Stephen Covey
Alkisah, seorang pedagang kayu menerima lamaran
seorang pekerja untuk menebang pohon di hutannya. Karena gaji yang dijanjikan
dan kondisi kerja yang bakal diterima sangat baik, sehingga si calon penebang
pohon itu pun bertekad untuk bekerja sebaik mungkin.
Saat mulai bekerja, si majikan memberikan sebuah kapak
dan menunjukkan area kerja yang harus diselesaikan dengan target waktu yang
telah ditentukan kepada si penebang pohon.
Hari pertama bekerja, dia berhasil merobohkan 8 batang
pohon. Sore hari, mendengar hasil kerja si penebang, sang majikan terkesan dan
memberikan pujian dengan tulus, "Hasil kerjamu sungguh luar biasa! Saya
sangat kagum dengan kemampuanmu menebang pohon-pohon itu. Belum pernah ada yang
sepertimu sebelum ini. Teruskan bekerja seperti itu".
Sangat termotivasi oleh pujian majikannya, keesokan
hari si penebang bekerja lebih keras lagi, tetapi dia hanya berhasil merobohkan
7 batang pohon. Hari ketiga, dia bekerja lebih keras lagi, tetapi hasilnya
tetap tidak memuaskan bahkan mengecewakan. Semakin bertambahnya hari, semakin
sedikit pohon yang berhasil dirobohkan. "Sepertinya aku telah kehilangan
kemampuan dan kekuatanku, bagaimana aku dapat mempertanggungjawabkan hasil
kerjaku kepada majikan?" pikir penebang pohon merasa malu dan putus asa.
Dengan kepala tertunduk dia menghadap ke sang majikan, meminta maaf atas hasil
kerja yang kurang memadai dan mengeluh tidak mengerti apa yang telah terjadi.
Sang majikan menyimak dan bertanya kepadanya,
"Kapan terakhir kamu mengasah kapak?"
"Mengasah kapak? Saya tidak punya waktu untuk
itu, saya sangat sibuk setiap hari menebang pohon dari pagi hingga sore dengan
sekuat tenaga". Kata si penebang.
"Nah, disinilah masalahnya. Ingat, hari pertama
kamu kerja? Dengan kapak baru dan terasah, maka kamu bisa menebang pohon dengan
hasil luar biasa. Hari-hari berikutnya, dengan tenaga yang sama, menggunakan
kapak yang sama tetapi tidak diasah, kamu tahu sendiri, hasilnya semakin
menurun. Maka, sesibuk apapun, kamu harus meluangkan waktu untuk mengasah
kapakmu, agar setiap hari bekerja dengan tenaga yang sama dan hasil yang
maksimal.
Sekarang mulailah mengasah kapakmu dan segera kembali
bekerja!" perintah sang majikan. Sambil mengangguk-anggukan kepala dan
mengucap terimakasih, si penebang berlalu dari hadapan majikannya untuk mulai
mengasah kapak.
Refleksi :
Hidup kita adalah seperi itu. Kita kadang-kandag
begitu sibuk sehingga tidak mengambil waktu untuk mengasah “kapak”. Dlaam dunia
sekarang ini, tampaknya bahwa setiap orang lebih sibuk dari sebelumnya, tapi
tetap saja masih kurang berbahagia. Mengapa demikian? Mungkinkah kita telah
lupa bagaimana untuk tetap “tajam”? Tidak ada yang salah dengan aktivitas dan
kerja keras. Tapi kita tidak harus sedemikian sibuknya sehingga mengabaikan
hal-hal yang benar-benar penting dalam hidup, seperti kehidupan pribadi kita,
meluangkan waktu untuk mendekati Pencipta kita, memberikan lebih banyak waktu
untuk keluarga kita, meluangkan waktu untuk membaca dan sebagainya. Kita asemua
membutuhkan waktu untuk bersantai, untuk berpikir dan bermeditasi , belajar dan
tumbuh. Jika kaita tidak meluangkan waktu untuk mengasah “kapak”, kita akan
menjadi tumpul dan kehilangan efektivitas kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar