Manna Surgawi 081011
Beberapa tahun yang lalu, ada kejadian di mana Senior
Executive di Standard Oil Company membuat keputusan yang salah. Keputusan itu
menyebabkan perusahaan mengalami kerugian sebanyak 2 juta dolar. Sebagai
pendiri dan pemilik perusahaan , John D. Rockefeller segera menangani masalah
tersebut. Ia akan bertemu dengan Senior Executive dan orang-orang terkait yang
sudah menyebabkan perusahaan rugi. Karena takut, sebagian besar dari mereka
mencari alasan untuk menghindar bertemu dengan John D. Rockefeller. Mereka
takut membayangkan kemarahan sang bos. Orang-orang tersebut bisa menghindari Rockefeller,
kecuali Edwad T. Bedford, seorang partner di perusahaan tersebut. Hari itu
Bedford dijadwalkan untuk menemui Rockefeller. Bedford sudah menyiapkan hati
untuk mendengar “pidato panjang” Rockefeller mengenai mereka yang melakukan
kesalahan dalam mengambil keputusan.
Ketika ia memasuki ruangan sanga bos, ia dapat
merasakan ketegangan yang besar. Sang bos sedang menunduk sambil menulis dengan
pensilnya di atas selembar kertas.
Bedford berdiri sambil diam, karena tidak ingin mengusik kesibukan sang
bos. Setelah beberapa menit, Rockefeller menegakkan kepala dan memandang ke arahnya. “Oh, kamu Bedford.” Katanya
kalem. “Aku yakin engkau sudah mendengar tentang kerugian perusahaan kita.”
Bedford pun mengangguk. “Aku sudah memikirkannya matang-matang, dan sebelum aku
berdiskusi dengan yang bersangkutan mengenai masalah ini, aku sudah membuat
catatan.”
Belakangan Bedford bercerita tentang kebijakan sang
bos, “Di bagian atas kertas itu tertulis, ‘Poin-poin untu mendukung Tuan _____.’
Di bawahnya terdapat daftar panjang dari kebaikan sang Senior Executive,
termasuk penjelasan singkat bagaimana ia telah membantu perusahaan dengan
mengambil keputusan yang tepat dalam tiga kesempatan terpisah. Karena
keputusannya itu, ia telah berhasil menguntungkan perusahaan dengan total
keuntungan yang jauh lebih besar daripada total kerugian yang diakibatkan
keputusannya yang salah baru-baru ini.” Bedford tidak pernah melupakan
pelajaran itu. Di tahun-tahun setelah itu , ketika ia tergoda untuk marah dan
memvonis seseorang karena kesalahannya, ia akan duduk sejenak. Berpikir,
mengingat-ingat, dan mempertimbangkan. Cara itu seringkali membuatnya bisa memandang
masalah dengan perspektif yang benar, sehingga ia melakukan tindakan yang tepat
dan tidak terbakar emosi.
Membiarkan diri dikuasai emosi dan kemarahan yang
meluap seringkali membuat kita mengambil keputusan yang salah. Firman Tuhan
mengingatkan kita untuk selalu mempertimbangkan segala sesuatunya. Membiasakan
diri berpikir tenang sambil memohon tuntunan Tuhan dalam situasi sulit, akan
menghasilkan keputusan yang bijaksana. Biarlah Tuhan memampukan kita bertindak
bijaksana, sehingga kita tetap memuliakan Dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar