Michelle Price
adalah gadis kecil periang yang senang memanjat pohon, menunggang kuda, bermain
ski, bercerita tentang banyak kisah, dan menyanyi. Dengan keluarga Kristen yang
mengasihi dia, hidup Michelle seolah tak memiliki sedikit beban pun sampai ia berumur
8 tahun, ketika kaki kanannya mulai terasa sakit dan bengkak.
Setelah beberapa
dokter melakukan pemeriksaan, mereka mengatakan kepada orang tua Michelle bahwa
Michelle menderita salah satu jenis penyakit kanker tulang yang mematikan.
Dokter itu berkata bahwa kesempatan untuk hidup kurang dari 4%, dan sebagian
besar kakinya harus diamputasi.
Orang tua Michelle
sangat ketakutan tentang bagaimana mereka harus menceritakan hal tersebut
kepadanya. Ketika mereka akhirnya menceritakan kepada Michelle, maka reaksi
pertama dari Michelle: "Oh Papa, saya tidak akan dapat berdansa lagi jika
saya tidak memunyai kaki! Saya tidak mau menjadi seorang yang cacat!" Dia
menangis terisak-isak untuk beberapa menit. Tetapi ketika ia melihat wajah
ibunya dipenuhi air mata, ia berhenti menangis, mengambil napas panjang, dan
berkata, "Saya akan baik-baik saja, Mami. Jangan menangis." Sambil
menepuk-nepuk wajah ibunya, ia melanjutkan, "Saya memang takut ketika Papa
menceritakan kepada saya, tetapi Yesus membuat hati saya tenang. Saya akan
baik-baik saja. Percayalah, Mam."
Michelle, dengan
perlahan, bertanya kepada ayahnya mengapa Tuhan mengizinkan hal ini terjadi.
Dan ketika ayahnya menjawab tidak tahu, Michelle berpikir untuk beberapa saat
sebelum ia berkata, "Mungkin saya tahu jawabnya, jika para dokter itu
belum memiliki obat untuk mengobati penyakit saya, mungkin mereka dapat
mempelajari kaki saya dan menemukannya. Sehingga mereka dapat membantu
anak-anak lain yang sakit seperti saya."
Para dokter
mengamputasi kaki Michelle sampai 4 -- 5 inci di atas lutut (± 13 cm). Michelle
menangis ketika pertama kali ia melihat kakinya yang terbalut. Namun kemudian,
ia menceritakan kepada ibunya betapa takutnya ia pada saat berada dalam ruang
operasi ... sampai ia mengingat bahwa ia tidak sendiri. Yesus berada
bersamanya.
Untuk beberapa
waktu lamanya, Michelle merasakan rasa sakit yang menggigit. Urat syaraf di
kakinya terus-menerus mengatakan kepada otaknya bahwa sesuatu yang salah
terjadi sehingga menyebabkan rasa sakit itu. Namun, 3 hari setelah operasi
dilakukan, ia mengagetkan dokternya dengan melukis wajah yang tersenyum pada
pembalut di kakinya yang buntung. Dokter itu mengatakan kepada orang tua
Michelle bahwa biasanya dibutuhkan waktu berminggu-minggu sebelum seseorang
yang diamputasi dapat menerima keadaannya.
Setelah 5 hari
berlalu semenjak operasi dilakukan, para dokter mulai memberikan kemoterapi
kepada Michelle ... obat yang sangat kuat yang diciptakan untuk membunuh
sel-sel kanker. Dan dikarenakan kanker pada Michelle sangat mematikan, maka
mereka memberikan dosis 1000 kali lebih besar dari biasanya.
Dalam waktu
singkat, obat itu membuat semua rambut Michelle rontok. Setiap pengobatan
membuatnya merasa amat sakit. Ia muntah dan menggigil. Tetapi setiap kali
seseorang datang menjenguknya dan bertanya bagaimana rasanya, ia menjawab,
"Doing Ok!", sehingga ia tidak membuat orang lain merasa
tidak enak.
Setelah 4 minggu
berada di rumah sakit, ia diizinkan untuk pulang beberapa hari. Ketika ia
berjalan-jalan dengan ayahnya, ia menyadari para tetangga merasa tidak nyaman
berada di sisinya, karena kaki dan kepalanya yang gundul. Untuk membuat mereka
merasa lebih baik, ia justru mengunjungi rumah para tetangga dan menceritakan
kepada mereka tentang kanker. Bahkan, Michelle meminta mereka untuk tidak
ragu-ragu bertanya.
Michelle menjalani
kemoterapi selama 18 bulan dan menunjukkan sikap tegar yang amat besar pada
saat melalui semua ketidaknyamanan itu. Ketika ia merasa lebih baik, ia
mengunjungi anak-anak lain di rumah sakit yang juga menderita kanker dan
berusaha membuat mereka gembira. Dan setelah pemeriksaan menunjukkan bahwa
kankernya telah sembuh, hati Michelle dipenuhi rasa ucapan syukur.
Dengan berjalannya
waktu, ia belajar bermain ski dengan satu kaki dan menjalankan "skate board"
serta bermain "soccer" dengan menggunakan kruk (penyangga kaki).
Setelah ia berhasil mendapatkan medali pada sebuah kontes ski nasional bagi
orang-orang cacat, Wayne Newton memberikan penghargaan olahraga bagi
orang-orang cacat pada TV nasional karena keberaniannya.
Ketika Newton
melihat bagaimana ia menghabiskan waktunya berusaha membuat orang lain bahagia,
ia menjadi sangat kagum kepada Michelle dan memberikan kejutan hadiah istimewa
pada hari ulang tahunnya ..., seekor kuda!
Pada suatu hari,
Michelle berkata kepada ibunya bahwa kadang-kadang ia merasa sedih karena
diperlakukan berbeda pada waktu berolahraga, dan ia juga sering merenung apakah
ada anak laki-laki yang akan menyukainya karena ia hanya memiliki satu kaki.
Kemudian ia menambahkan, "Saya merasa bersalah jika merasa susah. Tuhan
akan berpikir saya tidak cukup berterima kasih atas apa yang telah Dia lakukan
kepada saya. Saya berpikir, saya melihat kepada kesusahan lebih banyak dan
tidak cukup melihat kepada kebaikan."
Ketika Michelle
beranjak dewasa, ia menjadi seorang pemain ski cacat termuda di seluruh dunia,
seorang model, pembicara, dan seorang penunggang kuda nomor satu bagi
orang-orang cacat. Ia melanjutkan kuliah dan kemudian bekerja di sebuah pusat
pelayanan orang-orang yang tidak memiliki tangan atau kaki. Tahun 1993, ia
menerima penghargaan atas keberaniannya oleh American Cancer Society.
Saat ini Michelle
adalah seorang istri dan ibu muda. Ia bermimpi untuk dapat memiliki sebuah
perkemahan bagi anak-anak cacat sehingga mereka dapat memiliki sikap positif
terhadap keberadaan mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar