Gembala
Kulit Hitam dari Azusa Street
William Joseph Seymour lahir di Centerville,
Louisiana, pada tanggal 2 Mei 1870, dari keluarga mantan budak penganut Baptis,
Simon dan Phyllis Seymour. Pada usia 25 tahun, ia pindah ke Indianapolis,
bekerja sebagai penjaga rel kereta api dan kemudian menjadi pelayan restoran.
Pada masa inilah ia terserang cacar yang mengakibatkan mata kirinya buta.
Pada tahun 1900, ia pindah ke Cincinnati dan
bergabung dengan Church of God. Di sini ia mendalami teologi kekudusan radilan.
Teologi ini mengajarkan pengudusan sebagai pengalaman pascapertobatan menujug
kekudusan sempurna, kesembuhan ilahi, premilenialisme, dan janji akan
pencurahan Roh Kudsu di seluruh dunia sebelum terjadinya pengangkatan.
Pada tahun 1903, ia pindah ke Houston, Texas, mencari
keluarganya. DI sana ia bergabung dengan gereja kecil beraliran kekudusan yang
digembalakan oleh seorang wanita berkulit hitam, Lucy Farrow. Tidak lama
kemudian Farrow memperkenalkannya dengan Charles Fox Parham, seorang pengajar
kekudusan. Murid-murid yang dilayaninya mengalami karunia berbahasa lidah
(glossolalia) dua tahun sebelumnya. Bagi Parham, itu adalah “bukti alkitabiah”
dari baptisan Roh Kudus. Ketika ia mendirikan sekolah Alkitab Apostolic Faith
di Houston, Farrow mendorong Seymour mengikutinya.
Karena hukum di negara bagian Texas melarang orang
kulit hitam duduk dalam ruangan kelas bersama orang kulit putih, Parham meminta
Seymour mendengar kuliahnya di koridor. Seymour menerima uraian Parham tentang
baptisan Roh Kudus “berkat ketiga” dengan bukti berbahasa roh. Meskipun secara
pribadi Seymour belum mengalami karunia berbahasa roh, ia kadang-kadang
berkhotbah tentang hal itu bersama Parham di gereja-gereja Houston.
Pentakosta
di Los Angeles
Pada awal 1906, Seymour diundang untuk membantu Julia
Hutchins, gembala gereja kekudusan di Los Angeles. Dengan dukungan Parham,
Seymour pergi ke California, memberitakan doktrin Pentakosta baru dengan Kisah
Para Rasul 2:4 sebagai nasnya. Namun Hutchins menolak pengajaran Seymour
tentang bahasa roh dan menutup pintu baginya dan pengajarannya.
Seymour kemudian diundang untuk tinggal di rumah
Richard Asberry. Pada tanggal 9 April, sebulan setelah berdoa dan berpuasa
secara intensif, Seymour dan beberapa orang lain berbicara dalam bahasa roh.
Berita tentang peristiwa di kediaman Asberry ini segera tersebar dan menarik
perhatian banyak pihak. Seymour harus berkhotbah di serambi kepada kerumnan
orang di jalan. Suatu saat, karena begitu banyaknya orang yang berdesakan, lantai
serambi itu pun roboh.
Seymour pun menyusuri Los Angeles untuk mencari
gedung yang memadai. Ia menemukan bekas gereja African Methodist Episcopal di
Azusa Street, yang saat itu digunakan sebagai gudang dan kandang. Dibantu
beberapa tukang cuci wanita, pelayan dan pekerja, ia membersihkan gedung
berantakan itu, menyusun kursi kayu, dan membuat mimbar dari kotak sepatu.
Kebaktian dimulai pada pertengahan April, dan gereja itu dinamai Apostolic
Faith Mission.
Peristiwa yang berlangsung di Azusa Street sepanjang
tiga tahun berikutnya benar-benar mengubah jalannya sejarah gereja. Gedung
kecil berukuran 12x18 meter itu dipadati oleh 600 orang, dan ratusan orang
lainnya melihat dari jendela. Yang menjadi pusat perhatian adalah bahasa roh,
selain gaya ibadah tradisional kaum kulit hitam yang penuh dengan teriakan,
trance , dan tarian kudus. Tidak ada tata ibadah khusus karena “Roh Kudus yang
memegang kendali”. Para pelayan mimbar dengan penuh gairah berdoa bagi
orang-orang yang menginginkan karunia berbahasa roh. Tempat itu sangat ribut,
dan ibadah berlangsung sampai jauh malam.
Meskipun liputan surat kabar lokal secara sinis
menyebutnya sebagai “celotehan ganjil tidak karuan”, berita itu menggugah minat
warga kota. Ada satu jemaat yang datang berbondong-bondong ke Azusa Street dan
menetap di sana, meninggalkan gereja lama mereka. Pusat-pusat Pentakosta
lainnya segera bermunculan di seluruh kota.
Orang yang membuat laporan tentang semua peristiwa
ini adalah Frank Bartleman, seorang pengkhotbah kekudusan dan pekerja misi
penyelematan yang melayani secara berkeliling. Kepada Way of Faith di Carolina
Selatan ia menulis, “Petakosta telah melanda Los Angeles, Yerusalemnya
Amerika.” Laporannya tersebut menyebarluaskan keingintahuan akan kebaktian di
Azusa Street itu ke seluruh negeri.
Pada bulan September, Seymour mulai menerbitkan surat
kabarnya sendiri, The Apostolic Faith. Pada puncaknya, surat kabar ini
disebarkan secara gratis ke sekitar 50.000 pelanggan di seluruh dunia.
Rekonsiliasi
Rasial
Banyak orang yang datang untuk mencemooh. Namun,
banyak pula lainnya yang mendengarkan khotbah dalam bahasa asing terentu (bukan
bahasa Inggris) disampaikan oleh orang kulit hitam dan kulit putih yang tidak
terpelajar. Hal ini meyakinkan mereka bahwa ini adalah sebuah kebangunan
rohani. Tidak kemudian, orang kulit putih menjadi mayoritas anggota dan
pengunjung gereja tersebut. Tangan-tangan orang kulit hitam terulur ke atas
kepala orang-orang kulit putih, mendoakan mereka untuk menerima karunia
berbahasa roh.
Pengunjung Azusa yang kemudian menjadi tokoh terkenal
kalangan Pentakosta, antara lain Gaston B. Cashwell (membawa gerakan Pentakosta
ke gereja-gereja kekudusan di wilayah Selatan), Charles Mason (memimpin Church
of God in Christ masuk ke kalangan Pentakosta; sekarang menjadi denominasi
Pentakosta kulit hitam terbesar di Amerika), dan William Durham (perintis
Sidang Jemaat Allah).
Bagi Seymour, bahasa roh bukanlah satu-satunya berita
dari Azusa Street. “Jangan keluar dari tempat ini membicarakan tentang bahasa
roh; bicarakanlah tentang Yesus,” tegasnya. Berita lain yang ditekankan olehnya
adalah rekonsiliasi rasial. Orang kulit hitam dan kulit putih bekerja sama dalam keharmonisan di bawah
pimpinan seorang gembala kulit hitam. Ini benar-benar suatu keajaiban pada saat
segregasi rasial masih sangat kental. Bartleman menyanjung,”Di Azusa Street ,
perbedaan warna kulit terhapus oleh Darah Yesus.” Seymour bermimpi membangun
suatu jenis gereja yang baru. Dalam gereja ini, semua orang mengalami Roh Kudus
sehingga tembok-tembok perbedaan rasial, etnis dan denominasi dapat
diruntuhkan.
Impian Seymour berantakan bahkan sebelum “hari-hari
yang mulia di Azusa Lama” berakhir. Ketika gurunya, Charles Parham, mengunjungi
Azusa pada Oktober 1906, Parsham tersntak oleh pemandangan yang disaksikannya
dalam kebaktian tersebut. Ia menganggapnya sebagai antusiasme agamawi yang
tidak terkendali. Ibadah yang emosional dan percampuran antara orang kulit
putih dan kulit hitam sangat melukai perasaannya. Meskipun Seymour mengakui
Parham sebagai “proyektor” gerakan ini, para panatua Azusa Street menolak
Parham.
Mungkin tantangan yang paling berat yang dihadapi
oleh Seymour terjadi pada tahun 1909. Dua pekerja wanita kulit putih pindah ke
Portland, Oregon, membawa daftar alamat pelanggan The Apostolic Faith. Hal ini
memutuskan hubungan Seymour dengan para pengikutnya, dan kepemimpinannya atas
pergerakan yang baru muncul ini pun berakhir.
Setelah “tanhu-tahun kemuliaan” dari 1906 sampai
1909, gereja Azusa Street menjadi gereja kecil bagi warga kulit hitam yang
digembalakan oleh Seymour sampai ia meninggal pada tanggal 28 September 1922.
Istrinya, Jennie, meneruskan penggembalaan, sampai ia meninggal pada tahun
1936.
Tahun 2000, William Seymour dipilih pembaca majalah
Christian History sebagai salah satu dari 10 tokoh paling berpengaruh di abad
kedua puluh. Keturunan rohaninya, yaitu kalangan Pantekosta dan Kharismatik,
berjumlah sekitar 500 juta penganut – golongan Kristen terbesar kedua di dunia.
Saat ini, secara praktis semua gerakan Pentakosta dan Kharismatik dapat merunut
akar mereka secara langsung maupun tidak langsung pada gereja sederhana di
Azusa Street dan gembalanya.
Arie
Saptaji
Tidak ada komentar:
Posting Komentar