Taipak dan guru Yoga : Eddy
Tatimu
(Seperti dikisahkan Bpk. Eddy Tatimu kepada Kabar Baik)
Silat! Ya, sifat dan karakter hidupku dibentuk oleh buku-buku silat Cina
yang baca. Begitu banyak. Buku-buku silat Tiongkok seperti Chi Yung atau Kho
Ping Ho itu mengandung ilmu yang sangat tinggi.
Begitu asyiknya saya membaca, sehingga menjiwai saya bahkan menguasai roh
saya. Pendeknya buku silat itu seperti belahan jiwa saya. Kalau dapat saya
katakan, buku-buku yang saya baca seperti memiliki roh. Betapa tidak, tiap kali
membaca, roh saya seperti tenggelam dalam cerita buku silat itu.
Sejak usia 16 tahun.
Sejak kecil saya sudah terbiasa dengan buku-buku silat Cina. Sebenarnya
kalau hanya sekedar baca tidak menjadi soal, sekedar untuk mengetahui. Tapi
buku-buku itu mengajarkan sebuah ilmu atau beberapa ilmu, yaitu ilmu untuk
menghilang, berjalan diatas bara api, disiram minyak mendidih dan anehnya saya
ingin sekali mempelajari, menguasai dan mem-praktekan ilmu itu.
Untuk dapat menguasai ilmu-ilmu itu, ada beberapa syarat yang perlu
dilakukan, seperti melakukan yoga, meditasi, membaca mantra-mantra dan
permohonan doa kepada dewa-dewa.
Karena ingin menguasai ilmu, saya mulai belajar yoga dalam usia 16 tahun,
masih remaja. Ini dimulai tahun 1964, yakni ketika saya masih duduk di kelas II
SMA di Manado, Sulawesi Utara, tepatnya di sebuah Klenteng besar di kota
Manado.
Dari keluarga Budha
Saya terlahir dari keluarga Budha. Saya lahir di kota Siau, Sangir Talaud,
Sulawesi Utara, tanggal 06 Agustus 1948. Ayah bernama Ngo Gian Tiet, Ibu
bernama Suantje Tatimu. Saya sendiri adalah anak ke-5 dari enam bersaudara.
Kami semua dilahirkan dari keluarga Budha. Tetapi lama-lama kakak-kakak dan
adik saya masuk Kristen, yaitu Kristen Pantekosta kecuali saya, tetap Budha,
tentu saja bersama ke dua orang tua saya.
Meskipun saya bukan Kristen, mungkin saya lebih dahulu tahu, bahwa dewanya
orang Kristen itu bernama Yesus. Soalnya saya juga mempunyai Alkitab, sebuah
buku yang menulis lengkap tentang Yesus.
Dewi Kwan Im
Dewi Kwan Im lah tuhan saya. Dalam buku-buku silat yang saya baca, Dewi
Kwan Im sangat di junjung tinggi. Saya menyembah Dewi Kwan Im sejak mulai
belajar Yoga, yaitu usia 16 tahun. Dalam melakukan Yoga, ada satu hal yang
sedikit menyiksa saya, yaitu selalu mengasingkan diri dari kesenangan para
remaja seusia saya. Saya belajar Yoga pada guru terkenal. Yoga itu mengandung
magic. Jadi dengan beryoga, artinya saya sudah berada di arena magic. Saya
tidak pernah menyadari itu sebelumnya. Setelah ilmu yoga telah saya kuasai,
akhirnya saya sendiri mempunyai murid 40 – 50 orang.
Mendalami ilmu
Setelah menguasai yoga, dan kemudian menjadi guru yoga, tahun 1973, dari
Budha saya pindah agama To (Tao). To itu adalah satu dari Sam Kau atau Try
Dharma.
Yang dimaksud dengan Sam Kau atau Try Dharma, yaitu tiga agama yang masih
dalam satu aliran, masing-masing adalah : Agama Budha, Kong Hu Cu dan To.
Untuk lebih jelas, Sam Kau ini dapat dirinci sebagai berikut.
Budha, agama yang mengajarkan tentang cinta kasih, seperti mengasihi
sesama, musuh, binatang termasuk semut.
Kong Hu Cu, merupakan agama yang mengajarkan tentang moral, etika, tata
krama dan kedisiplinan.
To, adalah agama yang mengajarkan tentang power, kehebatan atau mujizat,
ilmu-ilmu sakti, termasuk magic, gaib dll.
