Apabila anda menghadapi
situasi seperti di bawah ini, apa yang akan anda lakukan?
Seorang
ibu, suaminya sedang sakit lever dan sedang terbaring di RS Karyadi Semarang.
Sakitnya sudah parah dan bahkan sudah tidak bisa bicara. Ibu yang selanjutnya
saya sebut Mbok ini seorang tukang balon. Itu balon yang ditiup lalu dijual
biasanya kepada anak-anak. Jadi penghasilan Mbok pasti tidaklah besar tiap
harinya. Mungkin asal cukup makan dan sedikit simpanan. Mbok juga punya anak
beberapa yang sudah menikah. Ia bersama anaknya ini yang menjaga sang suami
(ayah). Dapat dikatakan mereka bukanlah dari keluarga yang berlebihan.
Suatu
kali ada seorang anak (ABG) yang merengek-rengek di depannya minta dibelikan
bola. Bola si anak (selanjutnya ditulis Anak) sendiri barusan rusak. Tidak
parah banget karena masih berbentuk dan masih bisa dimainkan , hanya kulitnya
terkelupas. Anak “menodong” Mbok untuk dibelikan bola yang baru. Uang yang
dimiliki Mbok saat itu sekitar Rp 60.000. Ia baru saja keluar dari RS Karyadi
untuk membeli roti yang lembut agar sang suami yang harusnya cuci darah bisa
memakannya. Roti baru saja dibeli ketika Anak mulai rengekannya ke Mbok.
Kalau
kita menghadapi situasi seperti ini, reaksi apa yang bakal kita ambil. Sebelum
ketemu Mbok, Anak sudah berusaha meminta kepada orang lain yang lewat di
depannya untuk membelikan bola baru baginya. Kebanyakan menolak atau memberikan
usul agar bola tersebut diperbaiki saja atau dibeli lagi tanpa membelikan yang
baru atau memberi uang ke Anak untuk membeli yang baru.
Namun
reaksi Mbok sungguh berbeda. Saat ia sendiri memerlukan uang, ia mau saja
diminta untuk membelikan Anak bola baru. Mbok yang tidak tahu beli bola di
mana, bahkan rela dibawa Anak ke Mal di Simpang Raya Semarang. Ia bahkan
membayarkan angkotnya. Singkat kata, Mbok harus merogoh uang sebanyak Rp 30.000
untuk membayar bola baru kepada Anak. Bola ini dibungkusnya dan diberinya ke
Anak. Setelah itu, mereka pun berpisah. Mbok tiba-tiba teringat, bagaimana Anak
akan pulang karena Anak tidak punya uang. Maka kembali Mbok merogoh koceknya
memberikan uang angkot ke Anak. Sebelum
berpisah, Mbok masih memberikan pelukannya ke Anak sambil berpesan untuk
hati-hati.
Setelah
itu Mbok bingung cara pulangnya, belum lagi uang yang tersisa hanya Rp 5.000.
Karena arah pulang ia tidak tahu, akhirnya ia duduk saja di pinggir jalan
sammpai sore. Beruntunglah Mbok, karena ini memang hanya reality show. Mbok
ditanya kenapa ia mau menolong Anak membeli bola baru. Alasannya sederhana
yakni karena kasihan. Setelah itu Mbok dikasih uang sekitar Rp 1 juta. Ia pun
bingung menerima uang sebanyak itu. Ia terkejut lalu berusaha mencari kembali
orang yang memberinya uang itu. Akhirnya ia pun diantar kembali ke RS tempat
suaminya dirawat. Ia bertemu dengan anaknya yang menjaga dan anaknya menangis
lega setelah melihat Mbok sudah kembali di malam itu. Mbok memperlihatkan uang
kepada anak dan suaminya yang tidak bisa berbicara. Roti yang tadinya dibelikan
buat suami tidak ketahuan nasibnya.
Pertanyaan
refleksi untuk diri sendiri : kalau saya berada di posisi Mbok, apa yang saya
lakukan. Saya bayangkan langkah yang saya ambil hanyalah sama dengan orang
lainnya yakni menolak membelikan bola. Banyak pertimbangan yang dapat
dilontarkan untuk mendukung pendapat yang diambil. Pendapat yang pasti benar
karena didukung logika yang jelas… Hanya terselip sebuah pertanyaan : andaikata
Anak itu adalah anak kita, apakah saya akan melakukan hal yang sama?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar