telepon dan berseru,”Terpujillah Allah!” Doanya yang tersendat-sendat pun cukuplah. Allah masih bekerja, bahkan ketika ia tidak tahu harus berbuat apa!

Disusun ulang OPH dari buku
Kuasa Doa itu Nyata
Nancy Jo Sullivan , Jane AG Kise

Tidak ada komentar:

Posting Komentar