Kalau seseorang beragama Kong Hu Cu, pasti dia tahu tentang Budha dan
sebaliknya. Penganut agama To, juga tahu tentang Budha dan Kong Hu Cu. Tapi
Budha dan Kong Hu Cu tidak akan pernah tahu tentang To, kalau mereka tidak
mengkhususkan diri untuk mempelajarinya.
Dalam usia 16 saya sudah masuk agama To, dengan tujuan untuk menguasai
ilmu-ilmu diatas. Dalam agama To ini, mau tidak mau kita harus melibatkan diri
dalam dunia roh, dan itu sudah saya lakukan sejak tahun 1973.
Tidak mudah mengikuti agama ini. Sejak 1973, setiap malam saya harus
meditasi selama 2 jam. Itu saya lakukan selama 20 tahun dan tiada malam tanpa
semedi. Tiap jam 00.00 saya mulai semedi sampai jam 02.00 dini hari. Pada
saat-saat tertentu saya juga bermeditasi di siang hari. Ada bermacam-macam cara
untuk bermeditasi. Sering di tempat sepi, seperti tengah malam. Tapi sering
juga di tempat ramai, misalnya semedi sambil menyetel televisi keras-keras. Ini
maksudnya untuk melatih konsentrasi.
Mengosongkan diri
Dalam kitab Tao Te King, tujuan orang bermeditasi adalah mengosongkan diri.
Maksudnya, tidak ada beban yang memberatkan hati dan pikiran. Bila pengosongan
diri telah terjadi, kekuatan itu akan datang. Dalam kekosongan itu kita kuat.
Kekosongan itu sebenarnya inti dari meditasi.
Dalam kitab Tao Te King, kita juga dilarang untuk makan daging, berhubungan
seks atau hura-hura. Kita hanya boleh makan nasi, sayur atau buah. Bahkan
saat-saat tertentu harus bertapa/puasa.
Di usia remaja, saya menjadi manusia alim. Waktu saya hanya habis di Klenteng,
meditasi, bertapa dan belajar hal-hal yang bersifat religius. Di samping itu
saya juga tetap aktif bersekolah sampai kuliah.
Berhubungan dengan roh
Pada tingkat ilmu tertentu, saya sudah dapat berkomunikasi dengan roh-roh.
Tidak hanya sekedar komunikasi, bahkan roh-roh itu ada dalam kuasa saya. Saya
dapat mengendalikan mereka.
Saya suruh satu-dua roh untuk pergi bergelantungan di tubuh seseorang,
sampai orang itu merasakan kesakitan. Kalau saya mau sampai ia jatuh sakit,
bahkan mati. Tapi sampai tingkat jatuh sakit tidak pernah saya lakukan. Melihat
roh-roh itu bisa tunduk sudah merupakan suatu kebanggaan. Jadi berhubungan
dengan dunia roh itu adalah hal biasa. Dan saya kira setiap taipak atau
paranormal, berhubungan dengan dunia roh/gaib adalah kegiatan sehari-hari.
Berjalan diatas bara api
Untuk masa kini, melihat orang berjalan di atas bara api, bukan lagi
tontonan baru. Tapi pada tahun-tahun 70-an sampai 80-an, melihat orang berjalan
diatas bara api masih merupakan tontonan yang mendebarkan.
Itulah yang saya lakukan. Apa yang saya baca dibuku-buku silat Cina dulu,
kini saya mempraktekan sendiri. Saya berjalan-jalan dengan bebas di atas bara
api.
Bara itu ditaruh di wadah sepanjang 5 meter dengan ketebalan bara kira-kira
20 cm. Kalau diinjak, pergelangan kaki akan masuk seluruhnya. Bagaimana saya
bisa melakukannya tanpa merasa kepanasan? Itulah ke-saktiannya. Roh-roh itu
sangat berperan di sini. Sebelum bara di injak, saya cabut kekuatan api atau
panasnya api. Ini berkat bantuan roh-roh tadi.
Di hari-hari raya China, biasanya pertunjukan seperti ini diadakan 25 tahun
sekali. Tapi saya dan teman-teman dapat melakukannya tiap hari. Kami anggap itu
adalah main-main saja, seperti anak-anak bermain petak umpet.
Disiram minyak mendidih
Hampir sama seperti berjalan di atas api. Disiram minyak mendidih, badan
saya tidak melepuh. Dihadapan orang, memang nampak minyak itu panas. Tapi
mereka tidak tahu, sebelum minyak panas disiramkan, panasnya minyak sudah saya
cabut.
Memang ngeri bagi orang lain. Tapi ini merupakan permainan yang
menyenangkan.
Apalagi pengalaman saya dalam 20 tahun menjadi pengikut Dewi Kwan Im? Masih
ada. Saya bisa raib. Orang tidak dapat melihat saya, meskipun saya ada di
antara mereka. Selain itu, saya juga bisa memanggil seseorang secara diam-diam
dan orang itu akan datang pada saya secara diam-diam pula. Kalau saya berdiri
50 meter di belakang Anda dan Anda tiba-tiba menoleh pada saya, ketahuilah,
saya telah menyuruh satu roh untuk "menarik" kuping Anda ke samping,
agar bisa melihat saya.
Im Yang
Inilah ilmu terakhir yang saya pelajari, bahkan saya "ciptakan"
sendiri, yaitu Im Yang. Ilmu ini dapat dikatakan sangat berbahaya, kalau kita
sengaja memanfaatkannya secara keliru. Im Yang bisa menolong orang, bisa juga
membunuh orang.
Untuk menguasai Im Yang, saya harus mengumpulkan 12 tengkorak kepala anak
kecil, 6 laki-laki dan 6 perempuan. Dan itu artinya saya harus menyantet 12
anak-anak, untuk memperoleh tengkorak mereka. Tetapi belum lagi ilmu itu
terwujud, saya mengalami sesuatu yang mengubah seluruh sisa hidupku.
Dewa orang Kristen
Dalam sebuah buku Meditasi, disebutkan bahwa agama To, yaitu agama saya,
memiliki banyak dewa. Selain Dewi Kwan Im, ada dewa yang bernama Goan
Shie Thian Chun, Thai Sang Lo Khun dan Yo Ong Po Sat. Dewa-dewa ini adalah raja
dibidangnya masing-masing.
Dalam buku meditasi itu ternyata
ada nama Yesus. Yesus disana ditulis
sebagai dewanya agama Kristen. Tidak banyak yang ditulis tentang Yesus, itu
sebabnya saya menganggap Yesus itu tidak lebih hebat dari Dewi Kwan Im atau
dewa-dewa lain tersebut diatas. Bahkan ketika saya membaca Alkitab, saya
menjadi sangat benci dengan nama Yesus itu.
Dikatakan dalam buku Meditasi itu, kalau orang beragama Budha, Khong Hu Cu
atau To, mereka boleh memanggil dewa-dewa tersebut diatas untuk meminta
pertolongan. Tapi bagi yang beragama Kristen, dapat memanggil nama Yesus.
Papa sakit jantung
Tanggal 30 Nopember 1987, Papa saya mendadak sakit jantung dan segera
dibawa ke Rumah Sakit Gunung Wenang Manado, langsung dimasukan ke Ruang Gawat
Darurat (ICU) karena kondisinya sudah koma. Kalau orang normal, detakan
jantungnya 70, tapi Papa 140.
Ada dua dokter yang menangani penyakit Papa. Begitu melihat angka 140 di
layar monitor, dokter yang satu berkata, Papa tidak ada lagi harapan. Saya mulai
takut, tapi saya tidak putus asa karena saya belum memanggil dewa-dewaku.
Dari 140, tiba-tiba naik secara mendadak menjadi 172. Dokter yang lain
datang dan berkata, Papa dibawa pulang saja, apa saja yang Papa minta dituruti
saja.
Tidak! Masih ada waktu bagiku untuk memanggil dewa-dewaku. Saya mundur
beberapa langkah ke belakang dan bersemedi. Saya mengucapkan mantra-mantra,
memanggil dewa Goan Shie Thian Chun. Dalam ilmu Cina yang saya pelajari, Goan
Shie Thian Chun adalah raja ilmu. Saya minta dia, dengan segala ilmu yang
kumiliki, agar dapat menolongku untuk menyembuhkan Papa. Tapi tiada jawaban.
Saya panggil dewa yang lain, yaitu Thai Sang Lo Kun. Dia adalah raja doa.
Saya minta supaya dia menjawab doaku, yaitu menyembuhkan Papa. Tapi tidak ada
tanggapan. Papa terkapar tak berdaya.
Dewa Yo Ong Po Sat adalah raja obat. Saya panggil nama Yo Ong Po Sat agar
bertindak segera. Papa sedang gawat. Saya meditasi dengan berkeringat. Saya
ucapkan mantra-mantra, tapi dewa yang kusanjung hanya membisu.
Terakhir saya panggil Dewi Kwan Im. Ini dewa terakhir yang menjadi tumpuan
harapan. Setelah ini tidak ada lagi dewa yang saya miliki. Tapi sama saja
dengan yang lain. Tidak ada reaksi. Detakan jantung Papa di layar mo-nitor
masih tetap 172.
Saya heran. Ke mana perginya segala ilmu yang kupelajari selama 20 tahun
menjadi pengikut Dewi Kwan Im? Mengapa dulu saya begitu sakti, namun kini
kesaktian itu hilang?
Saya menangis. Saya kecewa, untuk apa 20 tahun saya menghabiskan banyak
waktu di Klenteng untuk bersemedi, bertapa dan belajar bermacam-macam ilmu
sakti? Bukankah dalam buku Bersemedi, kita boleh memanggil dewa yang sesuai
dengan agama kita bila membutuhkan pertolongan?
Rasanya saya ingin memanggil nama Yesus, tapi Dia bukan dewa saya. Dia
dewanya orang Kristen, lagi pula Yesus adalah dewa yang paling ku benci. Tidak
mungkin aku memanggilNya, selain itu Yesus belum tentu lebih hebat dari Dewi
Kwan Im.
Papa tergeletak bagaikan mayat. Apa lagi yang harus ku lakukan? Segala
upaya telah dilakukan? Segala upaya telah dilakukan. Tapi angka 172 tak juga
mau beranjak turun.
"Yesus", kataku tiba-tiba, "kalau Engkau mau menyembuhkan
Papaku, aku mau menjadi pengikutMu" lanjutku. Aku kembali mendekati tempat
tidur, dimana Papa tergeletak. Tak sengaja mataku terbelalak melihat kelayar
monitor. Dari angka 172 mulai bergerak turun, 171, 170, 169, 168….terus turun
sampai 160. Turun lagi 150. Persis diangka 148, teriakan Papa mengejutkan semua
yang ada di ruangan itu. "Aku hidup lagi’, teriak Papa, sambil menggerakan
tubuhnya, seolah ada sesuatu yang baru saja masuk ke dalam tubuh itu.
Mengapa Papa berkata "Aku hidup lagi" ? Apakah tadinya dia sudah
mati? Saya tidak terlalu memperdulikan itu, sebab aku sendiri belum hilang dari
rasa terkejut. Beberapa menit yang lalu aku masih memohon-mohon kepada dewa
Goan, dewa Thai, Yo dan Dewi Kwan Im. Aku tidak menyangka secepat ini aku
menjadi pengikut Yesus, sesuatu yang tak pernah terpikirkan kemarin, tadi pagi
sampai sejam yang lalu. Secepat inikah aku beralih keyakinan? Apakah dewa-dewa
itu tidak akan murka kalau aku membelot?
Dibaptis
Melihat Papa sudah sembuh, malam saya tidak bisa tidur. Bukan karena
stress, tapi saya sangat bahagia, terkejut dan kagum sudah bercampur baur.
Bagaimana mungkin saya menjadi Kristen hanya dalam sekejab.
Tiga minggu setelah mujizat di RS Gunung Wenang, Manado itu, saya memberi
diri dibaptis (selam) di Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Manado.
Pengalaman yang menakjubkan ini setiap kali saya saksikan di gereja-gerja
atau persekutuan doa, kapanpun saya sempat menyaksikannya.
Meskipun saya sibuk di kantor (Bapak Eddy Tatimu adalah Direktur PT.
Innimexintra Jakarta- Red) tapi tiap kali ada undangan kebaktian, saya selalu
sempatkan diri untuk menyaksikan kemurahan Tuhan pada saya ini. Tentu saja saya
harus pandai –pandai mengatur waktu antara kerja dan pelayanan, supaya tidak
ada pihak yang dirugikan.
Waktu saya terima Yesus, istri saya juga, Thio Mei Lin
ikut terima Yesus, bersama dua anak kami, Stanley Tatimu dan Cicilia Tatimu,
yang kini sudah beranjak remaja. Saya
berbahagia karena anak dan istri saya sangat mendukung saya, tidak hanya dalam
pekerjaan, tapi juga dalam pelayanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar